Chapter Twenty Eight | Revisi.

14K 494 3
                                    

Happy Reading.

I Love You. My Bastard.

"Yang abu-abu bagus."

Larina menurunkan sedikit buku yang tengah ia baca. Sejak 15 menit lalu— dimana ia mencuri-curi pandang ke arah Alfero yang sejak tadi menimang-nimang dua buah dasi berwarna hijau tua dan abu-abu. Larina jengah dengan itu, memilih untuk menjeda acara membacanya dan menatap sang suami yang kini berdiri di depan cermin meja rias miliknya.

Decakan kesal keluar dari mulut Larina, dirinya sudah bilang bahwa warna abu-abu lebih bagus daripada yang hijau tua untuk baju Alfero berwarna putih tulang itu. Tapi, sepertinya Alfero sengaja menulikan pendengarannya. Terlihat, pria itu kini memasangkan dasi hijau tua itu ke kemeja putih tulangnya.

Melihat sarannya yang tidak di gubris, Larina kembali menarik bukunya. Melanjutkan bacaannya yang tertunda itu.

"Keras kepala." Larina bergumam di dalam bukunya. mulutnya terus mengeluarkan bisikan-bisikan untuk mencemoh Alfero.

Sudah tiga hari ini keduanya saling diam. Alfero yang ternyata tetap melanjutkan aksi mogok bicaranya, dan Larina yang tidak mau memulai dan membujuk Alfero. Larina tau dirinya salah karena sudah membohongi suaminya. Tapi, ada dorongan entah dari mana yang memerintahnya untuk tidak berusaha membujuk pria itu.

Ini memang terlihat egois, beberapa kali. Larina sudah berlatih untuk meminta maaf atau sekedar memulai percakapan dengan Alfero. Tapi, setiap kali melihat wajah dingin pria itu yang terus menatapnya tajam. Larina jadi enggan sendiri, ia mengurungkan niatnya dan menguburnya dalam-dalam. Membiarkan suasana menyesakan ini mencekik dirinya.

Walaupun keduanya tidur diatas satu kasur yang sama, Larina terasa sangat asing dengan Alfero. Pria itu selalu memunggungi dirinya, membuat emosi Larina memuncah seketika. Tapi, karena situasinya seperti ini. Larina tidak bisa protes. Ia hanya mendengus kasar dan mengusap-usap dadanya. Memberi kekuatan kepada diri sendiri.

"Pakaikan." Tiba-tiba Alfero sudah berdiri didepan Larina. Menyodorkan dasinya ke depan wajah Larina yang masih asik membaca bukunya.

Kepala Larina mendongak, matanya menatap penuh selidik wajah datar Alfero. Kemudian, beralih ke kemaja Alfero yang ternyata sudah tidak terpasang dasi lagi.

"Kau memerintahku?" Tanyanya dengan wajah tak kalah datar.

Mendengar itu, Alfero menghela nafas gusar. Jika saja tak ingat Larina sedang hamil, dia akan— tidak tau. Alfero tidak akan melakukan apapun kepada Larina.

"Iya. Kau kan istriku, apa aku salah memerintahmu?" Serunya sarkas. Mendengar itu Larina menutup bukunya, memunculkan cover merah muda dengan hiasan mawar merah.

Larina meraih dasi itu, meletakan bukunya di atas nakas lalu berdiri di depan tubuh Alfero.

"Menunduk sedikit." Larina mengalungkankan dasinya. Membuat simpul segitiga disana dengan begitu cekatan.

Alfero yang melihat wajah cantik istrinya dari jarak sedekat ini tersenyum tipis. Sejujurnya ia rindu dengan istrinya ini. Tapi, sifat angkuh yang entah sejak kapan lahir itu. Membuat Larina tampak menyebalkan dimata Alfero.

"Kau cantik." Alfero berbisik tepat di depan wajah Larina. Ia memajukan wajahnya, menyinggung hidung tajam Larina dengan hidungnya.

Mendengar suara itu, kepala Larina mengadah. Matanya menatap mata Alfero yang kini sudah tersenyum akibat bibirnya yang melengkung.

Larina tak bereaksi apapun atas ucapan itu, ia memilih kembali membenarkan simpul dasi Alfero. Berusaha mengabaikan suara yang kembali mengalir lembut tersebut.

I LOVE YOU, MY BASTARD (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang