Chapter Twenty Nine | Revisi.

12.5K 494 1
                                    

Haii!! Hello!!

Aku nulis ini sambil denger lagunya The 1975 yang Chocolate. Enak bangek, u guys must hear too👍🏻

Tapi kayaknya part ini vibesnya ke lagunya Keshi yang beside you.

Okey langsung aja.

Happy Reading.

I Love You. My Bastard.

Larina POV.

Aku menatap deretan toko di mall ini yang sama sekali tidak ada yang menarik minatku untuk singgah. Sejak satu setengah jam yang lalu, aku hanya menemani mama mertuaku pergi ke beberapa toko yang sudah dia list.

Aku tidak mengerti kenapa orang tua ini lebih tertata tujuannya daripada diriku.

"Kita kesana, ya." Aku hanya bisa mengangguk pasrah mendengar kalimat tersebut. Kakiku sudah hampir ingin patah, walaupun aku lebih banyak duduk, karena setiap kami berhenti di sebuah toko. Mama mertuaku pasti meminta aku untuk duduk saja, jika ada yang menarik perhatianku. Aku diminta untuk meminta barang itu kepada para pelayan toko.

Tapi sejak satu setengah ham yang lalu, dan sudah lebih dari 5 toko kami jelajahi. Satupun, tidak ada yang dapat menarik minatku.

Kecuali, sebuah restoran berdesain kuno di sebrang toko ini.

Aku menatap penuh minat kepada dua perempuan yang tengah menyantap mie mereka, dari tempat dudukku. Itu terlihat lezat sekali.

"Nanti selepas ini selesai, kita makan disana, okey." Aku menoleh mendengar kalimat tersebut. Bibirku langsung tersenyum melihat mama mertuaku yang sangat peka tersebut. Di depanku dia tampak menyunggingkan senyum hangat, seakan mengerti atas apa yang aku inginkan.

"Terima kasih, mom." Mama mertuaku hanya mengangguk, dia kembali menjelajahi seisi toko dipandu salah satu karyawan. Dapat aku lihat, matanya berbinar terang saat melihat koleksi tersembunyi dibalik tirai emas yang ada di pojok ruangan.

Netra biruku terus mengawasi apa yang mereka lakukan di ujung sana. Mataku tidak minus, jadi aku dapat dengan jelas melihat beberapa koleksi dress yang disuguhkan di belakang tirai emas tersebut.

Atensiku seketika teralihkan, saat dering ponselku berteriak-teriak dari dalam tas. Dengan tidak sabar aku mengambilnya, menghela nafas pelan saat melihat nama, Alfero, tertera di layar utama.

Dia melakukan vidio call.

Dengan sedikit merapikan rambut, aku menekan warna hijau di layar. Menampilkan secara langsung wajah Alfero yang tengah duduk di bangku kebesarannya.

"Sedang apa?" Tidak ada basa-basi, dia bertanya dengan mata yang terus menyeledik ke layar kompeternya.

Aku memutar kameranya, memperlihatkan apa yang sedang aku lakukan.

"Menemani mommy berbelanja."

"Kau tidak?" Dia sudah menolehkan kepalanya ke layar ponsel. Menatap wajahku dengan penuh tanda tanya.

Aku memperlihatkan satu kantung belanjaanku: berisi sebuah tas yang aku beli di toko sebelumnya.

"Hanya itu?" Aku dapat menangkap nada tak suka di dalam pertanyaan tersebut. Lantas aku mengangguk.

I LOVE YOU, MY BASTARD (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang