Jogja, Biola dan Cita-cita

320 84 4
                                    

Jogja sore ini terpantau basah kuyup karena hujan yang tak kunjung reda sejak satu jam yang lalu. Airlangga masih berdiam diri di dalam sebuah kafe duduk menghadap ke arah jendela yang menghadap jalan raya, memandangi hujan sambil sesekali berpikir tentang perkataan Olaf soal air yang mempunyai kenangan. Apakah memungkinkan jika dia diguyur hujan, maka dia akan diguyur kenangan seseorang yang disimpan air hujan? Banyak hal tak mungkin yang mungkin dalam kepala Airlangga.
Airlangga duduk sendirian, sengaja me-time katanya. Dia baru duduk disana selama satu jam, menggambar di buku sketsa yang ia bawa dari rumah dan sekotak cat air yang beberapa warnanya sudah hampir habis.
Melukis adalah salah satu jalan keluar Airlangga ketika jarinya lelah menggesek senar biola atau menekan tuts piano atau bahkan menyusun lego. Tak banyak objek yang digambarnya, kebanyakan benda mati seperti makanan, minuman dan beberapa jenis bunga kesukaan Mamanya. Beberapa kali ia menggambar sahabatnya; nunu, itu nama biolanya. Biola yang ia mainkan saat resital, yang menemaninya selama masa perkuliahan di Jogja.
Airlangga berpikir, mungkin perkataan orang-orang benar.. Jogja tercipta ketika Tuhan sedang jatuh cinta, karena Airlangga tidak bisa berhenti jatuh cinta pada setiap sudut Jogja. Segala hal tentang Jogja menimbulkan perasaan hangat di dadanya. Seperti pelukan sebuah rumah.

Airlangga menghentikan kegiatan melukisnya, dan memandangi jalanan luar yang masih basah di guyur hujan. Melihat bagaimana kendaraan lalu-lalang dan menimbulkan cipratan air. Dia sedang melamun ketika ponselnya bergetar menampilkan sebuah pesan dari kakaknya; Danis.

Mas Danis
Wandering around Jogja, isnt that nice?

Airlangga
It is!

Mas Danis
Shall we?

Airlangga
We should. Are you coming home?

Mas Danis
Next week. I have a conference on thursday til friday. We can hang out on weekend.

Airlangga
That would be so nice! See you soon, mas.

Mas Danis
See you soon, ksatria.

***

Berbicara soal biola, Airlangga sudah hidup dengan biola selama 14 tahun, puluhan lagu klasik sudah ia kuasai. Selama 14 tahun bermain biola, Airlangga sudah 4 kali mengganti biolanya, semua ia beri nama Nunu. Bukan tanpa alasan, Airlangga kecil sangat suka menonton teletubies dan dia sangat suka dengan robot pembersih peliharaan mereka yang bernama Nunu. Airlangga juga ingin punya robot peliharaan seperti Nunu tapi itu tidak mungkin, maka akhirnya dia beri nama biolanya Nunu.

Sebagai orang yang menyaksikan Airlangga tumbuh dan berkembang bersama biolanya, Mama selalu ingin menangis jika teringat bahwa anaknya lulus kuliah pada usia 19 tahun bersama biolanya, berkat biolanya. Puluhan skor musik dikumpulkan Mama dan disimpan rapi. Mama sesekali teringat akan Airlangga kecil, dimana anak bungsunya sering tidak memenuhi ekspektasi guru musiknya dan dipaksa keluar dan pulang. Tapi Airlangga bukan orang yang mudah menyerah, dia akan berdiri di depan pintu dan meminta maaf, memohon untuk diizinkan masuk kembali.

Selama sebulan sebelum resital, suara biola Airlangga menjadi alarm pagi orang-orang se rumah. Airlangga sengaja bermain biola di balkon dan memainkan lagu yang sama setiap harinya. Kini, setelah resital dan segala administrasi untuk wisuda telah rampung, Airlangga tidak memiliki kegiatan lain selain berpikir mau dibawa kemana kah hidupnya ini, tapi Airlangga tak kunjung menemukan jawabannya. Dia selalu menemui jalan buntu dan itu membuatnya frustasi.
Papa masih menanyakan pertanyaan yang sama pada Airlangga, setahun sekali; "adek cita-citanya apa?" Beberapa tahun belakangan, Airlangga tidak bisa menjawab. Bukan karena ia tidak memiliki cita-cita, ia hanya ingin bermain biola seumur hidupnya dan bertanya-tanya apakah itu pantas disebut sebagai cita-cita.

Pagi ini, Airlangga mengampiri Papa yang sedang duduk manis di ruang keluarga sambil menonton Peppa Pig.

"Papa" ucap Airlangga sembaru duduk di samping Papa.

"Eh anak siapa nih udah bangun?" Airlangga hanya menjawab dengan raut muka cemberut "kenapa si?"

"Aku mau tanyaaaa" ucap Airlangga.

"Monggo, mau tanya apa le?"

"Kalo aku cuma pengen main biola seumur hidup itu bisa disebut cita-cita gak?"

"Ya bisa dong" jawab Papa mantap.

"Even if im not making money from it?"

"Memang tujuan kamu main biola itu making money?" Airlangga menggeleng "if you get money from doing something you like, then it's a bonus, dan iya, banyak sekali orang yang pengen menjadikan hobinya pekerjaan. They wanna make money from doing something they like, and it's okay, it's fair. Tapi ketika kegiatan itu tidak menghasilkan sepeserpun uang ya nggak apa-apa. Life isn't about money, after all. It's about happiness. And if youre happy for doing something that you really like, then you're success"

"But i need to make money to stay alive, Papa. Let's be realistic"

"Papa punya cukup uang buat kasih makan kamu sampai anak cucumu. Gak usah khawatir ngomongin uang. Rezeki bukan kita yang menentukan, Airlangga. Don't worry too much, you have a long life ahead!" Ucap Papa sambil menyentil kening Airlangga yang membuat anak bungsunya itu berteriak kesakitan.

"Kenapa disentil sihhhh?" Airlangga protes.

"Biar isi kepalanya ke reset" jawab Papa sambil tersenyum. Airlangga kembali ke kamar sambil merenungkan perkataan Papanya sampai beberapa jam kedepan dan akhirnya terlelap dalam mimpi.

Airlangga's Journal ✔ | YANGYANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang