Rencana atau Wacana

303 76 0
                                    

Akhir-akhir ini Airlangga suka mendengarkan lagu sedih, salah satu yang paling sering diputar yaitu lagu dari before you exit judulnya Butterfly Effect. Kelamaan berdiam diri di rumah Airlangga jadi mellow, dia suka tiba-tiba sedih gara-gara hal kecil seperti ibu-ibu muda lagi hamil. Sebenarnya, akhir-akhir ini Airlangga sedang mencari inspirasi untuk menyusun essay guna mendaftar program Master.
Niatnya sudah bulat untuk pendidikan Masternya, tapi kapan, ia belum tahu. Masih gelap.

Dua minggu terakhir di bulan Ramadhan Airlangga kebanyakan begadang dan baru tidur setelah sholat Subuh. Airlangga sedang mencari jawaban atas segala pertanyaannya, Apa, dimana, kapan, bagaimana dan kenapa.
Airlangga menulis semua pertanyaannya di jurnalnya.

Apa : Apa yang mau kamu lakuin habis ini?
Jawaban : pendidikan master.

Dimana : mau ambil master dimana?
Jawaban : Julliard.. atau di Jerman aja?

Kapan : Kapan mau lanjut?
Jawaban : tahun depan?

Bagaimana : gimana rencana kamu?
Jawaban : cari beasiswa. Sekolah musik gak murah.

Kenapa : kenapa buru-buru?
Jawaban :

Airlangga belum menjawab satu pertanyaan terakhir, dia terus menerus bertanya kepada dirinya sendiri.

Kenapa buru-buru?
Kamu ngejar apa?
Ngejar gelar? Engga
Karir bagus? Nggak menjamin.

Ngejar apa kamu Airlangga?

Kalimat terakhir bukan ditulis oleh Airlangga melainkan Ical. Sedari dulu, Airlangga memang merupakan anak yang mempunyai ambisi dan tujuan hidup yang jelas, semua rencana masa depannya dia lakukan dengan baik, tapi kini, setelah salah satu impiannya tercapai dia merasa kosong.

Entah kenapa dia merasa ada yang kurang padahal tak ada yang terlewat dari rencananya. Dia lulus, dengan nilai yang sangat baik di usianya yang masih 19 tahun, teman-temannya di jerman masih berkutat dengan puluhan jurnal dan diktat.

Beberapa hari yang lalu, Airlangga kembali bertemu dengan perempuan yang ia panggil Lemon, yang dia temui di stan kaki lima kue putu.

"Kenapa kuliah humaniora?" Tanya Airlangga.

"Untuk menjadi manusia yang lebih manusia agar bisa memanusiakan manusia" Airlangga diam, takjub dengan jawaban Yure "kamu, kenapa kuliah musik? Apa yang kamu cari?"

"Hmm.... kebahagiaan?" Jawab Airlangga, agak ragu.

"Kenapa ragu gitu jawabnya?"

"Soalnya aku bingung, aku beneran bahagia atau pura-pura" Yure memandang Airlangga dengan tatapan heran.

"Memangnya kamu sekolah tuh dibawah paksaan?" Tanya Yure, Airlangga menggeleng dengan mantap.

"Aku tuh.. nggak punya hal lain selain musik. Aku udah main biola dari aku kecil banget, pas TK. Jadi ya aku nggak punya pilihan lain selain musik karena aku juga nggak tertarik sama pelajaran umum kayak mas-masku. Tapi aku bahagia sih main musik dan bisa ada di titik ini sekarang"

"Kamu pasti lari mulu ya?" Airlangga bingung dengan pertanyaan Yure "maksudnya tuh, kamu selama ini pasti nggak istirahat, dikejar terus mimpinya sampe lupa istirahat, kamu pernah nggak ada di titik dimana kamu capek banget terus benci main biola?" Airlangga menggeleng.

"Kenapa juga aku harus benci main biola?"

"Biasanya di film-film yang aku tonton sih gitu" jawab Yure enteng, Airlangga diam, kehilangan kata-kata.

"Kamu tau masku ndak?" Tanya Airlangga "yang diem aja itu lho"

"Yang ganteng?"

"Kok ganteng sih"

"Lah emang ganteng. Keluargamu makan apa sih kok bisa ganteng-ganteng?" Tanya Yure yang memang sudah pernah bertemu dengan Ical dan Papa.

"Oh itu.. anu.. ada makanan yang bisa bikin ganteng kok"

"Apa apa?? Kasih tau!!" Yure penasaran.

"Namanya kasih sayang"

Yure ingin muntah.

"Aku serius Lemon! Dengerin aku! Kamu kalo sayang sama orang ya mau mukanya sejelek apapun, walaupun aku percaya ndak ada yang jelek di dunia ini selain mas Ghaza, kamu pasti liatnya mah cakep-cakep aja karena kamu sayang sama dia"

"Ya terus aku lihat kakakmu ganteng berarti aku sayang sam dia gitu?"

"Ya engga sih.. ya ada juga yang terlahir tampan kayak aku"

"Beda konsep Airlangga, udah jangan diterusin obrolan ini nanti aku gila. Aku gak mau mati muda"

"Apa hubungannya gila sama mati muda?" Tanya Airlangga. Yure hanya memandangi Airlangga seolah-olah sudah mengetahui akan dibawa kemana percakapan ini, jadi Yure diam saja.

Airlangga's Journal ✔ | YANGYANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang