Ghaza lagi di Jakarta, trip colongan ceritanya. Kabur dari kenyataan sebentar di weekend ini.
Jum'at sore dia langsung terbang ke Jakarta dan dijemput Danis di Bandara. Wishnu lagi di Jogja karena Ical sama Airlangga lagi libur dan mereka kesenengan kalau disuruh jagain Wishnu.
Jadi untuk sementara ini Danis punya hidup yang tenang dan damai.Tapi Ghaza tiba-tiba dateng dan menghancurkan bayangan akan hidup damai Danis.
Habis jemput Ghaza di Bandara, mereka berdua mutusin buat ngopi-ngopi cantik di salah satu kafe di tengah Jakarta yang kafenya itu klasik banget. Danis pesen Americano dan Ghaza pesen Latte, kopinya orang cupu kata Danis.
Ngga ada yang ngomong setelah mereka pesen minuman. Dua-duanya diem dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Ghaza milih buat scrolling timeline instagram dan Danis milih diem aja sambil lihatin pengunjung lainnya.
"Mas" ucap Ghaza masih dengan mata yang fokus pada ponselnya. Danis menjawab dengan gumaman yang juga masih fokus dengan pengamatannya terhadap orang-orang sekitar "kenapa hidup berat banget ya" Mata Danis berhenti bergerak dan memandangi adiknya yang kini juga memandanginya. 3 detik mereka beradu pandang.
"Pertanyaanmu aja berat banget" ucap Danis yang direspon Ghaza dengan sebuah helaan nafas berat.
"Rabi o ageh" ucap Danis tiba-tiba. Mata Ghaza membulat memandangi kakaknya dengan tatapan tak percaya. (Nikah gih)
"Perkataan macam apa itu"
"Kamu emang ngga pernah ditanyain nikah kapan?"
"Hampir tiap hari ada aja yang tanya gitu"
"Terus kamu jawab apa?"
"Kalo ngga sabtu ya minggu" jawab Ghaza enteng. Danis tergelak, dan mengacungkan jempol kepada Adiknya "padahal Hilal jodohnya belom keliatan. Kayaknya Aku harus beli teropong dulu"
"Terus kemarin pas dateng ke nikahan mantan gimana?" Tanya Danis yang tiba-tiba bikin Ghaza ketawa.
"Ngga gimana-gimana. Tak lihat suaminya juga sebenernya gantengan aku. Guru juga padahal itu cowonyaa. Cuma doi pns aja, aku engga" Danis manggut-manggut.
"Is it hurt? To watch her stand with another man?" Ghaza yang awalnya tertawa tiba-tiba diam mendengar pertanyaan Danis. Dia menengguk kopinya terlebih dahulu sebelum menjawab.
"Im not crying. But i do feel hurt, a little, just a little. Knowing a girl that i adore would never be mine its just... i dont know. But im letting her go with peace tho. Im not angry from the moment she ended our relationship and told me that she'll get married soon. I just.. let her go... yeah.. as easy as it seems, mas" Ghaza mengakhiri jawabannya dengan sebuah senyuman manis yang menular pada Danis.
"You know.. at first i thought that.. since i lost her, i'd never afraid of losing anything anymore. But no, i was wrong. Ever since i lost her, i get more scared of losing something or someone again"
"Because you dont want to feel the same pain"
"Yes.. and its still hurt. Have you lost someone, za?" Ghaza mengerjap, lalu berpikir sejenak.
"I lost mama, since the day she left us" Danis mengangguk paham "aku sempet benci sama Mama, bukan karena beliau ninggalin kita, tapi karena beliau ninggalin Papa dan bikin Papa nangis sampe sebegitunya" Danis masih fokus pada Ghaza yang tengah meneguk kopinya
"aku masih ingat dengan sangat jelas mas, Papa sampe berlutut sama Mama, mohon-mohon biar Mama ngga pergi. Tapi Mama tetep pergi, aku waktu itu mikir Mama jahat makanya aku ngga mau ikut Mama""Serius, aku hampir lupa kenanganku pas SMA. Tapi aku inget banget hari itu za.. inget banget, kita ngintip dari kamar sambil mastiin Ical sama Airlangga ngga ada yang kebangun"
"I left my bad memories behind, tapi segala hal tentang Mama-Papa susah buat aku lupa. Lebih ke nggak bisa sih.. bukan susah" Ghaza menerawang ingatannya tentang apa yang terjadi 9 tahun lalu waktu dia duduk di bangku kelas 1 SMA.
"But now we're mature enough to understand that their problems is not as simple as it seems. Mama cried so hard for days. Airlangga cerita. Now you know that divorced never left a good memory right?" Ghaza menjawab dengan anggukan "so choose your partner wisely, za. Dont let your kids feel the same pain as you were" Ghaza mengangguk dengan mantap lalu tersenyum lebar.
Mereka berdua menutuskan untuk pulang karena Ghaza tiba-tiba merasa kantuk dan ingin cepat-cepat bermesraan dengan kasur.