•Dua puluh lima•

3.5K 308 48
                                    

Baca author note dulu ya.

Buat beberapa hari atau satu minggu ke depan, gue bakal jarang up cerita ini dulu, soalnya lagi lumayan sibuk ngurus penerbitan cerita HURT. Jgn lupa pada nabung yaa!! Ntr klo ada waktu senggang diusahain up ko, tenang aja.

HAPPY READING ❤️

"Dev, gue semalam coba buat racik obat-obatan, dan gue berhasil nemuin penawar buat Vloretta," ucap Jack lalu menghampiri Deva yang sedang berdiri di balkon kamarnya.

"Serius lo?" Jack mengangguk.

"Nanti coba lo ajak dia pergi, bujuk sama lo. Terus nanti lo masukin ini ke minuman dia, gak langsung sadar sih dia nya, butuh proses beberapa hari."

"Lo yakin gak bakal terjadi apa-apa, kalau gue temuin dia?" Ada keraguan dalam ucapan Deva.

"Sedikit sih, tapi kalau kita biarin, obat itu akan semakin besar mempengaruhi Vloretta, yang ada kita juga semakin susah buat sembuhin dia. Lo hati-hati aja, jangan sampe Aland tahu, bisa fatal soalnya," peringat Jack. Lalu memberikan obat itu pada Deva.

Deva mengambil obat itu, matanya menatap obat dan Jack secara bergantian. "Cepet banget lo semalaman bisa nemuin ini," kagum Deva.

"Gue inget-inget kasus kayak gini pernah gue tangani waktu kelas sebelas SMA, cuma tanpa sepengetahuan bokap. Lo coba aja obat itu ampuh gak buat Vloretta."

"Keren juga lo. Kenapa lo gak jadi detektif aja kayak om Rehan? Malah masuk kedokteran," heran Deva.

"Bantuin tugas bokap, udah jadi hobi buat gue. Tapi kalau jadi dokter, itu tujuan gue dari SMP."

"Oh," balas Deva singkat. Sontak itu membuat Jack geram, ia bicara panjang Deva hanya membalasnya dengan kata 'oh'? Sialan!

"Lo sendiri kenapa masuk kedokteran?" Kini giliran Jack yang bertanya, sejauh ini hanya Deva lah yang mengetahui tentang dirinya, sedangkan Jack tidak mengenal kehidupan Deva terlalu jauh.

Ingatan tentang masa lalunya berputar di otak Deva. Bagaimana gigihnya gadis itu untuk menjadi seorang dokter dan mimpinya harus lenyap karena keegoisan Deva.

"Gue gak ada niatan masuk kedokteran sih. Cuma gue lagi ngelanjutin mimpi seseorang," jawab Deva. Deva merasa bisa bercerita tentang masa lalunya kepada Jack.

"Siapa?"

"Luna."

"Luna? Kalau gak salah, tanggal lahir cewek itu juga lo jadiin password apartemen kan?"

"Iya."

"Spesial dia buat lo?"

Bisa Jack dengar kalau Deva membuang napasnya dengan gusar. "Sangat."

"Tadi lo bilang, lo mau lanjutin mimpi dia? Kenapa gak dia aja?" Deva menoleh.

"Dia udah disisi Tuhan. Itu semua karena gue," jelas Deva.

"Sorry gue gak tahu," ucap Jack tidak enak, karena ia merasa sudah membuka luka lama di hati Deva.

"Santai," ucap Deva. Tanpa diminta Deva menceritakan semua kejadian di masa lalunya kepada Jack, entah apa yang membuatnya begitu percaya kepada lelaki di depannya.

For a Moment [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang