•Dua puluh satu•

3.9K 331 92
                                    

Selamat pagi gaise:)

Masih setia nunggu ini up?

Seperti yang kalian tahu kalau cerita ini ganti judul. Kenapa? Karena gue ingin hehe').

HAPPY READING ❤️

Vloretta menatap ngeri kearah chanel TV yang sedang ia lihat. Kejadian itu mengingatkan kepada maminya yang meninggal sama seperti korban di berita itu. Namun diberita itu korban lebih parah karena tidak ada isi tubuhnya satupun.

"Loh kalian udah pulang?" Tanya Vloretta saat melihat kearah pintu ada Deva dan Jack. Keduanya mengangguk lalu duduk di sofa ruang tamu.

"Liat apa Vlo?" Tanya Jack.

"Itu berita. Pembunuhan lagi, tapi kasusnya lebih parah dari almarhum mami, terus yang sekarang laki-laki paruh baya korbannya." Jelas Vloretta.

Deva dan Jack saling pandang. Lalu tak lama Jack mengangguk, memberi isyarat agar Deva saja yang memberi tahu.

"Laki-laki itu, om ... Hendri Vlo." Ucap Deva.

"Papi maksud lo?" Tanya Vloretta berusaha menstabilkan dirinya yang sudah mulai ketakutan.

Deva duduk mendekati Vloretta. "Iya, om Hendri papi lo."

"Gak usah ngaco Dev!" Sangkal Vloretta.

"Nggak, apa yang gue omongin kenyataannya. Gue tahu dari Jack, kebetulan papanya detektif. Dan itu lo lihat, mayat korban ditemukan di depan rumah lo Vlo."

Tubuh Vloretta bergetar hebat. Jadi benar itu papinya? Awalnya Vloretta berusaha tidak percaya, saat ia melihat berita kalau inisial lelaki itu 'H' jadi benar? Kenapa lagi-lagi ia harus kehilangan?

Deva yang melihat Vloretta seperti itu langsung memeluk gadis itu. Berusaha memberi ketenangan.

"Pembunuhan papi lo gue rasa jawaban dari salah satu teka-teki yang dia kasih. Isinya 'bintang selanjutnya ada di depan mata' ya benar di depan mata, bahkan orang terdekat Vloretta." Jelas Jack.

Vloretta mendongak dan melepas pelukan Deva. "maksudnya?"

"Kasus bokap lo sama nyokap lo sama-sama kasus pembunuhan, dan itu di sebab-in sama psikopat. Baik gue maupun Deva gak bisa ngasih tahu siapa orangnya, karena kita belum terlalu yakin, masih dugaan aja."

"Dev berarti sekarang gue udah gak punya orangtua? Lalu gimana nasib Vivi?" Tanya Vloretta bergetar.

Jack bangkit dari duduknya, ia paham Vloretta dan Deva butuh waktu berdua. Hadirnya Jack disini hanya membantu memecahkan kasus. Setelah kepergian Jack, Deva mengelus pipi Vloretta.

"Vivi punya lo, Vivi punya gue dan Vivi punya Jack. Mulai saat ini kita saling melindungi, ok?"

"Tapi kalau nanti Vivi nanyain soal papi gue harus jawab apa? Dia pasti sedih Dev kalau tahu sebenarnya....hiks...."

Deva menghapus air mata Vloretta. "Udah jangan nangis. Kalau Vivi nanya soal om Hendri bilangnya om Hendri kerja, kalau Vivi udah bisa ngerti baru kita kasih tahu."

Gadis itu tidak menjawab hanya menatap kosong kearah jendela, kenapa semuanya jadi seperti ini? Baru beberapa bulan kemarin maminya yang meninggal, terus sekarang papinya ikut pergi? Vloretta bisa sedikit menerima keadaan, kalau Vivi? Anak itu masih terlalu kecil untuk ditinggalkan kedua orangtuanya.

Mami, papi kenapa kalian pergi? Aku sama Vivi gimana? Kita gak punya orangtua sekarang. Kalau ada apa-apa kita harus ngadu sama siapa? Walaupun kalian kasar sama aku, tapi aku sayang kalian. Semoga tenang disana, ucap Vloretta dalam hati.

For a Moment [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang