Kejutan

117 27 10
                                    

"Halo, guys! Kembali lagi bersama Bagaskara Radio. Ini adalah hari ketiga tanpa Si Cewek Resek. Siapa, tuh, Si Cewek Resek? Gak usah dibahas, ya. Sekolah ini adem ayem tanpa dia. Kalau perlu, tuh, anak jangan balik lagi, deh. Biar sekolah kita, tuh, tenang! Hahaha ..."

Haziq refleks membanting pulpennya hingga terjatuh ke lantai. Cukup emosi dengan pembukaan siaran sekolah yang sudah beberapa hari ini seperti itu. Ia muak dengan tim penyiar radio sekolah yang tampaknya janjian untuk menjelek-jelekkan El selama gadis itu tidak ada.

"Kenapa, Ziq?" tanya Reyhan yang kebingungan melihat wajah merah padam Haziq.

"Itu, tuh, tim penyiar busuk! Kok, bisa-bisanya, sih, mereka ngejelek-jelekin El di belakang? Padahal gue liat, tim penyiar sekolah, apalagi si Alyssa, dia itu deket banget sama El! Tapi apa? Mereka justru ngejelek-jelekin El sekarang. Wah, keterlaluan, sih! Harus gue kasih pelajaran!" Haziq sontak berdiri dari tempatnya. Bergegas berjalan ke luar. Namun, terpaksa berhenti karena Azzam menghalangi jalannya. "Lo ngapain, sih?!"

"Udah, dong, Ziq. Gak gini juga caranya. Guru-guru pasti bakal menindaklanjuti kelakuan mereka. Kita sabar aja dan jangan kasih tau El soal ini!" peringat Azzam sembari mengusap-usap pundak Haziq. "Sabar, sabar, orang sabar pasti tambah ganteng."

"Nggak kasih tau? Justru El berhak tau soal ini!" tegas Haziq berapi-api.

"Jangan, Ziq. Lo tau, kan, El itu gimana? Bisa-bisa El langsung ngelabrak mereka setelah balik dan makin banyak yang benci sama El di sekolah ini! Kita gak tau, ya, berapa banyak orang yang benci sama El. Bisa jadi lebih banyak dari perkiraan kita." Reyhan ikut menimpali.

Haziq menghela napas kasar. Ia mundur dan kembali duduk di tempatnya. Begitu juga Azzam. "Tapi kenapa gue kepikiran sesuatu, ya?"

Azzam mengernyit mendengarnya. "Apaan?"

"Selama ini gak ada yang terang-terangan nunjukin kebenciannya di depan El, selain Calline, Maudy, dan Dea. Tapi semenjak El di-skors, banyak murid di sekolah ini yang nunjukkin kalau dirinya benci sama El, bahkan orang-orang yang selama ini temenan baik sama dia. Pertanyaannya, kenapa mereka tiba-tiba banget bersikap seperti ini? Kenapa gak dari dulu aja? Toh, mereka bisa bergabung dengan Calline untuk menjelek-jelekkan El dan berlindung di belakang Calline kalau ada apa-apa. Apa jangan-jangan ada orang yang minta mereka semua untuk menjelek-jelekkan El?"

Kedua cowok itu tampak berpikir sejenak. Otak mereka masih mencermati setiap kata yang ia dengar. "Maksud lo Calline? Calline yang nyuruh mereka?" tanya Reyhan.

"Bisa iya, bisa nggak. Tapi firasat gue bilang kalau bukan Calline pelakunya. Lagian dia dan gengnya juga di-skors," kata Haziq.

"Ya, kan, bisa aja," sanggah Azzam.

"Ya, mana gue tau. Kita liat aja nanti."

- Haziq -

Oma Melati menyempatkan diri untuk mampir kosan milik temannya itu. Tujuannya adalah menemui anak laki-laki yang dimaksud. Setelah mendengar cerita temannya, ia mempunyai keinginan untuk mengajak anak laki-laki itu tinggal di rumahnya. Memang begitu, wanita paruh baya ini memang punya rasa empati yang tinggi.

Bagi wanita itu, semua anak berhak tinggal di rumahnya. Tidak peduli anak itu berasal dari keluarga berkecukupan atau tidak. Selama anak tersebut memerlukan bantuan atau punya masalah, ia akan siap membantu. Termasuk anak laki-laki ini yang katanya tidak dekat dengan keluarganya.

"Assalamualaikum, Ratna." Wanita berjilbab yang ia panggil Ratna itu menoleh dan tersenyum lebar. Ia bangkit dari kursinya. Lantas berjalan menghampiri Oma Melati.

"Wa'alaikumussalam, kebetulan kamu udah datang. Dia baru aja pulang kerja. Mau langsung kamu samperin?" tanya Ratna. Mendengar tawaran itu Oma Melati langsung mengangguk.

Kita & Luka {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang