Alyssa dan Tuduhan

82 18 0
                                    

Untuk kesekian kalinya, El terpaksa berdiam di kelas demi menghindari kerumunan wali murid. Ia mulai gelisah. Sudah hampir seminggu sejak tuduhan itu pertama ditujukan padanya, namun hingga detik ini ia juga belum tahu siapa yang menaruh pil di dalam lacinya itu.

Namun kegelisahannya bisa terobati. Hari ini, atas inisiatif seorang wali murid, akan dilaksanakan tes urin di sekolah. Membuat El sedikit tenang dan yakin bahwa hari ini ia akan bebas dari tuduhan.

"Nih, gue beliin makan buat lo." El mengangkat kepalanya. Jantungnya tiba-tiba berdetak sedikit cepat ketika menemukan sosok Aslan di depannya. Cowok itu meletakkan sebuah kantong plastik berisi roti dan sebuah botol minuman di meja El.

"Buat gue? Gak salah, nih?" tanya El kebingungan. Namun, Aslan hanya berdeham dan melenggang pergi ke luar. Bergabung dengan teman-temannya yang akan bermain basket.

Memang ada yang aneh dari sikap Aslan sejak masa skorsingnya selesai waktu itu. Sikap cowok itu melunak padanya. El merasa kalau Aslan sedikit perhatian padanya. Dulu Karin pernah bilang, kalau ada cowok yang bersikap baik padanya, itu berarti cowok itu menyukainya.

Tunggu, apakah Aslan menyukainya?

Ah, benarkah? Apakah hanya ia yang terlalu percaya diri?

Ia tersenyum tipis sambil meraih plastik itu. El tidak mau menghabiskan waktu untuk memikirkan hal tidak masuk akal itu. Membukanya dan mengeluarkan roti rasa cokelat dari sana. Setidaknya ia harus mengisi perutnya sebelum akan menghadapi sesuatu yang lebih berat dari ini.

"Hai, El!" Gadis itu mengangkat kepala. Tersenyum pada Alyssa yang berjalan mendekati gadis tersebut dan duduk di sampingnya. Selama ini, ketika murid-murid lain bersikap kejam padanya, Alyssa merupakan salah satu murid yang tetap memperlakukannya dengan baik.

El harusnya senang karena ada orang yang percaya kalau ia tidak melakukan apa pun yang melanggar peraturan. Namun, karena Haziq sempat menceritakan kejadian saat ia di-skors tempo hari, ia menjadi sedikit waspada dengan Alyssa. Pasalnya dari Haziq ia dengar kalau Alyssa suka menjelek-jelekkannya selama ia tidak ada. Padahal Alyssa bisa dibilang cukup dekat dengannya.

Tunggu, apakah Alyssa pelakunya? Apakah Alyssa yang meletakkan pil itu di mejanya? Apakah selama ini ia terlalu percaya pada gadis polos itu sampai dengan mudah Alyssa menusuknya dari belakang?

"El, halo!" Alyssa melambai-lambaikan tangannya di depan wajah El. Membuat gadis itu tersentak dan menoleh kepada Alyssa. Lantas tersenyum padanya

"Iya, kenapa?" tanya El.

"Gue di sini dulu boleh, kan? Kelas gue rame banget sumpah. Orangtua murid pada demo semua minta lo dikeluarin. Padahal gue yakin, kok, kalau lo nggak salah. Setelah tes urin hari ini, pasti semuanya bakal terungkap." Alyssa sibuk mengoceh sendiri. Tidak sadar kalau El sudah menatapnya penuh kewaspadaan.

Ia tahu kalau Alyssa suka mencomot topik sembarangan. Ngomong seadanya dan cenderung ceplas-ceplos. Tapi apa tadi ia menyinggung El?

Yakin kalau ia tidak salah? Apa dia hanya berpura-pura agar El merasa yakin padanya?

"El, lo, kok, diem aja, sih? Respons, kek. Gimana penyelidikan temen-temen lo? Udah nemu titik terang belum?" tanya Alyssa penasaran.

El menggeleng. "Belum, sih. Gue masih berusaha buat nyari petunjuknya."

Semakin ke sini, entah kenapa El yakin kalau Alyssa adalah pelakunya. Ia selalu membahas tentang kasus itu ketika bertemu dengannya. Itu sedikit janggal baginya.

"Oh, ya, lo beneran gak tau siapa yang ..."

"Bener-bener gak tau malu, ya, lo, Al? Masih berani ternyata lo deketin El buat yakinin dia." Suara lantang itu mengalihkan perhatian mereka berdua. El dan Alyssa kompak menoleh ke arah pintu. Terkejut menemukan sosok Rania yang berjalan mendekati Alyssa.

Kita & Luka {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang