Kembalinya El yang Mereka Kenal

84 19 2
                                    

Setelah sampai di musala, El segera masuk ke tempat wudhu perempuan. Lalu masuk ke dalam musala. Dia mengambil salah satu mukena yang digantung dalam lemari dan memakainya. Setelah itu ia memulai salatnya.

Beberapa menit kemudian, keempat cowok itu keluar dari musala. Melihat El yang belum keluar, mereka berinisiatif untuk menunggunya.

"Kalau dipikir-pikir, kasian juga, ya, si El," celetuk Reyhan.

"Kasian, lah. Lo gak liat mukanya keruh banget tiap hari?" kata Haziq.

"Lo pada gak ada ide gitu biar El bisa buktiin kalau dia gak salah?" tanya Azzam pada spesies sejenisnya, Haziq dan Reyhan. "Kasihan tau, tuh, anak. Lo pada masih ingat, kan, dia suka ngasih contekan pas kelas 10?"

"Gak ada, nih, Zam. Lagi buntu. Belum bikin pembukaan jalan di otak gue," balas Reyhan asal.

"Gue yakin dia gak salah. Pasti ada orang yang sengaja taruh barang-barang itu di laci El." Haziq membalas kalimat Azzam.

"Nah, gue mikirnya juga gitu. Gue curiga sama temen sekelasnya Karin dan Nafisa, si Calline," duga Azzam.

"Tapi masalahnya kita nggak punya bukti, Zam. Lo juga tau sendiri si Calline sifatnya kayak ular. Kalau kita gak punya bukti kuat, dia bisa mutar balikin fakta."

"Iya, juga, sih," gumam Azzam. "Dasar Medusa."

Aslan yang sejak tadi hanya mendengarkan percakapan tiga temennya ini hanya geleng-geleng kepala. Membuat Reyhan teralihkan perhatiannya dan nyeletuk iseng, "Diem diem bae lo, Slan. Gak mau bantu gebetan lo, tuh?"

"Hah?" Aslan mengangkat kepalanya. Mendadak salah tingkah. "Gebetan?"

"Iyalah. Kita udah tau kali. Lo naksir, kan, sama El?" tebak Reyhan sambil tersenyum jahil.

"Nggak. Siapa bilang?" balas Aslan.

Azzam memasang wajah meremehkan. "Gak usah bohong lo, Slan. Kalau lo nggak suka sama El, mana mungkin lo mau bantuin dia habis diganggu Calline dan gengnya, apalagi nemenin dia di taman. Iya, kan?" sahut Azzam jahil. Yang sedang dibicarakan hanya dapat menyikut Azzam dan membuat cowok itu meringis.

"Tau darimana lo?" tanya Aslan sambil mengernyit.

Azzam tertawa. "Apa coba yang gue gak tau?"

"Ah berisik lo berdua," ujar Haziq, segera menengahi teman-temannya.

Setelah hening sejenak, tiba-tiba Reyhan berdeham. "Manusia-manusia SMA Bagaskara ini lagi pada kesambet apa, dah? Kok, tumben banget ngelihatin Reyhan yang gantengnya luar biasa ini?" kata Reyhan dengan kadar kepercayaan diri yang melampaui batas wajar.

"Ngawur lo! Pasti mereka lagi ngelihatin Aslan. Di antara kita, kan, Aslan yang paling ganteng," timpal Haziq.

"Eh, nggaklah! Kalau masalah ganteng, Reyhan itu gantengnya memang luar biasa, kok." Reyhan bersorak kecil mendengar pujian Azzam. Aslan dan Haziq sendiri melirik sahabatnya. Mengernyit karena jarang sekali Azzam bicara seperti itu pada Reyhan, orang yang sering ia ajak bertengkar. "Iya, ganteng banget. Saking gantengnya sama kayak tuyul!"

Mereka bertiga kompak tertawa puas. Mengabaikan Reyhan yang menatap mereka dengan wajah masam.

Sementara mereka tengah berbincang-bincang seru, di dalam El sedang memikirkan sesuatu sambil merapikan jilbabnya. Di benaknya kembali terdengar beberapa suara yang sejak kemarin menghantui dirinya.

"Gila, ya? Lo masih percaya kalau dia gak ngelakuin itu? Jelas-jelas ada buktinya, kok!"

"Jangan mau tertipu sama mukanya! Dia cuma pura-pura lesu biar kita kasian sama dia!"

Kita & Luka {Tamat}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang