Premis satu: jika mendekati lebaran maka Mami akan bersih-bersih rumah.
Premis dua: jika mendekati hari Papi pulang dinas dari luar kota maka Mami akan bersih-beraih rumah.
Premis tiga : hari ini tidak mendekati lebaran maupun Papi pulang dinas dari luar kota.
Jadi secara logika matematika kesimpulannya adalah hari ini Mami tidak bersih-bersih rumah.
Cukup sederhana kan? Tapi kenyataannya hari ini Mami bersih-bersih rumah. Sesuatu yang sangat janggal sekali. Biasanya bersih-bersih adalah jatahnya Bibi. Cuma dua kali dalam sejarah Mami melakukan hal itu, yaitu setiap mau lebaran dan setiap Papi pulang dari kencan lama sama Mbak Pertiwi, eh maksudnya Ibu Pertiwi, alias tugas dinas atas nama negara.
Sudah tentu dalam kasus ini ada variabel yang mempengaruhi tetapan konstanta. Nah, apakah gerangan variabel itu?
"Mih, besok lebaran ya?" dengan bodohnya gue nanya sambil nyemilin Malkist Crackers yang bikin serpihan-serpihannya ngotorin lantai lagi.
"Haduh Mamas, kotor lagi kan itu!" gue dilemparin kain pelnya. Eits.. nggak kena.. untung gue sigap. "Dari pada cuma luntang-luntung nggak jelas mending Mamas bantuin Mami. Dari tadi cuma glundang-glundung aja di rumah" gerutu Mami.
"Ya kan lagi day off Mi. Capek. Mana Mamas udah beberapa bulan nggak ketemu dedek cantik. Dilanda rindu tau Mi" curhat gue galau sembari menebar remah-remah Malkist di sana sini. Bikin tanduknya Mami keluar lagi.
"Dibilangin makannya yang bener kok ngeyel!" kali ini punggung gue ditabok kemoceng.
"Awh.. Mami.. Sakit!" gue mengaduh.
"Sini Mami suntik aja sini! Katanya tadi capek? Biar capeknya cepet ilang. Mana tangannya!" teriak Mami kenceng banget.
Gue langsung loncat dan nangkring di atas meja. Takut banget kalau Mami udah sebut-sebut jarum suntik.
"Badan doang yang bongsor. Sama jarum suntik aja takut" ejek Mami menenteng kedua tangannya di pinggang. "Lakik tuh kerjaannya nyuntik, bukannya malah takut suntik-menyuntik. Bisa-bisa kamu pingsan kalau mau nyuntik cewek. Malu-maluin."
"Oh tidak bisa. Kalau nyuntik yang itu mah Mamas udah certified" gue membusungkan dada. "Kan dulu suka nyolong minyak bulusnya Mami."
"Oo.. jadi kamu tersangkannya? Yang suka nyolongin minyak bulusnya Mami? Pantesan cepet habis!"
Mampus. Jadi ketahuan kan?
"Sini kamu! Mami suntik beneran pake suntikan kebo!" Mami mencak-mencak. Baju gue ditarik sampai gue jatuh telungkup di atas lantai. Abis itu muka gue mau disumpel sama kain pelnya. Ini emak-emak satu, suka bar-bar emang kalau sama anak sulungnya.
"Aduh Mi.. Ampun... Iya iya Mamas salah.. Nanti Mamas ganti.." gue mencoba menghindar.
"Telat. Sekarang udah gedhe. Udah nggak butuh!"
"Lama bener gedhenya. Suka dianggurin sama Papi ya Mi?"
Langsung deh muka gue dapet ciuman mesra dari kain pel lagi.
"Mami tega bener sih sama anak sendiri." Gue mewek-mewek. "Kalau lagi jauh ditangisin suruh pulang. Katanya kangen. Kalau udah pulang dianiaya kayak gini. Ini Mamas bela-belain loh stay di rumah buat nemenin Mami, padahal kangen pengen ke Bandung nemenin dedek cantik. Tapi sama Mami malah diusep-usep kain pel gini. Mamas pergi aja ah ke Bandung!" rajuk gue cem perawan batal kawin.
Bukannya dibaik-baikin, eh malah dipersilahkan sama nyokap. "Ya udah sono pergi aja ke Bandung. Orang dedek cantik kamu itu mau ke sini."
"Eh, apa Mi? Dek Naya mau ke sini? Yang bener?" mata gue melotot serasa mau copot.
"Om sama Tante kesayangan kamu juga bakalan pidah ke sebelah. Makanya Mami bersih-bersih ini. Kamu bukannya bantuin malah ngotorin. Udah sana buruan ambil pel satu lagi. Katanya mau jadi mantunya Om Yah. Malu kalau ketahuan joroknya!"
Gue kegirangan, "Beneran Mih? Om Yah dipindah tugasin ke sini ya? Bakalan tetanggaan lagi dong kita Mih?"
Apakah ini adalah sebuah kebetulan?
Tapi gue nggak percaya dengan adanya kebetulan. Bagi gue, kebetulan adalah sebuah istilah Matematika yang peluang terjadinya dapat dihitung dengan teori probabilitas atau teori kebetulan materialisme. Peluang kejadian seperti ini menurut Penrose, seorang pakar Matematika, adalah 1 banding 1010123. Artinya, angka 1 yang diikuti angka nol sejumlah 10123. Bingung? Oke nggak papa. Otak gue emang setara Bill Gates jadi agak sulit dipahami.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, angka tersebut diyakini jauh lebih besar dari jumlah atom di seluruh alam semesta. Bahkan triliunan kali lebih besar dari pada probabilitas nol, yaitu sebuah keadaan dimana angka matematikanya adalah 1 banding 1050.
Hal ini membuktikan jika kebetulan adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Setiap atom di alam semesta bergerak dalam aturan yang melampaui batas pemahaman pikiran manusia. Mereka membentuk sebuah kejadian yang peluang terwujudnya sangat kecil terjadi. Peluang yang selanjutnya orang-orang sebut sebagai kebetulan.
Jadi, pindahnya Om Yah sekeluarga kali ini adalah hasil reaksi alam. Bukan sebuah kebetulan semata. Entah kemana alam akan membawa cerita gue dan Naya. Hanya ada dua kemungkinan yang bisa saja terjadi. Kemungkinan yang disebut probabilitas dua sisi koin. Alam sedang bergerak menyatukan benang merah di antara kita, atau malah ingin memutuskannya.
"Naya juga ikut katanya. Dia kan tinggal bikin skripsi. Nanti sambil nunggu perijinan penelitiannya selesai di urus, bakalan stay di sini dulu sama orang tuanya." Mami melanjutkan.
"Naya juga?" gue kesenangan. Sampai loncat-loncat macem hantu lemper dikejar kodok kesurupan. Goyang pantat ke kiri, lalu ke kanan, lompat jauh, lompat tinggi, gaya lilin, nari zumba, sampai senam poco-poco.
Mami cuma bisa geleng-geleng kepala liat kelakuan gue.
Gue mah masa bodo. Yang ada di kepala gue adalah gimana caranya menyabotase jendela kamarnya si cantik biar gue bisa menyelundup tiap malem tanpa ketahuan ayahnya. Kan lumayan... kelonan anget lagi sama neng cantik. Uhuy...!
Udah ah, gue mau ngitung sudut elevasi jendela kamar Naya dulu. Biar gampang disabotase. Asek asek..
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Before You
RomanceCita-cita gue gak muluk2, cuma menanamkan benih di rahim Dek Kanaya aja. Nunggu sembilan bulan lalu taraaa... gue jadi bapak paling hots seantero pulau Jawa. Tapi gimana mau bercocok tanam kalau lahannya galak kayak gitu, mana bapaknya Jenderal lag...