Dua Puluh Sembilan

1.2K 240 19
                                    

Akhirnya hari itu pun tiba. Nggak tau juga tipu muslihat apa yang dilakukan Mas Bulet untuk meyakinkan para perserta KKN, eh salah, tim penelitian, terutama mahasiswa-mahasiswa kutu buku untuk menyetujui ide kurang waras kami, yaitu piknik. 

Setelah mereka senyam-senyum karena Dareen muncul dari balik pohon beringin buat bergabung dengan kami, baru kami tahu alasannya. Gue sih nggak peduli mau ada seribu peranakan Siti Hawa cengar-cengir liatin Dareen, asalkan dari seribu orang itu tidak ada yang bernama Naya. Tapi kenyataan itu sepahit gibahan tetangga, bro. Naya malah siap grak ada di barisan paling depan. 

Mas Bulet udah mulai senam kerongkongan menyiapkan pidato sambutannya. Dia mulai tarik suara. Mencoba dari nada dasar A minor sampai F mayor. Komat-kamitin bibir kayak pembaca berita yang baru pemanasan. Eh, waktu bilang Assallamualaikum di pidato pembukaan nggak ada yang nggagas sama sekali. Malah pada sibuk bisik-bisik sambil ngelirik otot bisepnya Dareen. Sakit hati lah dia. Makanya, mulai hari itu, Mas Bulet jadi dendam. Dia sering tiba-tiba nyokot lengan Dareen kayak guguk rabies. 

 Alhasil, posisi MC berpindah ke Mas Bumi yang congornya emang rame secara alami. "Sudah siap semuanyaaaa?" teriak lelaki itu heboh. Reaksi yang ditunjukkan tentu sangat berbeda dengan Mas Bulet tadi. Mas Bumi lebih bisa menghidupkan suasana dengan suara cemprengnya. "Kalian semua jenuh kan? Penat kan setiap hari kerja dan kerja? Maka dari itu hari ini kita akan piknik keliling pulau! Yeay! Mana suaranyaaa?"

Krik.. krik.. krik..

Kehebohan Mas Bumi sama sekali tidak ditanggapi para mahasiswi. Mereka masih berasik-asik ria mengangumi ciptaan Tuhan paling nggak manusiawi.

Pria itu tersenyum garing kemudian menyikut Dareen. Artis papan tripleks itu paham. Dia pun bersorak pertama kali memberikan reaksi pada kalimat Mas Bumi.

"Uh yeah!!!" tepuk tangannya segera diikuti peserta lainnya. 

"Jangan khawatir.. jangan khawatir.. Tim kami sudah melakukan penelusuran sebelumnya. Kita sudah menjelajah pulau ini dan menemukan spot-spot yang menarik untuk dikunjungi. Apa kalian siap?" Mas Bumi kembali melontarkan pertanyaan pada khalayak umum.

Dareen kembali berinisiatif untuk memberikan reaksi, diikuti ciwi-ciwi pengagum hidung mancungnya.

"Siaaaap!" Mereka bersorak bersama.

"Destinasi kita adalah pantai Terumbu Karang yang ada di balik bukit itu!" Mas Bumi menunjuk sebuah gundukan tanah hijau yang berjarak paling dekat. "Kita butuh berjalan sekitar empat puluh lima menit."

"Yaaah!" Para peserta langsung lunglai mendengarnya.

"Eits tapi tenang aja. Pemandangan dan medan yang bakalan kita jumpai worth it kok. Ada rawa, hutan mangrove, terus-"

Seorang perempuan berkacamata bulat menginterupsi, "Kita mau piknik apa mau hiking?"

"Iya nih. Masak jalannya jauh banget!" ucap salah satu temannya.

"Loh.. loh.. loh.. Kan untuk mencapai sebuah destinasi yang cantik perlu perjuangan. Ya nggak, Ren!" Mas Bumi nyari bala-bala.

"Bener banget tuh. Untuk dapet yang cantik-cantik butuh perjuangan. Sama kayak kalian, harus diperjuangin!" gombalan si peceran langsung bikin para ciwi-ciwi meleleh seketika. Habis itu mereka nggak protes sama sekali. Ajaib.

"Keburu siang, kita mulai saja perjalanannya! Buat yang cewek-cewek boleh loh jalan bareng kita, ehem, para cowok-cowok biar nggak kesasar dan biar ada yang jagain," ujarnya penuh harap. "Jadi silahkan langsung aja berjajar di samping cowok yang kalian pengen!"

Baru selesai biacara, Mas Bumi, dan kami para cowok muka pas-pasan langsung mati kutu. Pasalnya semua cewek berebut jalan di samping Dareen. Termasuk Kanaya. Hmm..

Sky Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang