Tiga Puluh Empat

1.4K 268 44
                                    

Seharusnya Dareen aman-aman aja waktu jatuhnya nyemplung ke air. Tapi ternyata keberuntungan sedang tidak berpihak pada lelaki itu. Tali-tali yang masih menghubungkan tubuhnya ke paralayang membuat dia tidak bisa bergerak dengan leluasa. Tatkala sebuah gelombang besar menyeret parasutnya ke tengah lautan, tubuh Dareen ikut terpental menjauh dari daratan.

"Dareeeen!" semua ikut panik. Tak terkecuali gue. Refleks, gue segera  melepaskan diri dari tali-tali parasut yang masih mengikat tubuh gue lalu berlari menerjang serbuan ombak.

"Lepasin talinya Ren!!!" entah teriakan siapa itu dibelakang, mungkin saja Mas Bulet, mungkin Mas Bumi, atau malah Mas Jo. Konsentrasi gue sepenuhnya adalah menyelamatkan Dareen. 

Untung gue jago renang. Sebelum Dareen pingsan karena megap-megap kelelep air, tangannya udah berhasil gue gapai. Di tengah-tengah hajaran ombak, gue berusaha mati-matian melepaskan tubuh Dareen dari tali-tali yang melilitnya.

Di saat energi gue mulai menipis, datanglah bala bantuan dari belakang. Ada tangan Mas Jo yang megangin badan gue biar nggak keseret ombak, Mas Bumi yang megangin badan Dareen, dan Mas Bulet bantuin nglepasin Dareen dari lilitan tali-tali itu. Setelah semua terlepas, kami bersama-sama membawa tubuh Dareen yang telah lunglai ke tepi pantai.

"Baringin! Baringin!" Mas Bulet mengintruksi.

Naya dan temen-temennya udah nyiapin bekas parasut gue buat membaringkan tubuh Dareen. Gue tepuk-tepuk pipinya sambil gue sebut namanya. "Ren! Daren!" Tak ada sahutan.

Gue pompa dadanya untuk mengeluarkan air yang masuk menginvasi paru-paru lelaki itu, tapi tetap saja tak berhasil. Akhirnya, tidak ada pilihan lain. Gue kasih Dareen nafas buatan. 

"Uhuk..uhuk.." Dareen sadar dan memuntahkan air dari dalam dadanya.

Kami semua bernafas lega.

Gue beringsut menjatuhkan tubuh ke atas pasir putih dengan nafas masih tersengal-sengal. Mas Jo menepuk bahu gue. "Kerja bagus, Tem!" pujinya yang gue balas dengan mengangkat satu alis.

Namun kalimat Mas Jo belum selesai. "Congor lo maksudanya. Berpengalaman banget lo masalah cucup-mencucup," seringainya menertawai gue.

Pupil mata gue langsung melebar. Gue baru ngeh kalau barusan bibir gue nempel bibirnya si peceren. "Aaaaaaa!!!" Gue langsung lari cari kembang setaman buat ritual buang sial. 

***

Malam datang lebih cepat dari yang gue duga. Mungkin karena gue terlanjur bete dicie-ciein mulu sama duo toak. Padahal apa yang gue lakukan tadi berdasarkan SOP pertolongan pertama pada korban tenggelam. Gue juga nggak doyan cowok ya. Sorry. Masih banyak lubang kenapa harus main pedang-pedangan? Najis mugholadhoh.

Gara-gara kejadian tadi gue malah jadi salah tingkah sendiri. Sebisa mungkin jaga jarak sama Dareen. Tiap mau papasan gue pasti ngumpet. Tapi lama-lama gue mikir, kok gue jadi kayak perawan abis malam pertama malu-malu meong kayak gini? Akhirnya gue hadapi semua cie-ciean duo toak itu dengan jantan.

"Ecie.. cie.. dapet fans service tuh si Item," Mas Bumi memulai.

"Disedot-sedot kayak penyedot debunya teletubbies!" Mas Jo memeragakan gaya sedot menyedot dengan kedua tangannya.

"Pantesan Item bahagia mulu dari tadi. Hahaha.." mereka berdua ngetawain gue sampai puas.

Geregetan, gue samperin keduanya yang lagi duduk di depan api unggun. Kami emang sengaja menghabiskan satu malam di tepi pantai ini. Ngadain acara ala-ala beach camp dengan pinjem tenda punya Om-Om tentara yang baik hati dan takut bapak gue.

Sky Before YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang