Ikut ke Mandalika bukanlah ide yang baik. Bayangkan saja, aku yang terbiasa hidup nyaman di perkotaan harus berdiam di pulau terpencil seperti ini. Akses sinyal terbatas, banyak nyamuk, tidak ada tempat hiburan, dan harus hidup ala kadarnya. Tiap malem aku cuma bisa nangis. Waktu itu masih susah bagiku untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Bahkan airnya pun sempat membuat kulitku iritasi merah-merah. Itu adalah pengalaman paling buruk di hidupku.
Tapi aku tetap bertahan. Semua ini aku lakukan demi Mas Kallan. Laki-laki itu harus bisa terbang setinggi mega angkasa. Aku sendiri yang akan memastikannya.
Aku yakin Mas Kallan akan menyusulku ke sini. Ayah sudah berjanji akan mencarikan jalan supaya Mas Kallan diberi akses ke pulau ini. Namun hari demi hari menunggu, belum ada juga kabar tentang lelaki itu. Aku benar-benar lelah waktu itu. Sampai-sampai di tengah tidur pun aku menangis.
Hingga suatu malam, terasa ada yang berbeda. Aku merasa lebih nyaman dan tenang. Dalam alam bawah sadarku aku memanggil namanya, dan dia seperti datang ke pelukanku, mengatakan semua akan baik-baik saja. Itulah malam pertama aku bisa tidur dengan tenang di tempat asing itu.
Pagi harinya, aku benar-benar bertemu dia. Tanpa duga tanpa kira, Mas Kallan tiba-tiba muncul di depanku. Bersamaan dengan munculnya seseorang yang lain, orang yang sebelumnya hanya bisa aku kagumi dari jauh, Dareen.
Aku memang menyukai Dareen. Namun rasa sukaku bukanlah rasa suka perempuan terhadap lelaki. Aku menyukainya seperti siang menyukai matahari dan seperti malam menyukai rembulan. Keindahan yang hanya bisa dinikmati dari jauh.
Tidak aku pungkiri aku sangat senang bertemu langsung dengan idolaku. Seseorang yang menyuntikkan semangat dalam dunia imajinasiku. Seseorang yang membanjiriku dengan energi endorphin di saat aku mulai lesu.
Namun bintang tetaplah bintang. Aku adalah bumi yang mengagumi keindahannya dari jauh. Bintang mengisi malamku yang gelap dan sunyi menjadi bertaburkan cahaya.
Bumi bisa tetap ada tanpa bintang, namun akan porak poranda tanpa langit. Mas Kallan, dialah langitku. Langit yang selalu membubuhkan atap untuk bumi berputar, langit yang selalu ada di kala siang maupun malam. Namun langit seharusnya berada di atas. Mengangkasa tinggi bersama mega dan nebula. Bukan malah berpijak di tanah sepertiku.
Langitku itu pintar. Tapi terlalu bodoh jika bersama diriku. Aku tahu aku harus melepasnya suatu saat nanti. Meskipun sakit, tapi inilah bukti cintaku pada lelaki itu.
"Heran aku tuh. Kamu brand ambasaddornya Malkist apa gimana sih?" Mas Bumi pasti geleng-geleng kepala tiap aku dateng membawa seplastik penuh Malkist.
Aku cuma nyengir. "Mamas suka tiba-tiba bego kalau puasa nyemil. Minta tolong ya Mas taruh di dapur, biar diambil Mamas."
"Kamu ngasih sendiri kenapa, sih?" Lelaki itu mengambil plastik yang aku sodorin ke depan mukanya.
"Jangan. Nanti dia baper. Mas Bumi aja!" alasanku.
"Kenapa kalau baper? Dia bakalan overdosis gitu? Kejang-kejang, ayan, terus berubah jadi zombie?" kelakar lelaki itu mengajak bercanda.
"Bukan gitu ih! Kebaperan bisa bikin Mamas goblok seketika. Segala macem kerjaan ditinggalin cuma buat senyam senyum kayak orang bloon. Nanti nggak selesai-selesai bikin pesawatnya!" aku menerangkan.
Mas Bumi ngangguk-angguk, "Bener juga tuh. Perhatian banget sih kamu sama Mamasnya!" Mas Bumi mulai godain aku. Dicie-cien mulu bikin aku memerah.
"Tapi.. tapi.. Mas Bumi jangan bilang-bilang ke Mamas ya. Please.." Aku memohon agar lelaki itu mau berkompromi menyembunyikan perhatianku ke Mas Kallan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Before You
RomanceCita-cita gue gak muluk2, cuma menanamkan benih di rahim Dek Kanaya aja. Nunggu sembilan bulan lalu taraaa... gue jadi bapak paling hots seantero pulau Jawa. Tapi gimana mau bercocok tanam kalau lahannya galak kayak gitu, mana bapaknya Jenderal lag...