Hari ini hari kedua ujian dan semuanya jalan kaya biasanya, ujian hari ketiga dan keempat juga kaya biasa. Bedanya hari keempat banyak anak anak yang nggak langsung pulang. Tapi masih pada kumpul kumpul disekolah. Ada yang di taman, diperpus, dikelas, dan yang paling banyak ya dikantin. Kaya gue sekarang sama Sarah.
"eh gila rasanya beban yang selama ini gue pikul waktu SMA jadi berhamburan jatuh" kata Sarah alay
"gue juga sih, tapi masih belom abis si ini pikiran. Soalnya gue masi mikirin kuliah"
"Kalo itu sih gue nggak mau ambil ribet. Kalo ngga lewat ya ikut tahun depan. Tahun ini mau leha leha dulu. Hehe" kata Sarah cengir kuda.
Gue cuma geleng geleng, sudah biasa.
Baru aja kita mau balik, tiba tiba Ilham datang. Sambil ngos ngosan dan megang beberapa lembar kertas.
"loh ada apa ? oh proposal rohis ? masih dirumah. Kalo emang perlu banget besok gue antar kok" kata gue sambil beresin beberapa piring makan bekas gue dan Sarah.
"bukan, bukan kok. Gue mau bicara yang lain. Bisa?"
"Oh bisa kok"
"tapi berdua ?" kata Ilham melirik Sarah yang udah siap siap mau ikut.
"Yahh, yaudahdeh !" kata Sarah bete.
"lo pulang duluan aja kalo gitu" kata gue ke Sarah
"Iyaiya" kata Sarah makin kesal
"Bye ! woi lo Ilham, Therenya jangan diapa apain" kata Sarah dengan nada judes.
"Iya iya pulang sono!" kata Ilham sambil terus berjalan kedepan
"Wes ini juga mau balik" kata Sarah menggelegar.
Gue ninggalin Sarah yang udah mau pergi, dan memutuskan buat jalan dibelakang Ilham. "mau bicara apa ?" tanya gue masih dibelakang Ilham.
"Penting pokoknya, kalo nggak hari ini pokoknya nggak bisa"
"tentang rohis ya? Kan udah gue bilang kalo proposalnya dirumah. Lagian kemarin lo ngga bilang sih"
"bukan, "
"terus?"
"bisa diam dulu nggak ? gue mau tenangin pikiran dulu"
"lah..?"
"kalo gue nggak bilang saat ini tapi abis ini kita ngga pernah ketemu lagi, mungkin gue bakal nyesel banget" kata Ilham sambil melihat sekeliling
Gue jadi natap Ilham dalam. "kalo nggak penting awas aja ya!" todong gue ke dia.
Ilham masih liat langit sore yang masih cerah, "dulu awal masuk sekolah gue ogah dah berduan sama lo. Sok alim banget nggak gue?"
"banget !" kata gue mantap setelah mendengarkan dengan seksama cerita Ilham barusan.
"yaudah sekarang gue mau jujur" kata Ilham yang sekarang natap gue.
"jujur ? jadi selama ini lo kalo ngomong ngelantur ?"
"ya bukan, gue mau jujur dari lubuk hati gue paling dalam"
"oke oke, apa ?" kata gue mulai serius dan balik natap Ilham.
"gue.. gue suka sama lo dari awal lo belain gue. Dari awal lo perhatian dengan ngasih gue minuman. Gue sayang sama lo, gue makin sayang ketika gue tau ternyata kita udah deket dari kecil. Gue jadi makin jagain lo, ya walaupun nggak keliatan" kata Ilham yang tatapannya berpindah dari gue ke tembok belakang gue. Matanya menghindari tatapan gue.
Sedangkan gue ?
Mati aja nih
Atau ?
Pura pura pingsan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah, Love and Destiny •Huang Renjun
Teen FictionArleta Theresa Putri, wanita cantik, pintar dan kaya raya harus memulai hidupnya tanpa kasih sayang kedua orang tua. Tapi apa yang terjadi ketika There jatuh cinta kepada lelaki dingin bahkan sangat dingin bernama Ilham Aditya Alatas yang bersifat r...