Hari ini semua panita kerja lembur bagai kuda. Mau OSIS, rohis, pramuka, PMR pokonya semua panitia yang bikin acara ini berlangsung harus kerja.
Kita sekarang lagi diaula. Soalnya besok acaranya. Jadi yang paling sibuk panitia konsumsi OSIS, gimana nggak mereka musyawarah menu makanan dari jam 8 sampe sekarang udah jam 10 lewat.
Hadehh capek.
"Za jangan ngasal dong guntingnya. Lo kira ini karton kita belinya banyak apa?!"
"Sil inikan harusnya ditempel disitu kok malah disini ?"
"Al lo kerja yang bener dong ini kok jatoh lagi stikernya"
"Bg Dafa lo aja yang cat papannya. Gue pasang banner sama There"
Plis ini mereka mau tandingan ya sama anak kelompok konsumsi siapa yang lebih keren debatnya.
Untuk beberapa saat gue cengo. Otak gue blank gitu aja.
Gue keluar aula buat hirup udara segar. Didalam terlalu pengap.
"Ngapain lo. Panitia kerja sono"
Aku memijit kepalaku, entah dari mana datangnya Rezvan tiba tiba berada didepanku. Sambil mengomel tidak jelas.
Aku terdiam dan terduduk lunglai di lantai aula.
"Nih, gue tau lo cape" sambil menyerahkan dua botol minuman susu rasa buah.
Aku hanya diam. Tidak menggubrisnya. Beberapa detik kemudian dia duduk disebelah ku. Meletakkan botol itu didepan ku.
"Minum elah sok jual mahal"
Aku menatap Rezvan tajam. Dengan kesal aku mengambil minuman itu dan meneguknya.
Rezvan tertawa puas.
"Rabu depan gue tanding. Nonton ya"
"Kalo sempet gue datang. Kalo ngga ya nggak"
"Kabarin"
"Ha?"
"Kabarin kalo ngga bisa. Kalo minta jemput juga kabarin"
Aku hanya mengangguk kaku. Padahal belum seminggu aku mengenalnya kenapa percakapan ini seperti orang yang sudah saling mengenal puluhan tahun.
"Gue masuk dulu ngga enak sama yang lain"
Rezvan mengangguk sambil berdiri.
"Gue juga mau kekelas" ucap Rezvan dan segera berlalu.
Aku kembali masuk ke dalam aula. Tampak Arza dan Dafa tengah sibuk memasang bannernya. Alya sibuk dengan dekorasi dinding dekat pintu. Dan Sisil sibuk dengan memasukkan sarung kursi.
Aku masuk dan segera membantu Sisil.
"Eh Ther kayanya ini kurang deh sarungnya"
"Yaudah biar gue aja yang ambil diruang seni"
"Gue ikut sekalian mau ngambil gorden ini jendelanya polos banget" ucap Alya dengan wajah jengahnya menatap jendela.
"Yaudah ayokk" ucapku sembari keluar aula.
Ruang seni berada di lantai dua dekat dengan ruangan rohis dan beberapa ruangan organisasi lainnya.
Saat kami sedang menaiki tangga, aku melihat Ilham menuruni tangga dengan langkah yang terburu buru.
"Eh Ilham kenapa tu?" Ucapku pada Alya berharap dia tahu banyak tentang Ilham.
"Eh lo ngga tau ? Dia itu ketua rohis cowo"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah, Love and Destiny •Huang Renjun
Teen FictionArleta Theresa Putri, wanita cantik, pintar dan kaya raya harus memulai hidupnya tanpa kasih sayang kedua orang tua. Tapi apa yang terjadi ketika There jatuh cinta kepada lelaki dingin bahkan sangat dingin bernama Ilham Aditya Alatas yang bersifat r...