Part 1

57.9K 962 26
                                    

Pencet bintangnya dulu🌟

Aku tidak tau, apakah aku harus bahagia atau sebaliknya. Di sisi lain, aku bahagia karena sebentar lagi akan menimang seorang bayi, walaupun bukan dari rahimku.

Namun, di sisi lain juga ... aku harus bisa menerima kenyataan, bahwa suamiku akan menikah lagi. 

Yah, aku akan segera menimang bayi dari istri kedua suamiku. Singkat cerita, pada saat weekend, aku dan suamiku berkumpul di rumah mertuaku.

Walaupun mertuaku tidak menyukaiku, aku harus tetap berlaku sopan terhadapnya.
Sebenarnya, ia menyukaiku, tapi setelah hampir dua tahun menikah, kami belum di karuniai seorang anak.

Aku dan suami pun, segera memeriksa diriku di rumah sakit. Dan, boom ... aku dinyatakan mandul. Sejak saat itulah mertua tidak menyukaiku.

Saat kami tengah berbincang di ruang keluarga, meskipun aku harus mendapatkan tatapan sinis dan ucapan pedas, tiba-tiba ada yang memencet bel dengan tidak sabaran, dan menggedor-gedor pintu. 

Ibu mertua langsung menyuruh Bi Inem, untuk membukakan pintunya.

Tepat pada saat Bi Inem membukan pintunya, langsung saja seorang gadis cantik yang kira-kira berumur dua puluh empat tahun, menerobos masuk sembari menangis sesegukkan, lalu meneriakki suamiku.

"Christian!" Gadis itu bersimpuh di lantai.

Drama macam apa lagi ini, ya Tuhan.

Pak Bambang, selaku satpam rumah mertua, datang dengan tergesa-gesa. "Maaf, Bu, tadi sudah saya larang masuk tapi mbak ini mengancam saya untuk melukai tubuhnya sendiri dengan kaca yang entah dari mana.

"Hm, lain kali lebih tegas, ya," ujar mertuaku.

"Baik Bu, permisi." Pak Bambang berlalu.

Kemudian, Ibu mertuaku beralih menatap tajam pada gadis yang masih bersimpuh di lantai. 
"Siapa kamu?! Apa maksud kedatanganmu kemari? Dasar nggak sopan!" ketusnya.

Kami masih terdiam.

Gadis itu menunjuk Christian. "Dia, dia pria brengsek yang udah hamilin aku!" jerit sang gadis.

Aku terkejut. Bagaimana bisa Christian setega itu merusak gadis cantik ini? Tidak. Pasti ini hanya kesalahpahaman saja.

Aku ingin berbicara tapi, aku masih menahannya. Jujur, perempuan mana yang rela suaminya menghamili perempuan lain. Aku harus berusaha positif thinking.

Papa mertua, Christian, belum ada yang terlihat ingin mengeluakan sepatah kata. Aku pikir, ibu mertuaku akan memarahi gadis itu, tapi ternyata dugaanku salah. 

"Kamu hamil?! Astaga, Sayang! Kenapa baru datang sekarang, hm?"
Tunggu, apa maksudnya? Kenapa ia tidak memarahi gadis itu? Apa mungkin, karena ia berpikir akan segera mendapat cucu?!

Aku menatap Christian meminta penjelasan. Namun, apa yang kudapatkan? Ia justru hanya diam membatu.

Kemudian, aku beralih menatap ibu mertuaku.

"Udah Nak? Jadi, kenapa kamu bisa hamil?" Rasa iri mulai merambat di dadaku.

"W-waktu it-u,  Chris-Christian—" 

"Sttt, minum dulu, ya? Bi ... Bi Inem?"

Bi Inem datang dengan tergopo-gopo. "Iya Bu?" 

"Tolong ambilkan menantuku air minum." 

Rasa iri dan rasa tidak terima, menguasaiku saat mendengar sebutan menantu untuk gadis yang tidak jelas. "Bu? Maksud Ibu apa? Menantu?!" tanyaku sambil berdiri.

"Iya, dia menantu saya! Kenapa, nggak suka?!"

"Tapikan, aku menantu Ibu? Siapa dia yang Ibu bilang, menantu Ibu? Asal-usulnya aja nggak jelas! Dan, apa ada bukti, kalau bayi yang ia kandung, anak Christian?! Nggak kan!" Aku berdiri, kemudian membentaknya.

"Hee! Apa maksud kamu bilang menantu saya nggak jelas?! Bukannya kamu yang nggak jelas?! Sudah hampir dua tahun nggak ada tanda-tanda hamil?!"

Deg!

Apa aku mandul itu salah ku? Apa aku yang meminta nya? Tidak! Aku tidak pernah meminta itu! 
Aku ingin bicara ... tapi, seperti ada sesuatu di tenggorokanku yang menahannya.

"Udah? Udah sadar diri?! Masih mending gadis ini mau kasih saya cucu! Dari pada kamu." Ia menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Cih, nggak berguna! Christian, lebih baik kamu cerain perempuan penyakitan itu dan menikahi gadis ini! Tau-tau iya sudah mengandung anakmu! Bukan kayak dia! Pokoknya kalian harus menikah! Nggak ada penolakkan!"

Sudah, runtuhlah pertahananku. Apakah aku sehina itu? Apakah semua perempuan mandul, harus di pandang sebelah mata seperti itu?! Tidak cukupkah mereka menyiksaku secara batin? Aku hanya ingin bahagia ... seperti yang lain ... bukankah ini tidak adil bagiku? 

"Ma, cukup!"

Christian berjalan ke arahku, dan memelukku. "Udah, jangan dengarin mama, kamu nggak sehina itu, aku tetap sayang sama kamu. Kamu tetap Ibu dari anak-anakku dikemudian hari." Seperti energi, ungkapan Christian mampu mengembalikan semangatku.

Ya, benar. Kenapa aku meragukan suamiku dengan terhasut perkataan mertua? Kamu bodoh Aurora, kamu bodoh! Baiklah, aku harus berani terhadap mertuaku itu! Aku, harus mempercayai suamiku.

Bagaimana pun juga, aku dan dia telah bersusah paya, mempertahankan rumah tangga kami.

Aku tidak boleh goyah hanya karena kedatangan gadis tidak jelas ini!Aku pun mengangguk, dan melepaskan pelukan Christian.

"Oke, kalian boleh menikah sampai bayi itu lahir. Tapi, kalau terbukti bayi itu bukan anak Christian, kalian harus cerai!" Aku berusaha menguatkan hati.

"Apa-apaan ka—"

"Iya atau nggak sama sekali. Mau dibuat gimana pun, aku masih istri sah Christian!" potongku tegas.

"Oke, kalau terbukti bayi itu anak Christian, silahkan tanda tangan surat perceraian." 

Rasa marah dan ingin membantah, tentu saja kurasakan."Iya atau nggak sama sekali. Mau gimana pun, saya tetap ibu kandung Christian."

Hah! Ia membalikan perkataanku. Aku menarik nafas dan berkata,"Baiklah, aku terima."

Aku tidak tau, di kemudian hari, aku akan menyesali perkataanku ini. Tapi tidak. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk mempertahankan rumah tangga ini. Semoga saja.

🍁🍁🍁

Part pancingan.
Jika ingin di lanjutkan, silahkan tinggalkan jejak🌷

Dua Istri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang