Pencet dulu bintangnya baru baca 🌟
"Aurora?"
Aku menggeliat lalu duduk untuk mengumpulkan nyawa. Dengan rambut acak-acakan dan mata sembab, aku turun dari tempat tidur untuk membuka pintu.
"Good morning, Sweety!"
Sapaan itu, membuatku yang sedang mengucek mata, mengalihkan pandangan ke arah Pria yang sedang menatapku dengan sorot mata yang teduh.
"Y-ya, good morning D-Damian," balasku sambil menggaruk tenguk yang tidak gatal. Aku bingung harus memanggilnya apa setelah semuanya.
Ia melihat jam yang ada di tangannya dengan dahi mengerut. "Ehm, bisakah Kau sarapan sendiri? Aku ada pertemuan penting, pagi ini."
"Ya, tidak usah memikirkanku," jawabku berusaha mengalihkan pandangan darinya. Sebenarnya, aku tidak ingin Ia melihat mata bengkakku. Pasti jelek sekali.
"Oke. Ingat, Sweety, Kau tidak boleh mengerjakan pekerjaan rumah atau sesuatu yang berat, aku tidak ingin Kau lecet. See you!" pamit Damian tersenyum manis.
Saat akan membalikan tubuh untuk ke kamar mandi, Damian berkata lagi. "Oh, ya, aku sampai lupa."
"Apa?" tanyaku pada pria bersetelan formal itu.
"Jam sepuluh, Emily akan datang ke sini. Ia yang akan menjaga dan menyiapkan keperluanmu selagi aku tidak ada di sini. So, jika Kau membutuhkan sesuatu, bilang padanya, Ia akan mengabulkannya. Emily, salah satu orang kepercayaanku, jadi jangan coba-coba untuk berbohong," jelas Damian yang diakhiri seringaian.
Penjelasan Damian, dari awal sudah membuatku melongo. Apa-apaan, Ia menyuruh orang untuk menjagaku. Memangnya, aku anak kecil?!
"Aku bisa menjaga diriku sendiri!" protesku kesal.
"Ck, bisa menjaga diri sendiri? Lalu, ini apa?" Tunjukknya pada lenganku yang ada bekas goresan semalam. Dengan cepat aku menarik dan menyembunyikan tanganku.
"I-itu, 'kan tidak sengaja!" seruku terbata-bata. "Aku juga melakukan itu cuma kalau lagi frustasi ...." lirihku sambil menunduk.
Damian, memegang pipiku, lalu mengangkat hingga aku bisa melihat wajahnya. "Hei, listen. Aku mengirim Emily kemari, bukan hanya semata-mata aku tidak ingin melihatmu kelelahan karena kondisimu belum stabil atau menyiapkan segala keperluanmu, tidak. Aku tau, Kau membutuhkan seseorang untuk mencurahkan isi hatimu, dan aku pikir Emily adalah orang yang tepat. Ayolah, Aurora ... ini demi kebaikanmu, ya?"
Dengan isakkan tertahan, aku langsung menerjangnya dengan pelukan. "Damian ...."
"Iya Sayang, iya." Damian membalas pelukanku tak kalah erat.
"Terima kasih ...," lirihku dengan suara serak. Aku tidak tau kenapa akhir-akhir ini, aku lebih gampang menangis. Mungkin karena aku sudah lelah dengan masalah yang terus menimpa rumah tanggaku.
"Anything for you." Damian mengecup dahiku.
Pengaruhnya ternyata berakibat besar pada wajahku yang kurasa telah bersemu. Aku belum terbiasa.
"Ehmm." Aku berhendam untuk menetralkan wajahku.
"Aurora?!" panggil Damian, yang telah meletakkan tangannya di bahuku.
"Kenapa?" tanyaku bingung melihat raut wajahnya yang sedikit panik.
"Wajahmu! Ada sesuatu di wajahmu!"
Dengan panik, aku menangkup wajahku. "Ada apa, Damian?!" Tidak mendapatkan jawaban dari Damian, aku segera berlari ke arah kaca.
Ha? Tidak ada apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Istri
ChickLitWarning 21+ Harap bijak dalam membaca! Bagaimana jika seorang gadis masuk ke dalam rumah tanggamu dan mengaku hamil anak suamimu? Bagaimana perasaan dirimu sebagai seorang istri? Apakah kau mampu mempertahankan rumah tanggamu ? [Belum Revisi] 1#...