Part 10

13.3K 295 7
                                    

Press the star firs 🌟

Ditemani kopi hangat, aku duduk di kursi yang ada di depan rumah. Aku mengenakan kaos putih polos dan celana training. Hari mulai menjelang malam. Udarapun semakin dingin.

Aku telah sampai di rumah mama.

Ternyata, ia hanya kelelahan dan kurang gizi. Namun, aku masih harus menjaganya sampai ia benar-benar sembuh.

Padahal, sebelum ikut Christian, aku menawarkan mama untuk memakai pembantu, tapi mama menolaknya.

Hah, telah satu minggu aku di sini. Semuanya baik-baik saja, kecuali Christian yang mulai susah dihubungi.

Hari pertama, kami teleponan bisa empat sampai lima kali. Tapi sekarang, jangankan satu hari sekali, dua hari sekali saja ia susah dihubungi, syukur-syukur kalau ia angkat.

Kring kring!

Ahh, ada yang menelpon. Kira-kira siapa, ya? Segeraku ambil handphone yang tergeletak di atas meja sampingku.

Nama yang tertera di layar, membuatku kaget bukan main.

My frog Prince is calling

Dengen penuh semangat aku langsung mengangkat teleponnya.

"Halo, Chris? Tumben kamu telepon." Berbasa-basi menjadi awal pembuka ucapanku.

"Halo, Aurora. Emangnya gak bisa, ya, telepon istri sendiri?" kata Christian di sebrang sana.

"Maksudku bukan gitu, tapikan kamu akhir-akhir ini udah jarang dihubungi, kenapa? Udah lupa punya istri, huh?"

Aku berpura-pura marah dengan membuat nada ketus. Padahal di dalam hati, udah guling-guling. Abaikan.

"Bukan gitu, sayang ..., di kantor lagi banyak masalah. Mana si Anton ambil cuti dua bulan lagi, karena istrinya lahiran. Makanya semua aku yang kerjain, sambil menunggu sekertaris baru," jelas Christian

Ya, Tuhan, maafkan aku yang sempat berpikiran buruk tentangnya.

"Anton si sekertaris ganteng, kamu itu?" tanyaku. Mari kita lihat reaksinya, hihi.

Terdengar geraman, dari sebrang sana. Bisaku tebak. Pasti matanya berubah menjadi tajam dan mengepalkan tangannya. Biarkan saja, emang dia pikir enak kalau lihat ia dekat sama Sohena.

"Ayolah, Aurora ..., dia sudah punya istri dan sebentar lagi akan punya anak, kamu juga udah punya suami."

Ahh, betapa senangnya aku saat dia cemburu begini.

"Emangnya kalau dia belum punya istri aku boleh deketin dia? Kan kamu punya dua istri, berarti aku boleh dong, punya dua suami?" tanyaku, berpura-pura polos.

Astaga, pasti ia akan meledak! Haha.

"Boleh saja," jawabnya enteng.

Argh, tidak! Ini tidak sesuai ekspetasiku!

"Kamu, izinin? Oke." Akupun membalasnya, dengan santai. Padahal dalam hati, mewek.

"Silahkan saja, sebelum aku mengurungmu di kamar."

Ahh, Christian! Akanku laporkan kamu pada polisi! Karena telah membuat jantung anak orang berdetak kencang!

"A-haha, hanya di k-kamar, kan? Cih, itumah gampang! Kan ada jendela, tinggal lompat aja. Dan, boom! Aku bebas!" Aku masih mau tidak kalah.

"Oh, begitu? Aku yakin kamu ngga bisa melompat--, emm berjalan pun nggak bisa, setelah kita bermain tempur-tempuran di ranjang."

Ahh, Mama ..., tolong anakmu ini, yang sudah jantungan stadium akhir!

Dua Istri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang