Pencet bintangnya dulu baru baca 🌟
"Papa Ian? Whele is Mom?"
"Jochia? Mommy di sini," ujarku pada gadis mungill yang sedang bergelayut manja di kaki Damian.
Gadis mungil itu yang mengetahui keberadaanku, segera berlari ke arahku dengan antusias. "Mommy! Papa say, Cia mau naik ailplane!"
"Benarkah? Jadi anak mommy mau naik pesawat, hm?" tanyaku sembari memeluk dalam gadis mungil yang tengah berceloteh.
"Yes, Mom! Mommy halus ikut!" Penat sehabis pulang kerja, segera terangkat kala melihat gadis mungil ini tersenyum.
"Iya, Sayang. Cia masuk kamar dulu, ya? Nanti mommy nyusul." Aku menyuruh gadis mungil itu untuk menungguku di kamar, dan menatap tajam pria yang berdiri kaku agak jauh dari hadapanku. "Dan kau Damian, aku 'kan udah bilang, jangan selu bicara bahasa inggris sama Cia."
"No Mommy, no. Call him, Papa!"
"Cia?" ujarku lembut.
Gadis mungil itu menunduk, menyadari kesalahannya. "Yes Mom, solly."
Aku tersenyum, lalu mengusap lembut rambut gadis mungil yang sangat menggemaskan. "Nggak papa, Honey. Sekarang pergi ke kamar, hm? Tunggu mommy."
"Okay!"
"Sweety, sorry." Damian menggenggam tanganku.
"Hah, jangan dibiasakan bercerita bahasa inggris, Damian. Cia tinggal di Indonesia, nanti dia susah beradaptasi kalau udah sekolah."
Tangan kirinya bertengker di pinggangku, dan sebelahnya lagi di tengukku sembari mengusap-usap pipiku. "Hm, tidak janji. Papanya ini sudah terbiasa, Sweety. Lagian, jarang-jarang, aku bicara seperti itu padanya."
"Ck, dasar batu, kalau dibilangin." Aku menatapnya sebal.
"Yeah, that's me. Btw, bersiaplah untuk besok. Kita akan ke Sydney, ulang tahun pusat perusahaanku."
"Kenapa mendadak?" tanyaku membalas pelukannya.
"Kau tau 'kan, aku baru pulang kemarin dari Sydney? Aku lupa mengabarimu, maaf," ujarnya santai.
"Ya, ya. Terserah." Aku memutar bola mataku dengan malas.
Cup!
"Sudahlah, temui gadis kecilku sana. Dan jangan lupa untuk mandi. Karna sepertinya, aku mencium bau yang tidak en—"
"Kalau kamu mencium sesuatu yang nggak enak, kenapa tadi pake cium di pipi segala?!" seruku.
"Terserah aku, mulut, mulut aku."
Menatapnya sebal, aku berusaha melepaskan diri dan terlepas. "Whatever, bye!" Berlalu meninggalkannya yang sedang cengengesan.
***
Ceklek!
"Cia? Lagi apa, Sayang?" tanyaku pada gadis mungil yang membelakangiku di atas ranjang.
"Mom? Uncle ini, ciapa?" Walaupun masih berumur dua tahun, Jochia telah lancar berbicara meskipun tidak terlalu jelas saat mengucapkan 'R'.
"Yang mana, Sayang?" Karena posisinya yang membelakangiku, aku tidak bisa melihat, siapa yang dilihat Jochia.
"Ini, Mom."
Deg!
I-itu 'kan, fotoku dan Christian? Dari mana ia menemukannya?
"C-Cia, dari mana Cia dapet foto itu?" Suaraku serak.
"Di situ, Mom." Ia mengarahkan jari mungilnya ke arah rak meja samping ranjang. "Uncle ini ciapa, Mom? Handcome ...," lirihnya sembari menatap bingkai itu dengan polosnya.
Menghapus air mata, aku tersenyum menatapnya. "Cia, mandi dulu—"
"No Mommy, Uncle ini ciapa?"
Apa aku harus jujur? "Dia, Dad– temen mommy! Y-ya, Uncle-nya Cia, Uncle Christian."
"Uncle Tian? Whele is he, Mom? Cia mau ketemu!"
A-apa? Bertemu.
"Em, Uncle T-Tian, lagi kerja, Sayang. Kerja di tempat jauh ...." Maafkan mommy, Sayang.
"Kelja? Jauh? Tapi Cia mau ketemu, Uncle ...." Mata gadis mungil itu berkaca-kaca. Ya Tuhan, aku tidak bisa.
"Cup-cup, nanti kita ketemu Uncle—"
"Benel, Mom? Yeay, Cia mau ketemu Uncle! Papa ... Cia mau ketemu Uncle Tian!" Cia berlari keluar, dan berteriak antusias pada papanya.
Bertemu? Bagaimana bisa ....
***
"Hei? Kau kenapa?"
Aku terlonjak kaget, saat sedang mengaduk teh di dapur, ada yang memegang bahuku. "A-ah, Damian. Biasa, lagi buat teh panas. Kamu mau?"
Pria dengan kaos hitam itu, terlihat mengernyitkan dahi. "Ya, tolong buatkan matcha tea tanpa gula. Aku menunggumu di ruang depan."
Hah, ayolah, Aurora ... itu sudah lama. Semangat! Kamu pasti bisa!
"Sesuai pesananmu Tuan. Matcha tea tanpa gula yang pahit seperti hidupmu." Aku meletakkan segelas matcha tea di hadapan pria yang sedang fokus oleh laptop dengan kaca mata menggantung. Membuatnya berkali-kali lipat menggairahkan.
"Terserah. Apa kau memberitahu tentang Christian pada Cia?"
Dalam sekejap, rautku yang tadinya tersenyum miring karena menjahili Damian, berubah sedikit sendu. "Y-ya."
"Sudahlah, jangan sedih seperti itu. Lagian, Cia terlihat senang."
"I-iya, tapi—"
"Kemarilah." Aku mendekatinya. Memeluknya dan menyembunyikan wajahku pada dadanya. Sudah hampir tiga tahun bersama, aku sudah tidak canggung lagi.
"Walaupun ia tau kalau papa-nya, aku, tetap saja dia berhak tau yang sebenarnya. Tapi tidak harus sekarang juga, hm? Masih banyak waktu. Biarkan sekarang ia menganggapku papa, belum saatnya ... aku akan berusaha membahagiakan kalian."
"I-iya, makasih Damian." Aku semakin menenggelamkan tubuhku padanya.
"Semua untuk orang yang kucintai."
🍁🍁🍁
- Whele is Mom?/ where is Mom?= Di mana Mama?
-Mommy! Papa say= Mama! Kata Papa
-Ailplane/Airplane= Pesawar terbang
-Yes Mom= Iya Ma
-No Mommy, no. Call him Papa!= Tidak Mama, tidak. Panggil dia Papa!
-Yes Mom, solly/sorry= Iya Ma, maaf
-Yeah, that's me= Ya, itu aku
-Whatever= Terserah
-Handcome/handsome= Ganteng
-Uncle= Paman
_________
Hello! Maaf lama update dan pendek. Suka lupa hehe. Kalau aku udah gak update lagi, itu tandanya aku lupa. Spam komen ya, supaya masuk notif, terus gak lupa deh;)
Jangan lupa vote dan komen!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Istri
ChickLitWarning 21+ Harap bijak dalam membaca! Bagaimana jika seorang gadis masuk ke dalam rumah tanggamu dan mengaku hamil anak suamimu? Bagaimana perasaan dirimu sebagai seorang istri? Apakah kau mampu mempertahankan rumah tanggamu ? [Belum Revisi] 1#...