Part 9

11.5K 279 5
                                    

Press the star first 🌟

"Aurora? Kayaknya kamu deket, ya sama cowok yang jadi pasangan dansa kamu."

Saat ini aku dan Christian, sedang berbaring di hotel yang kami tempati selama di Amsterdam, Belanda.

Perkataan Christian tentang Damian, membuatku yang sedang menonton, mengalihkan pandangan terhadapnya.

"Oh, Damian. Kami cuma ngobrol biasa. Cuma seputar kehidupan secara formalitas. Seperti saling tanya nama, umur, pekerjaan."

Aku menjawab jujur. Minus soal siapa sebenarnya Damian.

Flashback

"Mohon maaf, kita pernah bertemu sebelumnya? Jika benar, di mana? Kapan? Dan kau sebenarnya siapa?"

"Oh, aku ingat. Kau pasti tidak melihat wajahku karena kau pingsan duluan, right?" tanya Damian

"Emm, tidak salah lagi, kau adalah pria yang memukuli suamiku, kan?" Ya, pasti aku tidak salah.

"Cih, suamimu katamu? Open your eyes, woman. Tidak ada suami yang membentak apalagi menampar istrinya hanya karena istri kedua!"

Darimana ia tau, Christian memiliki dua istri?

"Istri ke dua? Maksudmu?" tanyaku.

"Aku benar, bukan? Ayolah, Aurora. Jadi istri jangan terlalu bodoh!"

Ia mulai membentak, walaupun pelan.

"Listen! Kau tidak perlu tau, aku tau tentang kehidupanmu. Tapi dengarkan aku. Aku tau kau wantia yang pintar, bisa membedakan mana yang benar atau salah. Terserah, kau akan mendengarkan atau tidak. Apakah menurutmu kau akan bertahan dengan suamimu dengan adanya orang ke tiga?"

"Aku tidak tau," gumamku

"See? Kau saja tidak yakin bisa bertahan atau tidak. Kenapa kau tidak menceraikan saja, Aurora ..., dengan tampangmu dan fisikmu yang cantik seperti ini, kau bisa mendapatkan yang lebih baik darinya," jelas Damian.

Apakah aku harus menurutinya?

"Tidak Damian, tidak! Kita baru kenal beberapa menit yang lalu, dan kau siapa mau menasehatiku? Ini kehidupanku, aku sendiri yang akan mengurusnya!"

Siapa dia berani-beraninya mencampuri urusanku?!

"Kau terlalu naif, Aurora! Tapi terserah. Aku melakukan ini bukan karena aku menyukaimu atau apa! Tapi aku berusaha untuk tidak membuat kejadian ini ter-- sudahlah, lupakan."

"Ter? Apa Damian? Kau tau sesuatu, bukan?" tanyaku seraya meremas pundaknya. Ya, saat ini kami masih berdansa.

"Tidak, Aurora ..., lupakan semua yang kukatakan, kau bebas menjalani kehidupanmu."

Dia kembali dengan rautnya yang dingin.

Flashback off

"Jangan dekat-dekat dengannya, dia terlihat mengerikan," kata Christian.

Mengerikan? Kupikir tidak.

"Hmm," gumamku

***

Dengan tangan yang bergetar, aku terus merpalkan doa dalam hati.

"Tenang, Aurora. Ibu pasti akan baik-baik saja," ujar Christian menenangkan ku.

Aku dan Christian buru-buru pulang Ke Indonesia, setelah tetangga di kampungku menelepon bahwa ibuku jatuh pingsan.

"Iya Chris, iya," jawabku, seraya menenangkan diri.

Badanku serasa akan remuk. Kepalaku pusing, karena banyak menangis. Aku memutuskan untuk tidur sebentar.

Tiga belas jam kemudian

"Aurora, bangun Ra."

Aku mencubit-cubit pipiku dengan gemas. Cubitan itu membuatku gelisa lalu terbangun. Ternyata Christian.

"Emm, kenapa Chris?" tanyaku sembari merenggangkan badan.

"Kamu mau tinggal di sini terus? Ayo, bangun, kita sudah sampai."

Ucapan Christian membuatku sadar sepenuhnya.

"Sudah sampai? Ayo, jalan Chris," ujarku langsung bangun dari tempat duduk.

"Tapi bo'ong," terangnya lalu tertawa.

Aku menatapnya datar. "Aku sedang tidak ingin bercanda, Chris!"

Kulihat Christian menghentikan tawanya. "Oh, Aurora kusayang. Yasudah ayo, aku hanya bercanda."

Kami segera berjalan keluar pesawat. Kami sampai siang di Indonesia. Aku tidak akan pulang ke rumah kami lagi, aku langsung akan menuju ke Manado sendiri.

Christian awalnya ingin ikut, tapi ada masalah di kantor. Jadi dia tidak bisa ikut. Waktu penerbanganku, setengah jam lagi, selama itu juga Christian akan menungguku.

"Aurora, ayo kita makan dulu. Aku sudah lapar," ajaknya.

"Yasudah."

Aku dan Christian makan disalah satu rumah makan di dalam bandara.

Perhatian, para penumpang pesawat ***** Indonesia dengan nomor penerbangan GA328 tujuan Manado dipersilahkan naik ke pesawat udara melalui pintu A12.

Pengumuman keberangkatan sudah terdengar di telinga kami.

Christian menatapku sendu. Oh, tidak. Jangan menangis lagi Aurora! Tapi tidak bisa, air mataku mulai mengalir.

Christian menyapukan jarinya di sekitar wajahku, ia menghapus air mataku.

"Aurora, dengar. Apapun yang terjadi nanti, kamu harus baik-baik saja, ya? Jangan lupa menghubungiku kalau terjadi sesuatu."

Kenapa seakan-akan terjadi sesuatu?

"Kenapa Chris? Kenapa kamu bicara gitu?" Aku bertanya padanya dengan sedikit bingung.

"Enggak apa-apa, Aurora ..., pergilah nanti kamu ketinggalan pesawat! Kamu harus baik-baik saja, ya? Aku tau, hatimu gampang tersentil, haha," ujar Christian mengubah suasana.

Aku hati kecil, ya?

Namun, perkataan Christian mampu menimbulkan senyumanku lagi, aku benar-benar akan merindukan orang ini!

"Heh, dasar! Awas juga, kalau kamu deket-deket sama Sohena, waktu aku gak ada! Jangan cari kesempatan dalam kesempitan, Christian!" titahku dengan ekspresi galak.

"Iya macanku sayang," kekeh Christian, yang kemudian berdiri dari bangkunya, lalu menariku ke dalam pelukkannya.

Aku membalas pelukannya. "Baik, Pangeran kodokku."

🍁🍁🍁


Dua Istri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang