Part 19

8.1K 278 16
                                    

Pencet bintangnya dulu baru baca 🌟

Jam telah menunjukkan pukul tiga dini hari, saat aku terbangun. Di sampingku, ada Christian yang masih terlelap sembari memelukku.

Yah, sudah dua hari kami berada di rumah. Bersama Sohena tentu saja. Namun, ia tidak berulah lagi. Bukan tidak, tapi mungkin belum. Tidak mungkin ia berhenti begitu saja.

Aku belum tau jelas, kenapa bangun. Yang pasti saat aku membuka mata, tiba-tiba saja aku ingin bertemu Damian. Aku merindukannya.

Dengan perasaan senang yang menggebu-gebu, aku menghadapkan ke arah Christian. Namun, saat membalikkan badan, bukannya mendapati wajah Christian, aku malah dihadapkan dengan dada bidangnya.

Saat ingin bergerak ke atas, malah tidak bisa. Ia memeluk pinggangku dengan erat. Terpaksa, aku hanya bisa membangunkannya dari bawa sini.

"Chris ... bangun, Chris ...," ujarku sembari menusuk-nusuk pipinya.

"Tidurlah, Aurora ... malam masih panjang ...." Ck, bukannya bangun, malah memelukku semakin erat.

"Bangun dulu ... Ih!" seruku kesal.

"Eungh ... kenapa sih, sayang ...."

Blush!

Seketika pipiku panas! Oh God! Kenapa suaranya bisa begitu seksi saat ia melenguh dan memanggilku sayang?! Namun entah kenapa, itu sangat ingin membuatku bermanja-manja ria padanya.

Aku mulai menggosok-gosok 'kan hidungku pada dada bidangnya yang terbalut kaos hitam tipis. "Sayang ... bangun," ujarku dengan manja.

"Kamu bilang apa?" Aku terlonjak kaget, saat Christian tiba-tiba membuka matanya, lalu membuka suara.

"Eum? Aku suruh kamu bangun," balasku menatapnya polos.

"Bukan, bukan. Yang sebelum itu." Pernyataannya itu, membuatku bertanya-tanya. Bingung, aku bertanya, "Yang mana lagi?"

"Kamu bilangnya barengan pas bilang bangun, ingatkan?" Desaknya. Ha? Sepertinya aku hanya menyuruhnya untuk bangun.

Setelah menggali-gali isi pikiranku, akhirnya aku menemukan jawabannya. Namun, aku masih belum yakin, apa ini yang dimaksud. "Sayang?" Kutatap lagi, kedua matanya.

"That's right honey. Kamu panggil aku sayang. Padahal setelah nikah, kamu jarang manggil aku gitu. Ah, bukan jarang, nggak pernah malahan. Kenapa baru sekarang, hm?"

"Ya—ya, gak kenapa-napa. Emang gak boleh, ya?" tanyaku sembari menggambar-gambar abstrak pada dadanya. "Padahal 'kan, aku pengen," lanjutku mencicit.

"Hei? Siapa yang larang kamu, hm? Kamu mau panggil aku sayang, setiap hari pun aku nggak masalah, malahan aku seneng. Oh, ya, kamu bangunin aku kenapa?"

Hu'uh, mudah-mudahan saja, ia tidak marah karena permintaanku. "Eum, tapi kamu jangan marah, ya?"

"Iya, Sayang." Senyuman manis Christian, semakin membuatku ingin mengatakannya.

"Aku—eum, mau itu ... ketemu Damian ...." Entah kenapa saat menyebut nama Damian, perasaan rindu dan ingin bertemu, semakin menggebu-gebu.

"Nggak." Singkat padat dan jelas. Aku sudah tau, akan mendapatkan jawaban seperti ini, tapi aku tidak lagi dapat menahan hasrat ingin bertemu Damian ... dan, ini sangat menyiksa.

Penolakan Christian, tidak membuatku mengurungkan niat untuk menemui Damian. Aku menangkup wajah pria yang sedang menatapku datar, kemudian menatapnya memelas. "Chris ... boleh, ya? Inikan bukan kemauan aku ... tapi babynya. Kamu mau anak kamu ileran ...?"

"Bukan gitu, Aurora ... lagian ini udah malem," ujarnya lembut diiringi elusan di pipiku.

"Berarti besok boleh?" tanyaku dengan mata berbinar. Kulihat Christian membuang napasnya kasar sebelum ia menatapku tersenyum. "Iya, besok boleh."

"Bener? Yeay! Makasih, sayang kamu!" seruku kegirangan.

"Iya, Sayang, iya. Sekarang kita tidur, ya?"

"Siap!" balasku memeragakan seseorang hormat pada bendera.

Sudah hampir setengah jam berlalu, aku masih saja tidak bisa tidur. Walaupun mataku tertutup, tapi otakku terus saja bekerja memikirkan Damian. Tidak tahan aku kembali membangunkan Christian.

"Chris ...? Bangun, Chris ...." Aku mengguncang-guncang 'kan tubuhnya.

"Ada apa lagi, Sayang ...?" Ia menatapku dengan sayu. Sebenarnya itu membuatku tidak enak, tapi mau bagaimana lagi? Aku tidak tahan. "Aku mau ketemu, Damian ...."

"Iya, Sayang ... tadi 'kan kita udah bahas itu, besok 'kan?"

"Nggak jadi besok ... aku maunya sekarang ...." Perasaan takut Christian marah, bersemayam di dada.

"Hah, kamu emang nggak capek? Besok aja, hm? Kan udah nggak lama lagi, pagi." Ternyata aku salah. Ia malah berkata dengan lembut padaku.

"Sayang ... Sayangnya, Ara ... boleh, ya?" tanyaku manja seraya mengusap-usap dadanya genit.

"Oke. Fine. Aku ganti baju dulu di kamar mandi. Kamu juga siap-siap. Ingat, pake pakaian yang tertutup." Aku tau ia tidak bisa menolak jika sudah begini. Haha, maafkan aku sayang, sudah membangunkan 'sesuatu'.

Dengan jahil, aku bertanya, "Sayang? Nggak mau ganti baju di sini aja?"

Hah! Aku tersentak kaget saat ia menindihku. "Kalau nggak ingat kamu lagi hamil, udah habis kamu, Sayang ...."

Bukannya takut, aku semakin gencar untuk menjahilinya. "Emang kenapa? Bukannya kata dokter boleh? Tapi ya itu, harus pelan-pelan ...."

"Nggak, Sayang ... aku gak mau cuma karena kepuasan diri sendiri, kalian yang kena imbasnya." Pecah sudah tangisanku.

"Hei, mommy kok nangis? Udah, ya? Katanya mau ketemu Damian, gak jadi?"

"J—jadi, c—cium," pintaku sesenggukan.

"Jadi mommy kita ini, sekarang manja, hm?" Walaupun keadaan kamar remang-remang, tidak menghalangiku untuk melihat senyum tulusnya.

"Nggak boleh?" tanyaku cemberut.

"Boleh, Sayang ... sangat boleh. Jadi mommy minta dicium, ya?"

Aku menganggukkan kepala seperti anak kecil yang sedang mematuhi ibunya. "Iya, cium."

***

"Ayolah, Sweety ... apa kau akan menatapku terus sampai besok?"

"Diam, Damian ... jangan mengganggu ... ini demi kebaikan anakku!" jawabku. Kemudian lanjut menatapnya yang sempat terhenti.

"Ya, Aurora ... masalahnya sudah hampir setengah jam aku duduk diam tanpa bergerak, dan itu menyiksa Sayang ...."

"Dia betul, Sayang ... kita pulang, ya? Kasihan lho, baby-nya kelelahan kalau mommy-nya nggak bobo."

Penuturan Christian, membuatku menatapnya melotot. "Bener? Kok kamu nggak bilang, sih?! Tau gitu, kita nggak usah ke sini! Tau ah! Kamu tidur di luar! Titik!"

Aku segera beranjak dari ruang tamu penthouses Damian, dan masuk ke kamar yang dulu aku tempati. Biarkan saja mereka berdua canggung di luar sana! Aku sudah terlanjur kesal!

🍁🍁🍁

Dasar Aurora😅

Jangan lupa vote dan komen!

Dua Istri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang