Pencet bintangnya dulu baru baca 🌟
"Sayang? Kangen ih! Gak usah beli pempeknya, kamu pulang aja, ya." Rasa ingin bermanja-manja padanya, mengalahkan rasa ingin memakan pempek.
"Selamat malam, maaf Bu, saya suster dari rumah sakit ***** ingin mengabarkan, bahwa pemilik dari handphone ini kecelakaan. Apa Ibu kerabatnya? Karena panggilan terakhir dari handphone ini, nomor Ibu."
Deg!
Christian kecelakaan? Ini pasti hanya bercanda 'kan? Ya, pasti ini hanya bualan Christian. Tenang dulu Aurora, jangan langsung percaya begitu saja.
"Halo? Halo, Bu?"
"Sus, saya tau kalau ini cuma candaan suami saya. Tolong mengaku saja, karena saya tidak percaya," ujarku berusaha membongkar kedok Christian.
"Maaf, Bu, situasi seperti ini saya tidak mungkin berbohong. Begini saja, apa Ibu mempunyai nomor telepon keluarga pasien? Jika ada, tolong sampaikan perihal ini. Saya tutup, terima kasih."
Tut!
"Nggak, ini nggak bener! Nggak! Argh!" Aku berteriak seperti orang kesetanan dan membongkar seluruh isi kamar tanpa memikirkan kandunganku.
Dengan uring-uringan, aku mengambil kunci mobil dan segera melajukan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Aku tidak perduli dengan orang-orang yang mengumpat akibat mobilku yang hampir menabrak mobil mereka.
Aku tetap menerobos di bawa langit malam yang mengeluarkan hujan deras. Yang dipikiranku saat ini, hanya Christian dan Christian.
Memarkirkan mobil dengan asal, aku menerobos masuk ke dalam rumah sakit menghiraukan pakaianku yang sedikit basah.
"Sus? Suster! Dimana suamiku?!" seruku pada wanita berseragam rumah sakit yang ada di balik meja resepsionis. Aku tidak perduli dia suster atau resepsionis.
"Maaf, Bu, nama suami Ibu siapa, ya? Biar saya cek dulu."
"Christian, Sus!" Entah kenapa aku tidak bisa untuk tidak berteriak.
"Sebentar ya, Bu."
Aku mondar-mandir menunggu Suster mengecek nama Christian. Semoga ia baik-baik saja. Ya, ia harus baik-baik saja.
"Permisi Bu, di sini ada dua pasian yang bernama Christian. Kristian Wijaya dan Christian Sanjay—"
"Christian Sanjaya! Ya, dia. Suami saya baik-baik aja 'kan, Sus?" tanyaku cemas.
"Ehm, maaf Bu, pasien atas nama Christian Sanjaya telah meninggal sebelum di bawa ke rumah sakit. Atau bisa dibilang, meninggal di tempat."
Deg!
"Jangan bohong, Sus! Suami saya masih hidup! Mana suami saya?! Mana!"
"Bu, mohon tenang dulu, Bu." Suster itu mencoba untuk menahanku yang sedang menghamburkan barang-barang yang ada di meja resepsionis.
"Pak! Pak sekuriti!"
"Nggak! Jangan dekatin saya!" Aku mengancam mereka dengan mengancungkan pecahan dari vas kaca ke arah mereka.
"Astaga, Bu! Lepas dulu, Ibu nggak kasihan sama kandungan Ibu?" Sekuriti angkat bicara menasehatiku.
"Diam! Dimana suami saya? Dimana?!" Aku tidak menangis, saat ini hanya dikuasi amarah entah apa.
"Iya, Ibu lepas beling itu dan tenang dulu, entar saya antarkan ke suami Ibu, kalau Ibu sudah tenang."
Aku melepaskan pecahan penuh darah yang ada di tanganku. Benda itu ternyata menancap pada telapak tanganku. Namun aku tidak perduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Istri
ChickLitWarning 21+ Harap bijak dalam membaca! Bagaimana jika seorang gadis masuk ke dalam rumah tanggamu dan mengaku hamil anak suamimu? Bagaimana perasaan dirimu sebagai seorang istri? Apakah kau mampu mempertahankan rumah tanggamu ? [Belum Revisi] 1#...