23. Sandaran

174 32 0
                                    

Dan orang itu adalah.....

Siapa lagi jika bukan Yoga? Sahabatnya sedari kecil yang hingga kini menemaninya di kala susah maupun senang, selalu memberinya sandaran kapan pun ia terluka.

Pasti sebagian dari kalian berpikir bahwa yang memeluk Audrey itu Ravael, bukan? jawabannya tidak, karena bagaimana pun Ravael kini sudah ada di dalam pesawat, bahkan ia mengabaikan teriakan dari Audrey. Biarlah dia menyesal pada waktunya. Dan biarlah waktu yang menjawab atas segala perlakuan Ravael terhadap Audrey selama ini. Karena, semua orang pasti mempunyai alasan di balik perbuatan yang ia lakukan. Termasuk Ravael.

"Kita pulang, yuk?," Bujuk Yoga menguraikan pelukannya yang diangguki langsung oleh Audrey.

Ia sudah kehabisan stok kekuatan hari ini, mungkin ia butuh istirahat yang cukup untuk mengembalikan tekadnya kembali.

Ya, sampai kapan pun ia tak akan menyerah untuk memperjuangkan apa yang ingin ia dapatkan.

Obsesi? Tidak. Dia cinta bukan obsesi. Apa salahnya ia berjuang untuk yang ia mau? Bukankah itu bagus? Jika kalian beranggapan Audrey obsesi itu salah besar. Karena pada dasarnya, dari lubuk hati Audrey yang paling dalam, ia menekankan bahwa perilaku yang ia tunjukkan selama ini semata-mata karena ia cinta dengannya ,dan mau memperjuangkannya. Jadi, jangan anggap itu adalah sebuah hal terobsesi semata.

Lain halnya dengan Ravael yang kini sudah duduk manis di kursi penumpang pesawat. Ia memandang ke arah jendela, meluruskan pandangannya kepada gadis yang kini perlahan pergi dari bandara. Siapa lagi jika bukan Audrey? Tak ada yang tahu selain Tuhan bahwa kini Ravael tengah mati-matian merasakan apa itu arti rasa yang sesungguhnya. Bolehkah ia menyerah dalam peran yang kini sedang ia jalani?bagaimanapun juga, dirinya tak tega Audrey dipermainkan terus-menerus oleh dirinya seperti ini.

"Maaf, gue gak bisa bikin lo bahagia seperti yang dia pinta. Biarkan waktu yang menjawab, apa mau gue. Semoga lo selalu baik-baik aja dan bahagia di sini. Kalau pun gue dateng lagi buat lo, jangan pernah lupain manusia bangsat kayak gue, ya? Egois? Emang.  Tapi ini sifat diri gue. Semoga lo mau nerima apa adanya setelah semuanya lo tau. Bye, Indonesia, bye my best friends, and---bye mine."

©©©

"Definisi cinta yang sebenarnya itu emang apa, sih?," Tanya Davit yang sedari tadi nyerocos tak jelas.

Lihat sekarang, tepat di kamar Audrey, manusia manusia tak berperasaan itu bikin kamar Audrey layaknya kapal pecah. Davit, Yoga, Chatrine dan juga Ferisha malam ini memutuskan untuk menginap di rumah Audrey. Lain halnya dengan Samuel, bukannya menginap seperti mereka, namun memang sedari dulu dia dititipkan oleh orang tuanya di kediaman keluarga Audrey. Jangan berpikir dirinya tak mempunyai rumah sendiri di sini. Kalian salah besar, bahkan lebih dari 5 rumah miliknya---ralat milik kedua orang tuanya, sebab yang beli bukan dirinya tapi orang tuanya. Hal ini terjadi karena urusan bisnis yang di mana-mana. Jadilah seperti ini.

"Yakin mau tau definisi cinta, Bang?!" Sahut Ferisha lantang sekaligus jahil seraya memakan cemilan dan mengutak-atik layar laptopnya.

"Mau, lah!!!" Antusiasnya begitu lancang. Mereka yang melihat tingkah Davit aneh seperti itu memandangnya curgia.

"Biasa aja kali. Mau tau tentang definisi cinta segitunya. Lo lagi jatuh cinta?," Tanya Samuel selidik. Memang, ya? Samuel sama Ferisha gak ada bedanya. Sama-sama ngeselin, sama-sama absurd tingkahnya kadang berubah, sama-sama kepoan. Dan yang paling penting point utamanya di sini adalah---sama-sama serasi jika dijadikan pasangan!!

Iya gak?!! — Samuel Alexander.

"Kalo gue, sih, wajar aja si Davit fall in love sama orang. Karena sejauh ini kita kenal dia, dia gak pernah pacaran, kan? Bahkan dulu gue mikir kalo dia gay," ceplos Chatrine santai dan seraya memakai masker wajahnya itu.

Davit yang nalurinya sebagai lelaki tak terima dikatakan gay. Seenaknya saja, memangnya wajahnya mendukung jika ia seorang gay?!

"Dih, baguslah gue, mah! Jadi nanti istri gue gak dikasih yang bekas!" Bela Davit kepada dirinya sendiri.

Sontak saja mereka yang mendengar penuturan Davit seperti itu mengalihkan antensinya kepada pemuda itu.

Audrey yang lagi memakai Snack itu angkat bicara. "Bekas gimana maksud lo?? Wah, gak beres, nih!" Provokator Audrey yang mengundang jiwa sahabat yang lainnya itu memojokkan seorang Davit kali ini.

"Wah, Davit, wah! Mikirnya udah ke sono aja, ckckck," timbrung Samuel ikut menimpali.

"Gak beres, nih. Harus bilang dulu nanti sama calon Kakak ipar," sambung Ferisha.

"Bilang apa, tuh?," Tanya Delwn kepo.

"Hati-hati sama malem pertamanya nanti. Davit mesumnya tingkat akut."

Persetan sama jawaban unfaedahnya Ferisha, mereka semua hanya menatap Ferisha malas dengan wajah flatnya.

Ferisha yang ditatap seperti itu kebingungan.

"Ada yang salah?"

Without You✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang