29. Kotak Musik

210 28 14
                                    

Seperti biasa, Audrey sudah siap dengan seragam sekolah yang melekat ditubuhnya itu. Tinggal sisiran saja.

Ia mengambil sisir di meja cerminnya itu, perlahan tapi pasti sisir itu menyentuh rambutnya.

Namun betapa kagetnya ketika baru satu gerakan rambut yang ia sisir itu ikut berjatuhan di sela sela sisir.

Pergerakan Audrey terhenti. Merenung sesaat. Apakah sudah saatnya ia menjalani pengobatan itu? Capek juga seperti ini terus. Apakah penyakitnya sudah parah?

Sungguh, Audrey benar benar takut. Ia memang berpikir untuk mati saja ketika ia sudah sangat lelah dalam keadaan. Namun rasanya dunia tidak begitu adil jika Audrey pergi meninggalkan dunia ini di usia yang masih terbilang muda.

Audrey ingin masa depannya cerah. Menjadi istri yang baik, melayani suaminya dengan benar. Membangun rumah tangga dan hidup bahagia bersama jodohnya kelak di masa depan. Bukan kematian saat dini yang Audrey mau.

Apakah umurnya sudah tidak lama lagi?

Tidak. Ini tidak boleh terjadi, pikirnya. Bagaimanapun juga ia belum membanggakan kedua orang tuanya. Masih banyak hal hal yang belum terwujud dan yang ingin ia lakukan di dunia ini.

Audrey menguatkan fisiknya. Ia memandang pantulan dirinya di depan cermin. Wajah datar itu kembali tersenyum penuh ketulusan dan juga sorot mata yang memancarkan keberanian dan ketekadan untuk mencapai kebahagiaan hidupnya. Audrey percaya, pasti Tuhan sudah mempunyai rencana sangat indah di masa depannya kelak. Maka dari itu Tuhan tak henti hentinya memberi ujian hidup kepadanya.

Audrey mengepalkan tangannya penuh semangat dan seperkian detik ia tertawa kecil.

Seraya bergumam. "Ayo, lo pasti bisa, Drey! Jangan lupa, di sini masih banyak orang yang sayang sama lo."

Audrey tersenyum malu malu, lalu melanjutkan ucapannya.

"Termasuk pujaan hati lo. Ravael."

©©©

"Ah, gue masih gak nyangka si Rava belom lupain lo," pekik Ferisha tertahan.

Biasanya jam istirahat mereka semua pada ke kantin. Kali ini beda, serempak Audrey dkk memutuskan untuk diam di kelas saja.
Tentu ada alasannya, yaitu Chatrine yang lagi datang bulan menyuruh sahabat sahabatnya untuk stay di kelas saja di saat jam istirahat nanti. Maklum, pasti tau kan hari pertama datang bulan? Seperti yang dirasakan Chatrine saat ini. Dirinya tak dapat bergerak dengan bebas, karna perutnya berasa ditusuk tusuk dan juga ia pun terlalu mager ke bawah, di kantin pun ia tak selera makan. Kondisi perutnya tidak memungkinkan.

Dan jangan lupakan, suasananya pun tambah seru karena keenam cewek itu mempunyai topik pembicaraan yang sangat menarik. Jadi, itu juga bonus untuk keenam cowok tersebut, menikmati bermain di gadgetnya tanpa diganggu.

"Ih, iya, ya. Tapi pas gue denger ceritanya aja gak memungkinkan banget kalo misalnya Rava itu ngelupain Audrey secepat itu. Gue sih gak terkejut," heboh Fana.

Ferisha sedari tadi sibuk mengstalk akun Ig Ravael, begitu pun yang lainnya.

"Eh, followersnya Rava banyak juga ya. Jutaan, haha! Cuma postingannya satu doang. Yang diikutinnya juga cuma dua puluh enam orang lagi," ujar Fani yang masih sibuk melihat lihat.

Entah apa yang mereka perlihatkan lagi. Tak ada bosan bosannya, padahal hanya itu itu saja yang mereka pandang.

Untung saja sekarang Ravael sudah tidak bersifat pribadi lagi akunnya. Jadi memudahkan mereka untuk menjalankan apa yang ingin mereka lakukan.

Ravael tau saja seperti cenayang, pikir mereka.

"Wait deh," intruksi Chatrine yang menyadarkan mereka semua.

Without You✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang