EPISODE 11

4.5K 293 22
                                    

Kicauan burung terdengar dari kejauhan. Udara dingin cukup menusuk tulang. Aku menuruni tangga, segera menuju meja makan.

Aku duduk di kursiku. Mama masih sibuk berhadapan dengan panci.

Kemarin, aku sampai ke rumah cukup pagi. Langsung menuju lantai 2 kamarku, diantar Ali. Aku masuk lewat jendela kamar, langsung merebahkan diri di kasur, menutup wajah dengan bantal, bersedih. Si Putih yang sedari tadi memperhatikan akhirnya menghampiriku. Mengeong, bertanya seolah ingin tahu. Aku mengelusnya.

"Put.... Aku sudah tahu semuanya. Tentang orang-tuaku."

"Meooong." Si Putih ikut merebahkan diri di kasur.

"Miss Selena juga sedang dalam bahaya. Kami harus menyelamatkannya, melapor ke Av."

"Meooong."

"Dan.... Put, kamu sebenarnya makhluk dunia paralel, kan? Bukan kucing pada umumnya." Aku teringat cerita Miss Selena.

"Meooong." Kucing anggora berbulu putih dengan bintik-bintik hitam itu mengulurkan kaki depannya.

Aku menggenggam paw mungilnya dengan dua jariku. Kucing ini, aku dapatkan ketika ulangtahunku yang ke-sembilan. Dua kucing anggora "kembar" berusia sekitar dua minggu yang disimpan dalam sebuah kotak. Dua-duanya tidak dapat dibedakan, berbulu putih dengan bintik-bintik hitam, atau bulu hitam dengan bintik-bintik putih. Yang satunya baru kuketahui bahwa dia adalah mata-mata Tamus. Si Hitam, sudah dua tahun dia menghilang.

Kucingku sekarang hanya Si Putih. Dia selalu menghiburku dengan tingkahnya. Selalu peduli denganku, memberi perhatian kecil. Walau kucing ini tetap agak misterius. Mungkin nanti penulis cerita petualanganku dan dua sahabatku di Klan Bulan bisa mengarangnya. Atau yang lebih sederhana, penulis Klan Bumi yang novel-novelnya semakin tebal itu saja. Menghabiskan jatah uang jajan bulananku dari Mama.

Aku ingin tidur, tapi tidak bisa. Mata sembabku menolak untuk menutup. Terlalu banyak hal yang kupikirkan sekarang.

Aku beranjak dari kasur, menuju meja belajarku, mengubrak-abrik buku-buku. Ada sesuatu yang membuatku tertarik.

Buku Kehidupan. Sudah lama sekali aku tidak "menggunakannya" sejak petualangan di Klan Komet Minor. Aku meraih buku itu, duduk di kursi, menghadap jendela. Si Putih beranjak naik ke atas meja.

Aku mengusap gambar bulan di sampul buku itu. Buku itu mulai mengeluarkan cahaya, seolah ada purnama dalam genggamanku.

"Kau hendak ke mana, Putri?" Buku itu berkomunikasi lewat suara yang merambat di tanganku.

Aku menggeleng, "Aku tidak hendak bepergian kemanapun."

Aku menatap buku itu lamat-lamat. Membuka lembaran-lembaran kosongnya.

"Apa kau tahu tentang Ibuku?" Aku menunduk.

"Kau bisa mencatatnya di buku ini, Putri Raib...."

"Maksudku, selain dari apa yang aku tahu."

"Aku hanya berisi cerita petualangan, prestasi terbaik para pewaris buku ini, Putri.... Dan kamu adalah salah satunya. Jika kamu bertanya tentang Ibumu, aku tidak tahu. Tepatnya, karena Ibumu tidak mewarisi buku ini. Setiap seribu atau dua ribu tahun, generasi tertentu akan mewarisi darah keturunan murni Klan Bulan. Sejauh ini baru dua puluh orang. Putri Raib adalah yang ke-21."

Aku mengangkat wajah. "Tapi Ibuku juga mewarisi darah keturunan murni, menurut cerita Miss Selena."

"Apapun di dunia ini bisa terjadi, Putri. Yang mutlak diperkirakan belum tentu akan terjadi, termasuk kematian."

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang