EPISODE 22

4.2K 294 80
                                    

"Pak, Raib pusing." Aku mengacungkan tangan, guru Geografi kami itu baru bisa berhenti dari ocehannya jika ada suara berisik.

"Raib pusing? Tadi Bapak lihat baik-baik saja." Guru kami membenarkan posisi kacamata, aku curiga dengan keburaman pandangannya. Jangan-jangan terlalu parah.

"Raib demam, Pak. Suhu tubuhnya lebih panas dari biasanya." Seli menambahkan.

"Antar dia ke UKS, Seli. Telepon orangtuanya, kamu tunggu sampai Raib dibawa pulang." Guru Geografi kami membuka lembaran buku lain, hendak melanjutkan materi.

"Baik, Pak." Seli segera membantu Raib berdiri. Juga membawa tasnya.

"Padahal aku di sini saja." Raib berkata pelan.

"Biar kubantu." Aku naik ke atas meja, hendak membantu Seli.

"Tidak perlu, Ali. Kamu di kelas saja." Guru kami menggeleng.

"Tidak, Pak. Saya mau membantu." Aku melompat ke lantai, lantas memapah Raib, dibantu Seli.

Johan sedikit menyikutku sebelum aku melangkah, dia segera berbisik, "Oke, aku percaya kata-katamu, Ali."

Aku tidak sempat menjawab, langsung memapah Raib keluar kelas.

"Ugh...." Raib terlihat sangat pusing. Matanya mungkin berkunang-kunang. Kami sedang berjalan melewati koridor.

"Pelan-pelan, Ali. Kamu terlalu cepat." Seli memelotot.

"Hei, apa salahku?"

Kami berjalan layaknya siput sekarang.

"Kita ke UKS ya, Ra." Seli menatap Raib.

"Tidak perlu.." Raib hendak bergerak menghindar, tapi kakinya mungkin tersangkut. Dia hampir terjungkal.

"Ra!" Aku menahan Raib.

"Eh?" Raib mengerjap-ngerjap, kaget.

"Aku tidak apa-apa." Raib memalingkan pandangan. Aku bisa mendengar jelas suaranya yang seperti terpaksa dikeluarkan.

"Tidak apa-apa bagaimana? Kamu bisa pingsan." Aku tetap menahan Raib, mengangkatnya. "Biar aku saja yang menggendongmu agar cepat sampai."

"Tap--" Suara Raib terhenti begitu aku mulai berlari menuju UKS, disusul Seli. Raib menutup mata, wajahnya yang sekarang pucat tetap terlihat cantik. Kami cepat sampai ke ruangan bercat putih itu.

"Aduh, kenapa UKS nya dikunci?" Seli mencoba membuka pintu, tidak bisa.

"PMR! PMR! P-a-l-a-n-g M-e-r-a-h R-e-m-a-j-a!" Aku berteriak. Ruang UKS ada di antara jajaran kelas sebelas, beberapa siswa keluar dari kelasnya, ingin tahu.

"Yang masuk klub PMR! Bukakan ruang UKS ini. Ada di mana kuncinya?" Aku memandang mereka satu persatu.

"Eh, Kak Ali? Ada apa?" Kevin baru keluar dari kelasnya, berbarengan dengan gurunya yang sedang mengajar. Dia langsung memperhatikan Raib yang digendong olehku.

"Aku tidak apa-ap--"

"Raib sakit. Tolong carikan temanmu yang memegang kunci ruang UKS."

"Siap, Komandan!" Kevin memberi hormat, guru di sebelahnya menyikutnya. Kevin segera pergi ke kelas lain, memanggil temannya.

"Apa Raib pingsan? Sampai-sampai kamu harus menggendongnya." Guru yang tadi mengajar di kelas Kevin bertanya selagi kami menunggu.

"Eh? Tidak juga." Aku menggeleng. "Tapi Raib sangat pusing."

Raib mencoba membuka mata. "Aku tidak separah it--"

"Amboi, anak muda ini peduli sekali dengan temannya. Kamu bukankah Ali yang selalu menjadi pembuat masalah?" Guru itu memperbaiki posisi kacamatanya.

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang