EPISODE 12

4.3K 279 16
                                    

Di kantin.

Kami berempat makan bakso bersama.

Ali dan ST4R terlihat seperti membicarakan tentang teknologi dan semacamnya. Seli terkadang ikut dalam percakapan. Aku hanya diam menyimak sejak tadi.

"Klan kalian sudah menemukan teknologi 'Mobil sport tenaga otak'?! Itu terdengar hebat." Seli menatap ST4R antusias.

"Iya, teknologi itu sangat terkenal di Proxima Centauri sekarang. Kebanyakan penduduk menyukai hobi racing, bahkan aku dan SP4RK juga. Dunia balapan terus maju, hampir semua hal-hal dan benda yang ada di Proxima Centauri bertema racing. Termasuk inovasi 'Mobil sport tenaga otak', kamu bersemangat saja, apa yang kamu kemudikan itu sudah melaju dengan sangat kencang setara dengan semangatmu. Bahkan Ratu Calista, dia juga melakukan semacam copy teknologi itu pada kekuatan sihirnya. Ambisinya besar, kekuatannya makin besar. Sifatnya itu seolah tidak akan bisa dikalahkan oleh siapapun." ST4R santai menyendok bakso.

"Pantas saja baju petualangan kalian mirip pembalap." Seli mengangguk mengerti.

"Yeah, tapi mereka menggunakan kapsul, Seli. Tidak seperti kita, masih mobil beroda empat." Ali mengangkat bahu.

Seli tertawa.

"Aku cukup tertarik dengan teknologi klanmu, ST4R. Kapan-kapan aku bisa mengunjungimu, kan?" Ali tersenyum menatap ST4R.

"Tentu! Kamu bisa datang kapan saja selama kami masih di sini, Ali."

"ST4R, kamu harus tahu, Ali hobinya meledakkan laboratorium. Jadi hati-hati saat membawanya." Seli memotong

"Enak saja."

Mereka bertiga tertawa.

Aku sejak tadi tidak menyimak, melamun entah ke mana. Pikiranku masih dipenuhi dengan cerita Miss Selena.

***

Sepulang sekolah.

Aku menatap punggung Ali yang menghilang, masuk ke angkot yang arahnya berlawanan. ST4R sudah masuk duluan.

"Ra." Seli tiba-tiba mendekatkan wajahnya.

Aku terkaget, melotot. "Apa sih, Sel."

"Kamu jangan sedih terus, Ra. Aku jadi ikut sedih." Seli menatapku lamat-lamat.

Aku menghembuskan nafas perlahan, menunduk.

"Kamu bisa cerita padaku, Ra. Apa saja." Seli tersenyum.

Aku menunduk, mataku berkaca-kaca.

"Makasih, Seli." Aku menatap Seli penuh penghargaan.

Angkot yang aku dan Seli tumpangi mulai kedatangan penumpang lain. Aku menyapu air mata, Seli tertawa kecil.

Aku mendelik, "Itu tidak lucu, Seli."

"Lucu, Ra. Kamu malu sekali untuk menangis di sini, padahal kamu ingin melakukannya." Seli berbisik,  tersenyum menggoda. "Kamu bisa bercerita sekarang kok, Ra. Mau ke rumahku?"

"Tidak bisa, Seli. Hari ini aku tidak bisa pulang terlambat."

"Ah, oke." Seli tersenyum tanggung.

Hiburan dari Seli hanya bertahan sebentar, aku kembali diam merenung.

Seli menghembuskan nafas perlahan. Kami saling diam sampai angkot berhenti di depan rumahnya.

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang