EPISODE 26 (LAST)

7.7K 394 244
                                    

Hatchu! Aku mengusap hidungku yang gatal.

"Mau ke mana, Ali? Kamu sudah disiksa seharian oleh Master Batozar." Suara ILY terdengar begitu aku mengaktifkan mode suaranya.

"Yeah, bukan disiksa juga, ILY. Aku tahu sepertinya kamu senang melihatku diperlakukan begitu. Tapi memang hanya Master B yang bisa menyuruh-nyuruhku melakukan semuanya. Dan kita harus berkunjung ke seseorang, ILY. Aku harus menjelaskan sesuatu." Aku mulai mengemudikan ILY, mendesing terbang.

***

ILY terhenti di depan jendela lantai dua. Mode menghilangnya aku non-aktifkan. Tidak akan dilihat orang-orang, ini sudah larut malam. Atap ILY terbuka, aku mengetuk kaca jendela.

Tuk, tuk, tuk. Aku membuat suara ketukan kecil.

Jendela itu tidak membuka sama sekali.

Aku mengetuk lagi.

Tidak ada jawaban.

Mengetuk lagi.

Tetap tidak ada jawaban.

Aku tidak menyerah, dia pasti sedang di dalam kamar. Aku tetap mengetuk kaca jendela pelan.

Hatchu! Sudah lima belas menit aku melakukannya.

Aku mengetuk lagi. Kali ini terdengar suara kunci jendela yang digeser. Jendela akhirnya terbuka.

Gadis di depanku menatapku sebentar dengan mata sayunya. Dia hendak menutup kembali jendela.

"Eh, tunggu, Ra!" Aku berusaha menahan jendela.

Raib memelotot, "Ada apa, Ali? Ini sudah malam. Pertemuan kita di Klan Bulan kan besok pagi. Lagipula kamu bisa dilihat tetangga jika ILY tidak mengaktifkan mode menghilang."

"Dengarkan aku dulu."

"Malas!" Raib memutar bola matanya, hendak menutup jendela.

Aku tidak kehabisan akal. Segera melompat masuk ke ILY, menekan salah satu tombol.

Dua belalai besar keluar dari ILY. Mereka menggeliat menangkap Raib.

"Hei!" Raib tidak bisa bergerak, pasrah terbawa belalai. Wajahnya yang cantik itu bersinar--tanda dia kesal.

Raib sudah masuk ke dalam ILY. Dia tidak duduk, langsung menghampiri kursiku.

"Turunkan aku!" Raib mendesis.

"Tidak mau." Aku menancapkan tuas kemudi. ILY terbang lebih tinggi, menuju atap rumah Raib.

"Eh?" Raib mengerjap-ngerjap.

"Ayo, Ra." Aku melompat naik ke atap, mengulurkan tangan.

"Kamu ini, sebenarnya mau apa? Aku tidak mau." Raib menggeleng.

"Ayolah, Ra. Aku hanya ingin bicara." Tanganku tetap terulur. Hatchu!

Raib akhirnya menatapku lamat-lamat. Menerima uluran tanganku. Yes! Aku menarik tangannya yang lembut itu.

"Jadi, ada apa?" Raib duduk di atas atap rumah, membalik badan. Sepertinya dia tidak mau melihatku. Malam ini dipenuhi dengan bintang. Bulan juga bersinar terang. Pemandangan indah ini seharusnya bisa dinikmati dengan hal menyenangkan.

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang