Tegukan Keempat - Milea Katanya

56 11 0
                                    

Tak terlihat namun selalu mencintaimu. Ah, bukan itu maksudnya. Tepatnya kamu yang tidak pernah melihatku. Andai saja aku bisa mengubur rasa semudah aku mengatakannya padamu lalu kau tolak, detik ini pun akan kulakukan.

Hanya saja kembali ke diriku.
Aku adalah orang yang paling susah lepas dari rasa yang sudah menjerap dan terpaku begitu saja dalam dinding-dinding hatiku yang sewaktu-waktu kulepas akan terasa sakit. Namun kusadar, berjuang sendiri pun buatku lelah apalagi tak pernah terlirik.

Jadi untuk apa? Bukannya jika keukeuh mempertahankan, maka akan terasa jauh lebih sakit? Iya, ini aku yang bercerita. Yang bahkan tak kau pandang barang sedetik pun.
Aku bersyukur jika kau mendengar atau bahkan membaca langsung sajak ini. Aku tidak berharap kamu akan mengerti dan merasa bersalah karena telah memperlakukan aku seperti ini.

Cukup kau tahu saja.
Sampai di situ.
Jangan melirikku jika kau hanya mengasihani aku. Aku tak selemah itu.

Patah Hati Berlanjut, 2020

***

Aku menghela napas panjang setelah menyelesaikan bab terakhir dari novel yang sudah siap terbit ini. Novel yang berjudul Patah Hati Berlanjut ini memang satu-satunya karyaku yang membutuhkan waktu lama penggarapan. Sekitar sembilan bulan, sama seperti seorang wanita hamil pada umumnya. Novel ini terlalu menguras pemikiran karena di dalamnya tak ada dialog sama sekali. Mungkin menyerupai senandika. Tapi aku juga sangat bersyukur tepat hari ini, naskah yang berjumlah 256 halaman ini juga beres.

"Sudah mau berangkat?" Aku mengangguk ke arah Vito yang sedang duduk di sofa ruanganku. Saat ini memang kami masih berada di rumah sakit. Melihat waktu yang masih tersisa, kuputuskan untuk menyelesaikan naskah ini di sini. Lagipula penerbit sudah lama mewanti-wantiku untuk mempercepat penggarapan naskahnya.

Setelah menyimpan file novel di folder khusus dan mengkopinya ke flashdisk, aku segera mematikan laptopku dan memasukkannya ke dalam tas dinasku. Vito juga ikut berdiri setelah melihatku sudah mulai beranjak.

"Jadi nanti singgah dulu di kantor Brilliant Redaksi?"

"Iyalah. Mau nyetor naskah ini." Briliant Redaksi merupakan kantor di mana di sana bukan hanya majalah atau pun surat kabar yang dicetak namun juga novel serta buku-buku pengetahuan lainnya. Kebetulan aku sudah mulai bekerja sama dengan kantor ini kurang lebih empat tahun yang lalu sejak novel pertamaku diterbitkan di sana. Naskah yang masih mentah ini akan disunting dan disortir kembali oleh editor favoritku saat naskah ini sudah berada di tangan beliau. Layout, cover, dan lainnya juga bukan pilih seadanya namun dikembalikan lagi kepada penulis bagaimana enaknya. Itulah alasan mengapa aku menerbitkan naskahku di sana ketimbang di penerbit lainnya meskipun sedari awal juga banyak yang meminang naskah-naskahku. Orang-orang di sana juga sangat ramai, sangat membantu lewat pemasaran dan melayani juga sesuai dengan intruksi dari direktur kantor itu.

"Semoga jadi best seller, ya, sayang," ucap Vito setelah mulai mengemudikan mobilnya.

"Amin. Udah beberapa DM yang masuk, sih, di Instagram. Chat yang masuk di whatsaap juga udah banjir. Padahal baru mau PO juga bukunya, udah banyak yang daftarin diri."

"Ya, justru itu bagus, dong. Aku juga sangat mendukung kamu sama hobi kamu yang satu ini. Nanti kalau udah terbit, aku bantuin promosi, deh."

"Kamu nggak malu?" tanyaku. Vito hanya memandangku sebentar dengan senyum tulus di wajahnya.

"Buat apa malu, sih? Lagian nggak ada salahnya juga. Namanya hobi yang bisa menghasilkan rezeki selama masih halal, kenapa mesti malu? Justru hal ini juga merupakan tamparan keras buat kaum rebahan di luaran sana biar lebih produktif dan punya pekerjaan. Setidaknya bukan hanya rebahan sepanjang waktu. Kapan produktinya kalau begitu."

Kuat Untuk Sebuah PatahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang