15 - Meruntuhkan Kegelisahan

194 92 30
                                    

Seseorang tengah menggenggam gantungan boneka beruang berwarna cokelat. Berusaha memasang benda tersebut pada tas yang seringkali dibawa. Suasana ruang kerja hari ini terlihat lebih sepi daripada biasanya. Beberapa karyawan sedang keluar untuk mencari makan, hanya tersisa dua gadis yang memilih untuk menetap di mejanya masing-masing.

Usai boneka cokelatnya berhasil dipasang, gadis berambut panjang itu menoleh. Sekadar memeriksa apa yang sahabatnya lakukan. Dengan sedikit memundurkan kursi, kepala Hyora muncul dari balik bilik. Dilihatnya Soyoung sedang asyik menggerakkan jemari di atas ponsel. Gadis itu juga tersenyum setelahnya.

"Apa pekerjaan kita terlalu berat sehingga membuatmu gila seperti itu?" ujar Hyora yang sudah memutar kursinya menghadap Soyoung.

Yang diajaknya bicara segera menurunkan ponsel, menatap Hyora dengan kedua alis yang saling bertaut. Lantas, Hyora melanjutkan kalimatnya, "Kau terus tersenyum sendiri sejak tadi."

Tersadar dengan apa yang Hyora katakan, Soyoung justru tersenyum lebih lebar. Tangannya segera meraih ponsel dan menunjukkan sebuah ruang obrolan yang masih terbuka. Setelah membaca nama yang tertulis di paling atas, gadis itu menjadi mengerti dengan tingkah Soyoung. Tidak ada yang lain jika menyangkut kebahagiaan Soyoung, selain Yunhwanㅡkekasihnya.

"Kau sebahagia itu?" tanya Hyora. Tangannya beralih mengambil keripik ubi yang tergeletak di meja Soyoung karena pemiliknya hanya membiarkan makanan itu begitu saja.

Ponsel yang ada di tangan Soyoung itu didekap di dada. Ia menutup kedua matanya kemudian tersenyum ke arah Hyora. "Tentu saja! Kalau kau penasaran dengan bagaimana rasa bahagia itu, coba kau cari jawabannya sendiri."

Gerakan tangan Hyora terhenti ketika Soyoung mulai membahas hal yang begitu gadis itu hindari. Punggungnya ia tempelkan pada sandaran kursi kemudian satu helaan napas berat lolos dari mulutnya. Menyadari perubahan ekspresi wajah Hyora, Soyoung segera menjauhkan ponsel dari tangannyaㅡberalih meraih kedua tangan Hyora.

"Maaf, kau masih teringat dengan hal itu, ya?" Nada bicara Soyoung melembut.

"Kurasa kau mengerti. Mau bagaimanapun, perpisahan Ayah dan Ibu masih membekas jelas. Aku terlalu takut untuk jatuh cinta. Mengingat bagaimana seseorang yang aku sayangi justru menjauh, rasanya menyakitkan."

Tangan Soyoung membelai lengan milik Hyora perlahan kemudian menepuk-nepuknya. "Hanya kau yang bisa menangani rasa takut itu. Semuanya datang dari dalam hatimu."

Meski gadis yang sedang berbicara dengan Hyora itu sering berkata semaunya, tapi ucapan Soyoung ada benarnya. Hyora sadar kalau kekhawatiran yang selama ini dirasakan adalah hasil dari dirinya yang tidak bisa berdamai dengan hati. Terus-menerus menjauh bukan solusi yang baik, bahkan bertemu sang ayah ketika kesempatan sudah berada di depan mata pun ia menolak. Jika gadis itu terus mengelak, ia tidak akan pernah mampu melawan rasa takutnya.

"Tapi ...," lanjut Soyoung sembari memajukan tubuhnya, "kau benar-benar tidak pernah merasa jatuh cinta pada siapa pun selama 24 tahun kau hidup?"

Baru saja Hyora bersyukur karena seorang Jeon Soyoung bisa menanggapi kegelisahan hatinya dengan sungguh-sungguh, tapi ternyata itu hanya sesaat. Soyoung yang sebenarnya telah kembali. Sudah menduga dengan jenis pertanyaan yang akan ditanyakan oleh gadis itu, Hyora hanya menjawabnya dengan senyuman.

"Eoh? Apa artinya senyuman itu? Aku jadi menduga-duga. Kak Jihyuk yang sudah bersama denganmu selama belasan tahun atau jangan-jangan Cho Wooyeon karena beberapa kali kalian kelihatannya sering bertemu?" cecar Soyoung.

Kedua netra Hyora membelalak. "Jangan bicara omong kosong. Kak Jihyuk sudah bersama Kak Yeonmi dan ... Cho Wooyeon? Tidak mungkin."

"Oh! Kau menanggapiku? Itu artinya benar memang kau sedang jatuh cinta pada seseorang, 'kan?"

FORELSKET - New Version ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang