38 - Hadirnya Penyemangat

74 33 16
                                    

Suasana hati yang sedang berbunga-bunga nyatanya mampu memengaruhi keadaan sekitar. Memang benar, terbukti oleh Jihyuk yang membuat energi positif tersebar di seluruh penjuru kafe. Lelaki yang tidak lelah memulas senyum guna menyambut satu per satu pelanggan yang datang itu sempat menengok ke belakang. Memperhatikan gerakan tangan Yeonmi yang begitu cekatan mengurus pesanan. Bersyukur karena perempuan itu bersedia kembali setelah apa yang terjadi.

"Selamat datang! Apa yang ingin kau pesanㅡ"

Kalimat yang kontan terucap kala pintu terbuka. Jihyuk yang mengembalikan pandangannya ke depan itu menghentikan sambutannya begitu seseorang mengetuk meja granit. Meminta perhatian karena lelaki yang datang tidak ingin banyak bicara. Ia hanya memberi arahan dengan telunjuk ke arah luar.

Menuruti kemauan tersebut, Jihyuk melangkah ke luar tanpa memberi kabar pada Yeonmi. Keduanya menghentikan gerakan kaki begitu sampai di samping bangunan. Lelaki yang sejak tadi menutupi kepala dengan hoodie putih, segera membuka penutupnya dan mengangkat tanganㅡmenyapa Jihyuk sekilas.

"Kau masih senang berkeliaran di sekitarku?" tanya Jihyuk begitu mengetahui Wooyeon yang membawanya ke tempat itu. Ia merotaskan bola matanya malas.

Wooyeon menghela napas sebelum mengembalikan fokusnya ke lelaki yang ada di hadapan. "Kau bisa tersenyum seperti tadi?"

"Apa maksudmu?"

Lelaki berpakaian putih itu menyandarkan tubuh, menyembunyikan salah satu tangan di dalam saku. "Tentang ayahmu, aku sudah tahu apa yang terjadi. Internet memang bergerak sangat cepat dalam menyebarkan informasi."

Wooyeon sedikit mendesis dan menggigit bibir bagian bahwa kemudian berkata, "Hentikanlah. Lupakan keras kepalamu dan lakukan apa yang seharusnya kau perbuat beberapa tahun lalu."

Seharusnya Jihyuk sudah bisa mengerti kalau lelaki yang bersamanya hanya akan terus menuntut hal serupa. "Kenapa? Kenapa sekarang kau terlihat peduli padaku?"

"Katakanlah aku memang peduli padamu. Anggap saja aku sudah terlibat terlalu dalam sampai tidak mungkin bersikap abai. Aku benar-benar menghargai Paman Jaesung dan tidak mau mengecewakannya."

"Apa kau tidak bisa mengatakannya dengan jelas saja?" tegas Jihyuk, sama sekali tidak mengerti ke mana arah pembicaraan lawan bicaranya.

Sudah terlanjur memulai obrolan seperti ini pada Jihyuk. Jadi, Wooyeon pikir selayaknya lelaki itu tahu perihal permohonan Jaesung. Lantas, ia bercerita pada laki-laki bernama depan Lee itu tentang niat Jaesung untuk menjauhkan Jihyuk dari Hyora dan membiarkan Wooyeon mengambil alih. Tanpa sepengetahuan Jihyuk, Jaesung sesungguhnya sudah paham bahwa setiap dalih yang didengar dari putranya semata-mata karena gadis bernama Shin Hyora.

"Ayah menyuruhmu seperti itu?" Jihyuk memastikan sekali lagi yang ditanggapi dengan anggukan yakin Wooyeon.

"Benar. Karena itu, apa kau tidak lelah terus menolak? Apa kau sama sekali tidak ingin mewujudkan keinginan Paman Jaesung, setidaknya untuk terakhir kali?"

"Terakhir kali? Beraninya kau berbicara seperti itu?!"

Sungguh, Wooyeon tidak bermaksud. "Aku benci untuk mengatakan ini, tapi peluang seorang penderita kanker seperti Paman untuk sembuh sangatlah kecil."

Pikiran Jihyuk tidak sepenuhnya terfokus pada ucapan Wooyeon. Mengetahui perbuatan Jaesung, ia teringat dengan perjanjian yang sempat mereka susun. Kala itu Jaesung merasa jenuh akan upaya mendesak Jihyuk dan berakhir menyerahkan segala keputusan pada putranya. Namun, tentunya dengan satu syarat.

"Ayah tidak akan melarangmu lagi. Kau boleh tetap menjalankan kafe, bersama Hyora, dan tinggal di Seoul jika bisa mengembalikan uang pinjaman dari sebagian penghasilanmu dalam kurun waktu satu tahun. Jika tidak, kau harus menuruti perkataan Ayah. Tenang, jika kau khawatir tentang Hyora, Ayah pastikan bahwa dia akan mendapat perhatian yang sama ketika sedang bersamamu."

FORELSKET - New Version ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang