45 - Salju Pertama Berbagi Kisah

66 24 20
                                    

Ost. for this chapter:
Rothy - Sleepless Night

🔸🔸

Lelaki berumur 25 tahun yang sedang merenung di belakang meja itu mengira bahwa ia tengah siap dengan keputusan yang diambil. Setelah 15 menit lalu Myunghee menghubungi dan memberi kabar jika segala dokumen sudah selesai diurus, Jihyuk masih bergeming. Pikirannya membawa tangan lelaki itu untuk mengemas satu kotak yang tertinggal. Bukan miliknya, melainkan untuk orang lain.

"Kak Jihyuk!" teriak Eunso dari luar kamar sembari mengetuk. Tidak lama, ia segera masuk meski belum mendapat respon.

"Tadi Ibu sudah memberi tahu tentang kepastianmu. Kau ingin berangkat besok atau lusa? Karena kelihatannya kau sibuk, aku akan memesankannya untukmu," tawar adik satu-satunya itu.

Melihat Eunso sudah berada di ambang pintu dengan tatapan ke arahnya, Jihyuk sedikit menutup bendaㅡyang sejak tadi menjadi atensinyaㅡdengan lengan. Tampak sedikit berpikir, lelaki itu akhirnya menjawab, "Lusa. Besok aku masih harus bertemu Hyora karena sudah berjanji padanya."

"Oh, baiklah. Aku akan urus tiketmu, Kak."

"Eung. Terima kasih, Eunso," tanggap Jihyuk kemudian kembali pada kegiatan sebelumnya setelah pintu tertutup kembali.

Jarum jam terus berdetak, pun hari sudah terlampau larut. Jihyuk masih berkutat dengan kotak di hadapan, membiarkannya terbuka dan menampilkan dua barang berbeda. Keduanya adalah benda yang seharusnya dimiliki oleh orang lain sejak berbulan-bulan lalu. Selama ini, Jihyuk hanya menyimpan dan menunggu waktu yang tepat. Jika bukan sekarang, lantas kapan peluang yang sama akan muncul kembali?

Hingga pagi tiba, Jihyuk sudah berdiri di depan rumah seseorang. Dengan mengenakan topi berwarna biru dongker, pakaian lengan panjang cukup tebal, dan celana training, lelaki itu kelihatannya tidak perlu berdandan rapi demi bertemu. Setelah bel ketiga ditekan, sang pemilik rumah baru membukakan pintu. Memandang kedatangan Jihyuk dengan heran.

"Kenapa kau datang?"

Jihyuk segera menyodorkan kotak di tangannya. Dengan sekali gerakan mata, lawan bicaranya langsung menerima benda tersebut. Tanpa memberikan celah untuk bertanya, Jihyuk lebih dulu menjelaskan.

"Berikan saja benda ini pada Hyora, ya," pinta Jihyuk. Saat seperti ini, sifat payah lelaki itu muncul kembali dan satu-satunya yang menjadi harapan Jihyuk adalah Wonseok.

"Apa ini? Apa kau tidak bisa memberikannya sendiri saja?" tanya Wonseok seraya membolak-balikkan kotak yang dilihat dari mana pun tetap sama.

"Aku akan berangkat ke Tokyo lusa. Ayolah ... ini permintaan terakhirku padamu. Setelahnya, aku tidak akan merepotkanmu lagi," rayu lelaki bernama depan Lee itu.

Wonseok mendecak sebelum meletakkan kedua tangan di pinggang. "Biarkan aku bertanya padamu, kau mau pergi tanpa memberi tahu Hyora? Kembali pada sifat Jihyuk yang dulu?"

Menerima tanggapan seperti itu dari Wonseok bukanlah hal yang mengejutkan. Lantas, lelaki yang datang lebih dulu itu tertawa pelan. Salah satu tangannya didaratkan pada bahu Wonseok dan mengundang kerlingan mata.

"Aku hanya ingin mengetes tanggapanmu saja. Nanti sore aku akan bertemu Hyora dan mengatakan tentang kepergianku. Kau tidak perlu khawatir tentang itu," jelas Jihyuk sembari mempertahankan lengkungan senyum.

Jawaban Jihyuk jelas memicu pukulan Wonseok di lengannya. "Baru saja aku ingin mengusirmu dari sini kalau tetap bertingkah keras kepala."

"Tapi untuk satu itu, tolong berikan saja setelah aku pergi. Jangan tanyakan alasannya karena aku tidak akan mengatakannya padamu," putus Jihyuk yang segera mendapat helaan napas dari sahabatnya. "Aku pergi dulu!"

FORELSKET - New Version ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang