~Can pov~
Apakah semuanya hanya mimpi? Aku bermimpi?.
Kami tidak pernah bersama?, Aku bukan Can Medhtanan?, Tin bukan milikku?.
Kumohon jangan.....!!!.
Jika memang tin bukan milikku, dan hidup bahagiaku yang selama ini kumiliki hanyalah mimpi kumohon jangan pernah bangunkan aku.
Jika kebahagianku memiliki tin semu, maka kumohon hapuslah eksistensiku didunia ini.
~Can pov end~
*******************
Can menatap pria tercintanya dari jauh tidak ingin dia menemukannya diam diam menatapnya dengan tatapan penuh harapan.
Harapan bahwa tin adalah takdir terakhirnya.
Harapan bahwa tin memang pernah berdiri dialtar berasamanya.
Harapan bahwa namanya adalah Can medhtanan.
Dan harapan bahwa semuanya bukanlah sekedar mimpi.
Can masih ingat kehangatan pelukan dan ciuman yang diberikan tin setiap pagi dan malam untuknya.
Can masih jelas merasakan irama detak jantung tin setiap kali dia tidur dan memasukan kepalanya kedalam baju tin.
Can selalu menyukai irama jantung tin setiap kali dia akan tidur. Suara itu yang selalu meyakinkannya bahwa pria itu adalah miliknya dan dia adalah milik pria itu.
"Kita selalu bahagia tin. Bagaimana mungkin kau tidak nyata milikku?". Ucap can menitihkan air matanya menatap tin yang berjalan bersama keluarganya masuk ke restoran favorit mereka.
Can masih ingat jelas bahwa restoran itu adalah tempat makan yang selalu didatanginya bersama tin.
Dengan hati yang berat, can memutar tubuhnya pergi meninggalkan tin yang tertawa bahagia tanpanya disana.
Entah apa yang menuntunnya, can berjalan menuju rumah kecil yang dia sangat ingat adalah rumah lama yang dulu selalu dihuninya sendirian saat dia masih sekolah menengah atas.
*krek*
Can membuka pintu rumah tua itu.
"Tidak ada yang berubah.....". Pikir can merasa aneh. Seingatnya rumah ini sudah sekitar 5 tahun ditinggalnya. Bagaimana mungkin rumah ini masih terlihat normal dan terawat seakan dia selama ini tinggal disana?.
"Tin....". Can berkata pelan sembari terduduk dikasur tua dan kerasnya. "Tin.... aku merindukanmu". Can kembali menangis. Kini dia menangis terisak seperti bayi yang merindukan pelukan ibunya.
Meringkuk dikasur dingin itu, can perlahan tertidur berharap semua ini hanya mimpi dan akan berakhir ketika dia terbangun nanti.
~Flash back dipagi hari ketika can terbangun dan semua terasa berubah~
"Tin!". Can menyentuh tangan tin yang berjalan semakin jauh darinya disaat dia membuka matanya dan mendapati dia berdiri dijalan raya yang padat.
"Tsk! Apa maumu?". Tin menghempas tangan can dari tangannya seakan dia jijik dengan sentuhan itu.
"Tin...., jangan menatapku seperti itu...". Mata can memerah dan air matanya menimbun siap terjatuh dari pelupuknya. Hati can merasa sangat perih karena tin tidak pernah memperlakukannya sekasar itu.
Mendengar perkataan can membuat tin mengkerutkan dahinya seakan dia bingung.
"Kau bicara seakan aku selalu memperlakukanmu spesial. Kau sedang mimpi huh?". Tin kemudian meninggalkan can yang air matanya sudah jatuh. Awalnya can sangat yakin tin hanya bercanda padanya dan dia akan berbalik memeluknya untuk meminta maaf. Namun dia salah, perlahan......... tin menjauh darinya tanpa sekalipun menoleh padanya.