Part 9

412 31 0
                                    


-Author POV-

Susana kelas sedang khidmat mendengarkan penjelasan dosen, sampai Umji menyenggol lengan Tzuyu dan berbisik.

“Tzuyu-ah, nanti temenin aku ke rumah Chaeyeon eonni, hari ini dia mau mengajari kita
tetangganya buat bikin cake, jangan salah walau chaeyeon eonni tampak tomboy dia masakannya selalu
enak, mau ya?”

Tzuyu hanya tersenyum tipis, sambil ikut berbisik. “Kamu kan tau, aku ini kerja dari sore sampai malam di rumahnya Mingyu sunbae, mana bisa aku ikut kalian.”

“Tenang aja, kelas hari ini hanya sampai siang, setelah itu selesai kita langsung kesana, masalahnya
Eunha eonni tidak ada kuliah hari ini, jadi dia sudah ada di rumah Chaeyeon eonni, aku tidak berani kalau pergi kesana sendiri.” Kata umji dengan wajah memelas.

“Hmm, gimana ya?”

“Yaudah nanti aku minta izin sama Eunwoo sunbae aja, biar kamu tenang.”

Dahyun ikut berbisik, “Tidak perlu, aku juga nanti akan ikut ke rumah chaeyeon eonni. Selama ada aku semuanya aman. Kalian tenang saja.”

“Huft,” sahut Umji singkat.

***

13.30 KST, Chaeyeon's Home

Mobil sport putih memasuki gerbang masuk ke perumahan elite itu. Rumah-rumah di sini memang besar-besar, tidak jauh berbeda dengan rumah Mingyu tinggal, pikir Tzuyu.

Rumah Chaeyeon yang bertingkat tiga gaya minimalis. Tidak ada air mancur megah nan angkuh saat
mereka memasuki gerbang rumah. Tampak sebuah kebun dengan patung-patung malaikat mungil tampak di mata Tzuyu.

Pemandangan ini jauh lebih indah, tenang dan sederhana, meskipun bangunan di belakang kebun ini tidak kalah mewah.

Setelah melewati ruang tamu yang di pojoknya terdapat sebuah grand piano cantik, Chaeyeon mengajak mereka memasuki sebuah ruangan. Bukan kamar tidur tampaknya, karena tidak ada ranjang.

Sebaliknya, karpet bulu lebar membentang di seluruh ruangan. Sofa-sofa empuk berbentuk dadu mengisi bagian lantai yang tidak terjamah karpet.

***

-Chaeyeon POV-

“Rahasia membuat cake adalah mengeluarkannya dari oven tepat sebelum kalian berpikir cake-nya sudah matang,” jelasku kepada keempat teman di hadapanku yang memperhatikanku dengan serius.

“Bagian tengahnya harus lembut dan agak basah, bukan keras. Jangan khawatir kalau kalian melihat lengkungan di bagian tengah dan retakan di bagian atasnya. Cake yang benar memang seperti itu. cake-nya akan mengeras apabila sudah didinginkan.”

“Chaeyeon, punyaku terlihat aneh,” keluh Eunha.

Aku membungkuk untuk mengintip ke dalam oven.

Namun, sebelum ia sempat berkomentar, seseorang
sudah menjawab lebih dulu.

“Aku tidak melihat ada yang aneh.”

Suara itu terdengar begitu dekat denganku sampai aku memekik dan langsung melompat menjauh.

“Kau!” seruku kaget ketika aku akhirnya melihat orang yang mengagetkanku.

Jaehyun menegakkan tubuh dan tersenyum polos. “Ya, aku,” katanya. “Hai, Jung Chaeyeon.”

Aku menatap laki-laki itu dengan jengkel. Aku sudah berhasil menghindari Jaehyun selama hampir seminggu ini, bahkan sudah nyaris melupakan keberadaan laki-laki itu sampai kemunculannya yang
mendadak hari ini. “Sedang apa kau di sini?” tanyaku tajam.

“Kata ayahmu aku bisa menemuimu di sini,” jawab Jaehyun ringan.

“Ayah?” tanya Chaeyeon tidak mengerti.

“Ayahmu menyuruhku kesini, dan pelayan-pelayan ramah di depan sana menyuruhku langsung masuk ke dapur untuk menemuimu,” jelas Jaehyun.

Aku mengerutkan kening.

Kenapa ayahku ingin menyuruhnya kesini? Dan berani-beraninya pelayan-
pelayan itu memberitahu kepadanya di mana aku berada.

“Kau tahu, wajahmu akan mudah keriput kalau kau cemberut terus seperti ini,” kata Jaehyun sambil menggerak-gerakkan jari telunjuknya di depan wajahku.

Aku tetap memberengut dan menepis tangan laki-laki itu.

“Singkirkan tanganmu,” tukasku. “kenapa
ayahku menyuruhmu kesini?”

Jaehyun memandang sekeliling. “Kau mau kita bicara di sini saja?”

Aku juga ikut memandang sekeliling dan terkejut menyadari bahwa aku sudah lupa bahwa kami tidak
hanya berdua saja di dapur.

Keempat temanku masih berjongkok di depan oven, akan tetapi perhatian
mereka semua kini tertuju padaku dan Jaehyun.

“Kalian, pacaran?” tanya Dahyun sambil menatap bergantian aku dan Jaehyun.

“Tidak!” sergahku cepat.

Menyadari jawabanku terlalu keras. Aku berusaha menenangkan diri dan
menjawab sekali lagi dengan nada yang lebih tenang, “Bukan.”

Jaehyun menimpali, “Bukan pacar, melainkan tuna… Aduh!”

Tangaku sudah melayang dan memukul lengan Jaehyun dengan keras. “Demi Tuhan, tutup mulutmu!” bisikku dengan gigi mengertak.

Namun, sudah terlambat. Dahyun, seperti kebanyakan anak remaja dengan daya imajinasi tinggi, langsung menangkap maksud Jaehyun.

Matanya melebar kagum.

“Tunangan?!”

Aku mengabaikan pertanyaan Dahyun dan mengumumkan, “Cake-nya boleh di keluarkan lima menit lagi. Aku akan segera kembali.” Kemudian aku menoleh menatap Jaehyun dan berkata, “Kau, ikut aku.”

***

-Jaehyun POV-

Aku mengikutinya yang berjalan cepat menyusuri koridor sempit tanpa karpet.

Kami melewati ruang kecil seperti ruang kerja, kemudian dia membuka pintu di sebelah kiri dan masuk.

Aku mengangkat alis mengamati kebun belakang ini. Aku memang tidak mengharapkan dia akan mengajakku ke ruang duduk yang nyaman, tapi bukan berarti dia bisa mengajakku kebun belakangnya juga. Dia berjalan menghampiri satu-satunya jendela di sana.

“Bicaralah,” katanya.

“Disini?” tanyaku.

Dia mengangkat bahu acuh tak acuh. “Jadi apa yang ingin kau bicarakan?”

“Bersabarlah,” kataku ketika melihatnya kembali memberengut menyeramkan. “Aku ingin membahas tentang kejadian seminggu yang lalu.”

“Kejadian seminggu yang lalu?” ulangnya datar.

“Terus terang, aku berpikir bahwa ayahku sedang merencanakan sesuatu.”

Kataku. “Aku tahu ayahku
sangat keras kepala. Kurasa sekarang kau juga sudah tahu. Dia sudah memutuskan menjodohkan kita dan aku yakin dia akan terus memaksakan keinginannya sampai… well, kau tahu maksudku.”

Dia menyipitkan mata curiga.

“Ayahmu tidak akan melalukan sesuatu yang nekat, bukan?”

Aku tertawa hambar,“Entahlah. Tapi kurasa kita bisa mencegah ayah kita ikut campur lebih jauh.”

“Bagaimana caranya?”

Baiklah, ini dia. Mungkin Chaeyeon akan marah, mungkin dia akan memukulku, mungkin juga dia hanya akan berjalan keluar dari sini tanpa berkata apa-apa. Aku menguatkan diri menghadapi semua kemungkinan itu dan berkata. “Supaya ayah ku tidak mempersulit keadaan bagi kita berdua dan
keluargamu, kusarankan agar kita menuruti keinginannya. Untuk menyenangkan hatinya.”

Hening sejenak, lalu “Apa?!”

Dan aku bertanya-tanya dalam hati bagaiman mungkin sepatah kata sederhana itu bisa terdengar begitu menakutkan.

“S-setidaknya, kita bisa memulainya dengan kencan atau nonton agar ayahku bisa melihatnya, kau tau
selama seminggu terakhir ini, ayahku selalu memata-mataiku, dia takut aku memiliki hubungan bukan
dengan gadis pilihannya.”

“Okay,” aku mendongak menatapnya, sebuah respon postitif yang tidak aku duga sama sekali, “Aku mau
kencan denganmu. Tapi ada syaratnya?” sahutnya seketika mematahkan harapanku.

“Apa syaratnya?” tanyaku.

“Kau harus bisa mengalahkan aku bermain basket satu lawan satu,” jawab Chaeyeon.

Aku tersenyum lebar, aku yakin kali ini aku bisa mengalahkannya. “Aku setuju.” Sahutku.

“Baiklah, besok selesai kuliah, kita akan bertanding. Siapkan dirimu, Jaehyun-sii” kata Chaeyeon sambil
tersenyum.

“Setiap hari aku berlatih bermain basket, agar suatu hari aku bisa mengalahkanmu, aku berharap besok tidak sulit mengalahkanmu.”

We’ll see” ucap Chaeyeon sambil berbalik dan meninggalkanku.

TBC

F4 REBORN✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang