Part 37

230 17 0
                                    


-Jaehyun POV-

Aku baru saja hendak membuka pintu kelas ketika aku melihat Jungkook muncul di belakangku dan membukanya lebih dulu. “Hi, Jungkook. Tumben kau sudah datang.”

Lalu aku teringat telepon darinya kemarin. “Oh, ya, aku bermaksud menelponmu pagi ini, tapi aku lupa,” lanjutku sambil tersenyum meminta maaf.

Tidak seperti biasanya, Jungkook tidak membalas sapaan dan senyumku. Ia menepuk pundakku dan
menuntunku berbalik dari arah kelas dan membawaku ke basecamp basket.

Jungkook menutup pintu ruang itu, kemudian ia berdiri bersedekap dan menatapku dengan mata disipitkan.
Aku menatapnya dengan heran.

“Apa…?”

“Apa maksudmu meminta seorang gadis menikah denganmu?” selanya langsung tanpa basa-basi.

“Apa?” aku mengerjap tidak mengerti. Lalu aku teringat Chaeyeon. “Oh.”

“Ya, ‘oh’”,” gumamnya datar.
“Mau menjelaskannya kepadaku?”

Aku mendesah keras dan berusaha menjelaskan, “Tidak seperti itu. aku belum memintanya menikah denganku. Dia juga tidak memintaku menikah dengannya. Hanya ayahku yang ingin menjodohkan kami dan memutuskan bahwa kami telah bertunangan sejak kecil. Tapi aku merasa aku belum meminta menikah denganku.”

Alis jungkook berkerut. “Apa yang sedang kaubicarakan?”

“Jung Chaeyeon, tentu saja.” Sahutku.

“Jung Chaeyeon?”

“Ya.”

“Jung Chaeyeon teman sekelas kita?”

“Ya.” Aku mengangguk sekali lagi. “Bukankah dia yang kaumaksud?”

“Oh, demi Tuhan.” Jungkook memejamkan mata dan memijat-mijat pangkal hidungnya. “Bukan dia yang
kumaksud, tapi mari kita bicarakan dia dulu,” gumamnya. “Jadi ayahmu ingin kau menikah dengannya?”

“Sepertinya begitu.”

Jungkook terdiam sejenak, berpikir lalu, “Kata ayahmu, kau pergi bersamanya kemarin malam.”

“Ya.”

“Kupikir kau tidak menyukainya.”

“Well…” aku mengangkat sebelah bahu. “Dia tidak terlalu buruk.”

“Oh?”

Aku memilih tidak berkomentar lebih jauh.

Jungkook menatapku dengan alis terangkat. “Kau tahu kau tidak bisa bertunangan dengan siapa pun tanpa persetujuan kami (F4), bukan?”

Aku mendengus tertawa, “Sama seperti kalian yang tidak bisa bertunangan sebelum mendapat persetujuanku.”

“Aku senang kau masih ingat itu,” kata Jungkook sambil tersenyum kecil. “Jadi jelaskan kepadaku kenapa
kau meminta Rose Park menikah denganmu sebelum dia berangkat ke Aussie tiga tahun yang lalu.”

Jantungku serasa berhenti berdetak dan kenangan yang sudah lama terpendam muncul kembali dalam sekejap mata.

“Siapa?” tanyaku.

“Rose park?” ulang Jungkook.

“Kau masih ingat dia, bukan?”

Aku mengerjap. Jantungku kembali berdebar cepat. Tentu saja aku masih ingat padanya.

Aku juga ingat diriku dulu sempat tergila-gila padanya. “Ya, aku masih ingat,” gumamku. “Dia sudah kembali ke Seoul? Kapan?”

“Beberapa hari yang lalu. Aku juga baru tahu kemarin ketika dia datang menemuiku,” sahut Jungkook.
“Sekarang katakan padaku, apakah itu benar? Apakah ada sesuatu yang harus kuketahui, Jaehyun?”

“Tidak,” jawabku cepat, lalu aku memaksakan tawa kecil dan melanjutkan dengan suara yang aku harapkan tidak terdengar gugup, “Astaga, aku tidak percaya dia berkata seperti itu padamu. Dia pasti
masih salah paham.”

“Jadi ini hanya kesalahpahaman? Aku tidak perlu memberitahu Mingyu malam ini bahwa salah satu
sahabatnya mendadak bertunangan tanpa persetujuannya?” tanya Jungkook ragu. “Kau tidak
bersungguh-sungguh meminta Rose menikah denganmu, bukan Jaehyun?”

Aku menggigit bibir.

***

FLASHBACK ON

Seoul, 2013

“Bagaimana kalau kita bertunangan dulu sebelum aku berangkat ke Aussie?” tanya Rose sambil menoleh menatapku dari balik kacamata hitamnya.
“Kau tahu aku tidak bisa menunggu selama itu
tanpa status yang jelas.”

Kami berdua sedang duduk bersebelahan di salah satu bangku kayu di sungai han, menikmati sinar matahari yang hangat dan pemandangan gedung-gedung pencakar langit Seoul.

Aku tersenyum kecil dan menggenggam tangannya di atas bangku. “Aku tidak mau mengambil resiko ditembak oleh kakak-kakakmu.”

Alis rose berkerut samar. “Kenapa kau takut pada kakak-kakakku?”

“Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan mereka lakukan kalau mereka sampai tahu apa yang kita sembunyikan dari mereka selama ini.”

“Kau yang ingin merahasiakan semua ini,” Rose mengingatkan, “Bukan aku.”

Aku mengangguk satu kali, “Ya. Dan untuk alasan yang bagus. kau tahu itu.”

Rose mendesah pelan dan memalingkan wajah kembali menatap permukaan sungai yang berkilau.

“Rasanya tidak adil memintamu menunggu,” gumamku tanpa menatapnya.

Rose mengangkat bahu dengan enggan. “Tentu saja. Tapi kalau itu yang kauinginkan, kurasa aku tidak keberatan menunggu.”

Aku meremas tangannya, menarik napas panjang dan berkata, “Kurasa sebaiknya kau tidak menunggu.”

Dia menoleh menatapku dengan alis terangkat. “Apa maksudmu?”

Kali ini aku juga menoleh menatapnya. Raut wajahku terlihat serius. “Aku tidak tahu kapan kau akan
kembali, jadi kau tidak berhak memintaku menunggumu,” kataku.

Ia terlihat menelan ludah dengan susah payah dan bertanya, “Apakah kau sedang mencoba memutuskan hubungan denganku?”

“Tidakkah menurutmu itu lebih baik?” aku balas bertanya. “Kau masih muda. Seharusnya kau menikmati hidup, bersenang-senang, bertemu orang banyak, melakukan apa yang ingin kaulakukan sebelum kau mengambil keputusan besar seperti bertunangan atau menikah.”

“Kau sedang membicarkan dirimu sendiri,” katanya datar dan ia mencoba menarik tangannya dari genggamanku.

Aku mempererat genggamannya. “Rose,” desahku. “Kau tahu bagaimana perasaanku padamu.”

“Kupikir juga begitu, tapi sekarang aku tidak yakin lagi,” tukasnya.

“Aku mencintaimu. Sungguh,” kataku. “Karena itulah aku mengambil keputusan ini.”

Rose hendak membuka mulut, nemun telunjukku yang aku tempelkan ke bibirnya mengurungkan niatnya.

“Dengar,” selaku, “Kalau setelah kau kembali nanti dan perasanmu masih seperti hari ini, kita akan berhubungan lagi, bagaimana?”

Ia hanya diam menatap permukaan sungai Han di hadapannya untuk waktu yang sangat lama.

Itulah terakhir kalinya aku melihatnya.

FLASHBACK OFF

***

“Jaehyun?”

Aku mengerjap dan tersadar kembali dari lamunanku. “Ya?” gumamku sambil menatapnya.

“Kau tidak meminta Rose kembali padamu, kan?” tanyanya sekali lagi.

“Tidak,” sahutku sambil menyunggingkan seulas senyum kecil. “Tentu saja tidak.”

***

-Eunha POV-

Suatu sore, aku sendirian berada di tengah lapangan basket belakang rumahku.

Beberapa kali aku mencoba memasukkan bola ke ring. Tapi selalu gagal. Bahkan lemparanku dari jarak normal juga tidak bisa sampai ke ring, walau dia sudah melempar sekuat tenaga.

Ternyata susah juga main basket! Kataku dalam hati.

Padahal kalau aku melihat pertandingan di TV, mudah sekali para pemainnya mempermainkan bola sesuka hati, melempar serta menembak bola ke ring seperti melempar batu saja.

Memang sudah beberapa hari ini aku latihan basket sendiri. Aku ingin juga bisa main basket, walau
mungkin hanya dasarnya. Aku tadinya minta Chaeyeon untuk melatihku, tapi dia malah marah-marah.

Aku juga malu untuk minta Jaehyun melatihku.

Setelah mengambil napas, aku siap-siap menembak bola ke ring lagi. kali ini aku tidak langsung melempar, tapi memerhatikan dulu ring sasaranku. Tanganku yang memegang bola pun mulai
terangkat, dan…

“Jangan pakai kekuatan pergelangan tangan. Pakai kekuatan lenganmu untuk mendorong bola, pasti
bolanya akan sampai ke ring…”

Suara lembut itu berasal dari belakangku, membuatku menoleh. Aku setengah tidak percaya begitu melihat siapa yang baru mengajariku.

“Kamu…”

TBC

F4 REBORN✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang