Part 8

440 27 0
                                    



FLASHBACK ON

Shinhwa High School, 2013

-Chaeyeon POV-

Aku sedang berjalan menyusuri koridor sekolah sambil membawa beberapa buku dari perpustakaan ketika aku mendengar pembicaraan itu.

“… lalu kenapa kau menempel terus pada Chaeyeon?”

Langkahku terhenti begitu mendengar namaku disebut-sebut. Suara teman sekelasku, Mingyu. Berasal
dari ruang kelas kosong di sebelah kanannya. Aku menoleh dan melihat pintu ruangan itu tidak tertutup rapat.

“Omong kosong apa itu? kapan aku menempel padanya?”

Rasa penasaranku muncul begitu mendengar suara Jaehyun, teman sekelasku yang selalu berada di kelompok yang sama denganku. Aku ragu sejenak, namun akhirnya kakiku melangkah pelan mendekati pintu. Aku mengintip melewati celah pintu dan melihat Jaehyun bersama Mingyu dan Eunwoo.

Jaehyun berdiri bersedekap sementara Eunwoo duduk di samping jendela yang terbuka sedikit, dan Mingyu duduk berselonjor di salah satu kursi sambil menguap lebar.

“Aku melihatmu, Jaehyun-ah” kata Mingyu. “Kau terus bersama anak aneh itu sejak seminggu terakhir ini. Kau bahkan tidak melirik Rose ketika dia melenggang di depanmu.”

“Sudahlah, biarkan saja dia Mingyu. Kau terlalu mencampuri urusannya,” kata Eunwoo sambil tersenyum tipis.

“Apakah kau Jung Jaehyun tertarik pada si kecil Chaeyeon? Apakah kau jatuh cinta padanya?”

“Tutup mulutmu,” tukas Jaehyun tajam. “Kalian pasti sudah gila kalau kalian berpikir aku tertarik pada
anak kurus bermuka datar itu.”

Napasku tersekat dan kakiku otomatis mundur selangkah.

“Kau benar-benar tidak tertarik padanya? Atau kau hanya malu mengakuinya?”

“Apakah kalian tahu dia anak pungut? Dia diambil dari panti asuhan, dan dia pun tidak tau siapa orang tua kandungnya” jaehyun balas
bertanya. “Pakai otak kalian dan coba pikir, bagaimana mungkin aku akan tertarik pada seseorang yang
entah memiliki masalah kejiwaan dalam keluargannya atau tidak.”

“Dia anak adopsi?”

“Ya!” suara Jaehyun terdengar berapi-api. “Dan dia sendiri tidak tahu siapa orangtua kandungnya. Mungkin saja
orang tuanya kriminal, penjahat, pembunuh dan semacamnya. Kita tidak pernah tahu, kan?”

“Aku tidak pernah berpikir sejauh itu.”

“Mulailah berpikir. Apakah kalian masih berpikir aku akan tertarik padanya?”

“Baiklah, baiklah. Kami percaya padamu.” Terdengar bunyi jendela di tutup.

“Kurasa sebaiknya kita
kembali ke kelas sebelum ada yang  menyadari kita menghilang.”

Aku mendengar bunyi langkah kaki menghampiri pintu. Aku tahu, harusnya aku segera menyingkir, tetapi kata-kata Jaehyun masih terngiang-ngiang di telingaku, membuatku tidak bisa bergerak.

Pintu ruang kelas terbuka dengan cepat dan aku bertatapan dengan Jaehyun.

Mata cokelat laki-laki itu
melebar melihatku dan ia langsung berhenti di ambang pintu.

“Oh, shit!” gerutu Mingyu yang tadi melihatku, ia melangkah ke depan Jaehyun dan mengacungkan jari
telunjuknya ke arahku.

“Lupakan semua yang kau dengar, paham?!” katanya.

Aku menatap ketiga anak laki-laki itu bergantian, lalu tanpa berkata apa-apa, aku memaksakan kakiku
berbalik dan kembali berjalan menyusuri koridor. Selangkah demi selangkah.

“Dasar anak aneh. Dia bisu atau apa? Kurasa kau benar, Jaehyun. Pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan otaknya.”

Aku mendengarnya, namun aku tetap memaksakan diri berjalan dengan kepala terangkat tinggi. Aku
tidak akan menangis di depan mereka. Tidak akan.

Walaupun begitu, setetes air mata sempat jatuh mengenai tanganku yang mencengkeram erat bukuku sampai buku jariku memutih.

Sejak hari itu, entah bagaimana, gossip tentang diriku mulai tersebar di sekolah. Sebagian orang yang
dulunya mengaku sebagai teman-temanku mulai menghindariku. Orang-orang mulai menatapku dengan tatapan aneh. Tatapan aneh meningkat menjadi sindiran sinis. Sindiran sinis berubah menjadi serangan verbal yang terang-terangan. Serangan verbal dengan cepat meningkat menjadi gangguan fisik.

Hari-hariku di sekolah menjadi mimpi buruk dalam sekejap mata.

Semua itu gara-gara Jung Jaehyun. Laki-laki itulah yang memulai gossip tentang diriku dan di sama sekali tidak merasa bersalah. Tidak sedikit pun. Bagaimana aku bisa merasa yakin tentang hal itu? well, aku pernah dijegal seseorang ketika aku sedang berjalan sambil membawa setumpuk kertas esai yang
harus diserahkan kepada guru.

Aku jatuh dan kertas-kertas esaiku jatuh berserakan. Semua orang tertawa. Tidak ada seorang pun yang membantuku. Jaehyun juga ada di sana. dan dia ikut tertawa bersama teman-teman. Sejak saat itu aku menjadikan F4 sebagai musuhku, dan untuk pertama kalinya aku merasa hidupku tidak berarti.

FLASHBACK OFF

***

“Apa yang sedang kaupikirkan, Chaeyeon-ah?” aku tersentak dan mengalihkan pandangan dari keramaian kantin kearah Eunha yang memanggilnya.

“Tidak ada,” ujarku pelan sambil melemparkan
seulas senyum kecil yang dipaksakan ke arahnya.

Saat itu kami sedang makan siang di kantin sambil menunggu kedatangan Umji dan teman barunya.

Baru saja aku pikirkan, keempat pria itu sudah datang dan menempati tempat mereka bak raja.

“Kau tampaknya tidak terkesan pada mereka,” tebak Eunha saat melihatku mengarahkan pandangan sinis kepada F4.

“Tidak terkesan sama sekali,” jawabku jujur.

“Jadi, apa yang sudah dilakukan F4 sampai membuat sahabatku ini tidak terkesan?” tanya Eunha lagi.

Aku mengangkat bahu dan mendesah. “Mungkin kedengarnya remeh jika kuceritakan sekarang.
Bagaimanapun, tiga tahun yang lalu.” Aku berhenti sejenak, lalu menambahkan, “Mereka hanya salah satu anak populer menjengkelkan di sekolah yang hanya merasa bahagia apabila melihat orang lain menderita.”

“Tunggu dulu, termasuk Eunwoo kah?”

“Lebih tepatnya, salah satu dari mereka.”

“Pasti Mingyu.”

“Bukan, tapi orang di sebelahnya.” Ucapku sambil menatap tajam orang tersebut.

“Jaehyun?! Aku tidak percaya ini.”

Eunha terdiam sejenak, lalu bertanya, “Apakah dia pernah meminta maaf kepadamu?”

Aku menoleh menatap Eunha dan tersenyum kecil. “Tidak,” gumamku sambil menggeleng.

“Kalau dia meminta maaf sekarang?”

“Aku tidak menunggu permintaan maaf darinya,” kataku dengan nada melamun.

“Lagi pula, permintaan
maaf tidak akan mengubah apa yang sudah terjadi. Tidak akan menjadikan semuanya baik-baik saja.”

“Tapi, aku dengar dari Mom kau sudah di jodohkan dengannya, dan kau tau kan, betapa keras kepalanya
ayahnya.” Eunha memperingatkan.

Aku menarik napas panjang.

“Jangan khawatir. Aku tidak akan berurusan lagi dengannya. Selamanya
kalau perlu.” Merasa perlu mengubah topik pembicaraan ke hal-hal yang tidak terlalu menyesakkan, aku
pun berkata, “Omong-omong, kenapa Umji belum datang juga?”

TBC

F4 REBORN✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang