32

456 59 1
                                    

Shikadai melonjak kaget ketika ngerasain kasurnya bergetar saat matanya sedang enak enaknya terpejam. Dia melihat kearah jam dinding yang berada diatas kepalanya. Jam setengah 8 pagi.

"Perasaan aja kali ya", ujar Shikadai nenangin dirinya sendiri. Lagian anak anak juga pada asik ngorok. Maklum hari ini hari minggu dan enak banget buat lanjut tidur sehabis subuh.

Cowok itu kembali merebahkan badan dan nyoba buat merem. Nggak disangka sangka pas mau balik ke alam mimpi, kasurnya bergetar lagi, kini lemari lemari pun ikut bergoyang.

Shikadai auto melompat dari kasur dengan panik lalu ngebangunin Ken kemudian berlari kearah pintu. Dia ngeliat Mitsuki juga kebangun dan segera melilit badan Boruto plus Inojin dengan kedua tangannya yang panjang buat dia bawa keluar kamar.

Fix dunia lagi gempa.

Semua warga pesantren sekarang udah pada ngumpul di titik kumpul yang letaknya di lapangan basket deket gerbang utama.

Shikadai cemas banget, apalagi Mitsuki. Tangannya masih dia lilitin ke badan kawan kawannya itu tanpa ada niat ngelepasin walaupun yang dililit udah setengah sadar.

"Ini kenapa", Inojin menggosok gosok matanya, sejurus kemudian dia kaget nemuin dirinya sedang terlilit tangan Mitsuki dan sekarang lagi berdiri di tengah tengah lapangan basket.

"Ada gempa", kata Mitsuki, "tadi kamu masih tidur, jadi aku langsung lilit aja biar cepat sampai ke bawah".

Boruto pun gitu. Dia masih nggak percaya kalau barusan terjadi gempa. Kok nggak kerasa ya?

"Lo kalo tidur jangan mati", ujar Shikadai sedikit kesal, "keras banget padahal. Lemarinya goyang gitu".

"Nggak kerasa sumpah!" ucap Boruto, padahal jantungnya udah dag dig dug nggak karuan. Cowok itu auto lemes dan terduduk sambil melukin kaki Mitsuki.

"Gue kok rasanya nggak mau balik kamar dulu", kata Ken khawatir, "takut susulan. Di tempat gue biasanya kalo udah gempa kenceng ntar ada susulannya".

"Emang lu tinggal dimana?" tanya Shikadai.

"Odaiba. Disana lumayan sering gempa gini. Dibilang udah biasa, iya. Cuma gue trauma".

Inojin yang mendengar pun ikutan lemes kayak Boruto. Kalau bener ada susulan, auto tak telfon bokap minta jemput dah, titik!

Mereka berlima pun duduk di lapangan deket deketan tanpa ada niatan balik ke kamar. Sejauh ini belum ada gempa susulan, jadi satu persatu warga pesantren balik ke kamar masing masing.

"Nggak ada yang mau ke kamar?" tanya Mitsuki. Cuma tinggal beberapa orang yang tetep tinggal di lapangan, termasuk mereka.

"Ken, menurut lo gimana? Kita kita pada nggak punya pengalaman gempa", Boruto minta pendapat. Yang dia bilang memang nyata, alhamdulillah Konoha belum pernah dilanda gempa. Tapi kalau banjir, langganan itu mah.

"Udah setengah jam belum sih? Kalo udah kita masuk aja", ujar Ken.

Semua mengangkat bahu tanda tak tau. Wong hp aja ketinggalan di kamar. Nggak bisa liat jam.

"Tapi yang lain udah pada balik juga. Balik aja deh, tapi kita tetep waspada".

Karena Ken udah bilang begitu, mereka pun akhirnya memilih untuk balik ke kamar. Langkah mereka semua pada gontai abis. Mau naik tangga aja kayak udah nggak sanggup.

"Lemes banget lutut", keluh Shikadai. Dia megangin sandaran tangga erat erat. Ketika yang lain udah nyampe lantai dua, eh dia malah masih ngitungin anak tangga.

Karena kasihan akhirnya Mitsuki bantuin Shikadai naik dengan ngelilitin tangannya di badan cowok itu, persis kayak yang dia lakuin ke Boruto dan Inojin tadi.

[1] Lost in Pesantren ㅡ BORUTO: NARUTO NEXT GENERATIONS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang