Lima

105 15 16
                                    

"Kenapa dengan wajahmu?" tanyaku khawatir.

Aku tidak bisa melepaskan tatapanku dari dahi Taehyung yang diperban. Bibirnya pucat dan terdapat lebam biru keunguan di pipi kiri.

Kebodohan apa lagi yang dilakukannya sampai terluka seperti itu?

"Jatuh dari tangga," jawab Taehyung cuek. Ia kembali menuliskan rumus di buku latihannya.

Pada jam istirahat ini aku mengajarinya Kimia—tentang penyetaraan reaksi dengan metode biloks. Namun aku kurang fokus karena melihatnya tampak gusar, seperti sedang menahan sakit sejak tadi.

"Jatuh? Jangan membohongiku. Apa kau ikut tawuran lagi dengan Jimin dan geng pemberontaknya?" tanyaku jengkel. Aku mendekat dan memeriksa lukanya lebih teliti.

"Aku tidak tawuran," jawabnya dengan wajah innocent.

"Jimin adalah seseorang yang harus kau jauhi jika tidak ingin terlibat perkelahian. Kau tahu sendiri reputasi buruknya, dia memiliki musuh hampir di semua sekolah di Alhambra karena gemar berkelahi."

"Jimin tidak seburuk itu."

Aku memutar bola mata. "Kau membelanya karena dia temanmu."

"Well, Jimin dan teman-teman yang lain bukan geng pemberontak seperti yang kau duga. Mereka hanya ingin menegakkan keadilan," cerocos Taehyung membela teman-temannya.

"Whatever," balasku tidak mau berdebat lebih jauh lagi soal Jimin. Bikin kesal saja.

"Kau sangat sensitif dengan Jimin. Jangan-jangan kau menyukainya?" tebak Taehyung menatapku, ia memasang raut curiga seolah aku anak TK yang baru saja ketahuan mencuri permen.

"Hihhh, sampai bumi runtuh pun aku tidak mungkin menyukai Jimin," bantahku bergidik malas.

"Good girl. Aku memang tidak akan mengizinkanmu menyukai siapa pun kecuali aku. Kau hanya boleh menyukai aku seumur hidupmu," bisik Taehyung mengangkat satu tangannya dan mengusap-usap kepalaku sambil memasang senyum manis.

Aku menatapnya dengan galak dan berkata, " Kau tidak punya hak mengatakan itu, V. You're just my ex boyfriend. My past."

"I'm not your ex. I'm your future husband," bisiknya sensual. Membuatku sedikit merinding.

Aku menusuk pipi biru lebamnya dengan telunjuk. Mendorong kepalanya agar menjauh dari telingaku.

"Aish," ringis Taehyung memegangi pipi sakitnya.

"Jangan mengatakan omong kosong. Ingat, Celine adalah tunanganmu."

"Hanya karena dia tunanganku, bukan berarti aku akan menikahinya suatu saat nanti," jawab Taehyung santai. Seakan-akan acara pertunangan mereka yang diadakan secara eksklusif di Rusia hanya main-main baginya.

Mengerutkan kening aku bertanya, "Maksudmu?"

"Aku tidak akan menikahi Celine," ulang Taehyung sekali lagi. Kali ini lebih tegas.

"Lalu kenapa kau setuju ditunangkan dengannya?"

Taehyung berpikir sejenak. Sudut bibirnya sedikit terangkat naik. "Untuk membuatmu cemburu seperti sekarang ini," jawabnya spontan tanpa beban.

Berdecak geram, aku menjewer kuat telinganya. "Ini bukan saat yang tepat untuk bercanda, V."

"Aku memiliki alasan menyetujui pertunangan itu. Tapi bukan berarti aku akan menikahinya. Aku hanya main-main."

"Kau gila dan tidak pernah bisa serius."

"Aku hanya mau serius denganmu," jawabnya menyelipkan anak rambutku.

Chasing You | KTH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang