Delapan Belas

122 10 61
                                    

Agust melempar sebiji popcorn ke jidatku sambil menaikkan alisnya. “Dari tadi diam seperti orang kerasukan. Kau kenapa sih?” omelnya, matanya seolah meminta penjelasan akan sikap anehku.

Aku mengatupkan mulut dan berdecih malas. Tidak ada gunanya cerita kepada Agust. Dia hanya akan meledek dan berasumsi aku belum move on dari Taehyung.

Hmmm, memang belum move on sih.

“Tadi pasta yang kau masak sedikit hambar karena kau kebanyakan melamun, Mar. What’s wrong with your gloomy face?”

Agust memang sangat memahamiku, ia langsung bisa menebak aku sedang ada masalah hanya dengan sekali lihat. Dia seperti cenayang.

Nothing!”

Agust kali ini memutar tubuh menghadapku. “Kau sangat aneh dari tadi. Aku melucu pun kau tidak tertawa. Bahkan kuajak menonton film kesukaanmu kau hanya bengong. Ada apa sebenarnya? Taehyung mengatakan apa di apartemen Jimin?”

"Tidak ada. Bukan hal penting."

"Marimar," tegas Agust menegurku agar tidak berkelit dan mengutarakan hal yang mengganjal sejak tadi dihatiku.

Aku berpikir sebentar seraya menimbang dalam hati.

Akhirnya aku memutuskan bertanya, “Er... apa Taehyung pernah bercerita padamu tentang kematian orangtuanya? Aku penasaran kenapa dia berubah setelah pulang dari krematorium di Daegu.”

Agust menatapku saksama, ia menggeleng. “Taehyung bukan tipe orang yang mau menceritakan masalahnya pada orang lain. Dia lebih suka memendamnya,” katanya.

Aku menghela napas kecewa karena tidak mendapat informasi berguna dari Agust.

“Serius? Taehyung tidak pernah cerita apa pun padahal kalian satu geng di Bangtan? Lalu kalau kumpul-kumpul apa yang kalian bahas? Menggosip?” rutukku kesal.

“Kok jadi mengomel padaku?” protes Agust tidak terima.

“Aish, sudah lah. Aku naik saja ke atas, mau tidur.”

Wait, Marimar. Sit down!” perintah Agust menggerakkan telunjuknya memanggilku, membuatku langsung menurut karena aura mukanya berubah sangat serius.

“Taehyung sedang dalam masalah?” Agust terlihat gusar bertanya.

“Kau temannya atau bukan sih? Dia sedang sakit dan bertengkar dengan Isabella. Masa kau tidak tahu? Yang benar saja!” ocehku berseru kesal.

“Terakhir kali aktif di grup Bangtan, Taehyung hanya mengingatkan untuk memberikanmu susu kotak stroberi. Setelah itu dia ganti nomor dan tidak ingin dihubungi oleh siapa pun,” jelas Agust.

Aku menguatkan hati untuk mengatakan pada Agust. “Dia melukai dirinya. Ada banyak sayatan di lengan kirinya. Kurasa dia sedang depresi, aku sangat takut dia semakin parah,” ucapku sendu setengah suara.

Agust tampak sangat terkejut, kecewa, dan terpukul. “Maksudmu Taehyung self harm? Cutting?” desisnya mengepalkan tangan marah.

"Sepertinya." Aku mengangguk lemah.

Urat leher Agust menegang marah. “Sialan anak itu. Harusnya kalau dia punya masalah serius jangan dipendam sampai depresi,” geramnya berdiri tiba-tiba dan mengambil jaket lalu memakainya buru-buru.

“Eh? Kau mau kemana?” tanyaku bingung.

“Membunuh Taehyung,” jawab Agust ketus.

“Agust Dion Lee, tolong jangan memperkeruh suasana,” panggilku menyebut nama lengkapnya. Getir.

Chasing You | KTH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang