Dua Puluh Satu

51 9 38
                                    

Warning: Ada adegan 50 tahun ke atas. Anak kecil menjauh. ( ͡° ͜ʖ ͡°)

🐥

Aku menarik tangan Taehyung untuk segera keluar kelas begitu lonceng istirahat pertama berbunyi.

"Hei hei, kenapa sangat buru-buru? Kita bisa ke kantin sama-sama," tegur Yoora keheranan saat aku tergesa keluar melewati dia yang sedang membereskan buku dan alat tulis di atas meja.

"Aku tidak ke kantin, kalian pergi saja," sahutku memberi kode pada Hoseok lewat pelototan samar. Hoseok langsung mengerti apa maksudku. Ia mengajak Yoora dan Sohe ke kantin agar tidak mengangguku yang sedang memiliki misi untuk makan bersama dengan Taehyung tanpa gangguan apapun.

"Mau kemana?" Tanya Taehyung mengikuti tarikan tanganku.

"Makan siang," jawabku singkat.

"Ini bukan arah ke kantin," tegur Taehyung masih setia mengikuti langkahku.

"Aku sedang malas ke kantin, kita makan di tempat lain saja," kataku sengaja memilih berjalan memutar lewat koridor sepi agar tidak perlu bertemu murid bermulut mercon yang akan menggosipi kami.

Kami menapaki tangga menuju rooftop. Sesampai di sudut, aku mengeluarkan kain tipis dari tote bag hitam yang kupegang sejak tadi. Menggelar kain cokelat itu di atas lantai yang bersih.

Kemudian aku mengeluarkan kotak bekal satu persatu masih dari tote bag yang sama. Meletakkan dan menyusun kotak bekal di atas kain tipis tadi.

Taehyung menurut saja ketika kusuruh duduk bersila di depanku. Kami duduk berhadapan dengan makanan tersaji sebagai pembatas di antar kami.

"Wah, kau memasak semua ini?" tanya Taehyung takjub sambil membantu membuka sebagian tutup bekal.

Ia semringah menatap menu yang bervariasi mulai dari bulgogi, sosis, meatball, dan lasagna.

Taehyung menundukkan kepala mencium aroma masakanku. "Hmm, ini pasti enak, Ann."

"Coba dulu. Aku tidak yakin rasanya akan sesuasi dengan ekspektasimu," ucapku harap-harap cemas. Sedikit takut bila Taehyung tidak menyukai rasanya.

Kemampuan memasakku jauh di bawah Taehyung. Selain mahir membuat pastry, Taehyung juga pintar memasak western food dan oriental food. Masakanku tentu tidak ada apa-apa dibanding buatannya.

"Ini benar-benar enak," ungkap Taehyung ketika mencoba daging bulgogi.

"Benarkah? Apa rasanya tidak hambar?" ringisku menyelidiki ekspresi Taehyung ketika mengunyah.

Taehyung menelan makanannya. "Tidak hambar, Sayang. Ini pas. Kenapa kau begitu cemas?" tanyanya mengerutkan kening sembari menatapku teduh.

"Aku takut mengecewakanmu," sahutku memakan meatball.

"Kau tidak pernah mengecewakanku. Stop that overthingking, By," katanya, tatapan itu lembut dan menenangkanku.

Di sela-sela kami sedang makan, Taehyung bertanya, "Jam berapa kau bangun menyiapkan semua ini?"

"Jam empat kurang lima belas," jawabku jujur.

Taehyung tersenyum tulus, ia memajukan tubuhnya untuk meraih puncak kepalaku dan mengusap-usap rambutku. "Kenapa kau sangat manis hm? Aku merasa sedang dimasakin oleh istri," tuturnya tertawa kalem.

Taehyung dan ucapan-ucapannya yang kelewat santai dan jujur benar-benar tidak mengizinkan aku untuk bernapas normal. Ia begitu mudah melambungkan perasaanku sampai aku hampir lupa caranya berpijak pada bumi.

Chasing You | KTH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang