Sepuluh

69 11 51
                                    

“Aku akan ke sana. Baik. Ya. Bukan seperti itu. Tidak. Maafkan aku. Ya, aku berjanji. Baik.” Taehyung mengucapkan kalimat itu cepat dan tanpa ekspresi, lalu mematikan ponselnya.

“Telepon dari siapa?” tanyaku mengangkat alis dan menatapnya bingung.

“Cameron—kakak Celine,” jawab Taehyung seperti orang yang tertekan oleh keadaan. Aku merasa ia sedang menyembunyikan sesuatu.

“Kenapa? Apa sesuatu yang buruk terjadi?”

Taehyung menghela napas. Ia gelisah dan mengetuk-ngetuk ponselnya ke pinggir meja. Tampak berpikir keras.

Mulutnya terbuka ragu hendak berbicara padaku, lalu menutup kembali tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Tidak ingin memaksanya menjawab, aku mengalihkan tatapanku darinya. Kembali menunduk untuk memeriksa jawabannya. Dari sepuluh soal, ia mengerjakan tujuh soal dengan benar. Pencapaian yang cukup bagus.

“Ann.” Taehyung menatapku dalam. Ekspresi wajahnya abu-abu, sulit mengetahui apa yang ia rasakan. Tapi aku yakin ada sesuatu yang sedang mengganggu pikirannya setelah menerima telepon dari Cameron.

“Hm?”

“Aku akan ke Moscow hari ini,” ucapnya pelan dan lebih tepat disebut seperti bisikan.

Jantungku mencelos mendengarnya. Namun, aku segera menguasai diri sendiri agar tetap terlihat biasa saja dan santai.

“Oh, ya? Biar kutebak, kau ingin menemui Celine?” tanyaku mengatur suara agar kedengaran antusias. “Apa kau menrindukan Celine?” godaku menyikut lengannya sambil menatapnya ceria.

“Bukan seperti itu, Ann,” jawab Taehyung, wajahnya tertekuk tak bersemangat sama sekali.

Menepuk-nepuk bahunya aku berkata santai, “Kalau begitu hati-hati. Jangan lupa bawa oleh-oleh ya,” ujarku masih mempertahankan suara ceria seolah aku amat bahagia ia pergi ke Moscow menemui Celine.

“Ann, Celine sakit,” ucapnya, wajahnya sangat serius sekarang.

‘Begitu ya? Sakit apa dia? Sakit jiwa?” gumamku pelan dan terkejut sendiri dengan kata-kata kasar yang tidak seharusnya keluar dari mulutku. “Maaf,” sambungku menunduk menatap ujung sepatu.

Sudah pukul lima sore, tapi kami masih di perpustakaan karena Taehyung baru menyelesaikan soal Integral Parsial yang kuberikan.

Taehyung memegang tanganku yang memainkan pulpen BT21 berkarakter Tata. “Apa kau marah jika aku ke Moscow?”

Aku menggeleng pelan. “Tidak. Memangnya aku berhak marah? Tunanganmu sakit, V. Sudah seharusnya kau pergi. Sampaikan salamku padanya dan semoga dia cepat sembuh.”

Pria itu mengusap punggung tanganku dan berucap dengan nada sangat terpaksa, “Ann, aku mungkin akan di sana sampai Celine sembuh. Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf.”

“Jangan minta maaf,” ucapku merasakan sesuatu yang mengembang di pelupuk mataku.

Aku memaki diriku sendiri. Sialan kau Marianne! Jangan cengeng! Tidak boleh sekarang! Kau tidak boleh menangis dan terlihat lemah di hadapan orang lain terutama Taehyung.

Menghirup napas dalam-dalam, aku menatapnya dengan senyum paling tulus yang aku mampu. “Kau akan di Moscow sampai dia sembuh? Itu artinya kau akan melewatkan ulangan Matematika dan Kimia?”

“Maafkan aku, kau jadi sia-sia sudah berusaha keras mengajariku selama seminggu penuh.” Taehyung mengatakannya penuh rasa bersalah.

“Tidak. Jangan katakan usahaku sia-sia! Setidaknya kau menjadi mengerti materi penyetaraan reaksi, integral, dan diferensial,” ucapku tegas.

Chasing You | KTH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang