#7

126 10 2
                                    

Pagi pagi Abe sudah mampir di kediaman Vernando untuk menjemput Aleya. Dan seperti biasa, Aleya akan berlelet-lelet ria dan membuat Wanda berteriak seperti di hutan memanggil namanya.

"Aku lama yah.?" Tanya Aleya kepada Abe. "Sorry, tadi habis nyari tugas yang kececer." 

Mendengar kalimat panjang dari mulut Aleya membuat Abe bingung. Tidak seperti biasanya, biasanya jika sudah mendapatkan semprotan dari Rianti, Aleya akan marah kepadanya selama dua hari atau berhari hari jika memang omelan dari Rianti berkelanjutan.

"Iya, ayo berangkat. Hari inikan kamu ada ujian lagi. Aku juga ada jadwal ujian buat dokter koas." Ucap Abe.

Keduanya pamit dan menuju mobil.

Dimobil keduanya sama sama diam, Abe yang mulutnya gatal ingin bertanya mengapa Aleya tak marah akhirnya bersuara. "Al, kamu gak marah sama aku.?"

"Marah kenapa.?" Kini berganti Aleya yang bingung.

"Marah. Kemarinkan Eyang habis nyemprot kamu." Jawab Abe pelan, takut takut jika beberapa menit yang lalu Aleya hanya amnesia dan ketika Abe mengingatkannya Aleya akan ingat untuk mengamukinya.

"Oh masalah itu.? telinga aku udah kebal sama Eyang."

"Wah bagus dong. Bentar sore, jenguk Eyang lagi yah." Mendengar ucapan Abe kini Aleya sudah mengangkat buku tebalnya dan memukul lengan Abe.

"Katanya udah kebal. Artinya kalau disemprot lagi, gak bakal nyemprot balik ke aku." Abe berganti dengan tertawa.

"Maksud aku, ini sih salah aku juga. Aku yang gak mau belajar buat jadi wanita tulen seperti yang Eyang Rianti bilang." Tawa Abe semakin keras.

"Memangnya kamu ini setengah setengah.? Kamu ini wanita-kan.? Bukan jadi jadian.? Aku sampai ngeri dengar kamu."

"Bukan, maksud aku itu yang kayak Eyang Rianti bilang itu looh. Jago masak, nyuci, ngepel, nyapu, ngupas buah,.. maksud aku gitu, kamu aja yang gak peka." Ketus Aleya.

Setelah kalimat Aleya tadi, keduanya sama sama diam. Tak ada yang membuka suara hingga mobil Abe memasuki pelantaran kampus.

"Makasih yah, oiya, pulangnya nanti aku kabarin yah. Soalnya ada rapat buat Bakti Sosial nanti." Ucap Aleya ketika ingin keluar dari mobil. Namun, pergerakannya terhenti ketika Abe memanggilnya.

"Al, aku memilih kamu itu murni untuk menjadikan kamu teman hidup. Bukan mau nyari pembantu." Kalimat manis dari Abe itu berhasil membuat Aleya tersipu. Saking salah tingkahnya, Aleya langsung keluar dari mobil dengan tergesa gesa.

FLASHBACK ON

Setelah kepergian Aleya, Abe duduk disamping brankar Rianti. Lelaki itu kini meraih jemari Rianti dan menggenggamnya Erat.

"Eyang senang, gak? Kalau tangan Eyang Abe genggam kayak gini.?" Tanya Abe yang mendapat anggukan dari Rianti.

"Sama, Abe juga akan merasa senang kalau Aleya yang menggenggam tangan Abe seperti ini nantinya, bukan perempuan lain." Sindir Abe. Rianti yang ingin bersuara langsung terpotong karena Abe kembali melanjutkan kalimatnya.

"Abe belum pernah menuntut hal hal yang Eyang sebutkan tadi ke Aleya. Karena, Abe tau, Aleya gak bisa melakukannya."

"Makanya kalau kamu memilih Aleya, kamu harus bisa menuntutnya untuk bisa melakukan hal yang seharusnya bisa dilakukan wanita pada umumnya." Balas Rianti, Abe kembali tersenyum.

"Abe gak mau menuntut Aleya terlalu banyak. Karena Abe sadar, Abe bukan siapa siapa Aleya. Abe gak mau menggenggam Aleya terlalu erat, Abe juga gak mau menekan Aleya dengan segala kesempurnaan. Karena Abe sadar dan tau, Allah akan menyatukan insannya yang berbeda untuk saling melengkapi, entah itu melengkapi dalam duniawi ataupun melengkapi dalam hal menyangkut akhiratnya." Manis sekali mulut Abe ini.

Croire ABTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang