by sirhayani
part of zhkansas
...
Riri berbalik, lalu mundur terkejut. Melihat seseorang yang sedang duduk di dahan pohon paling bawah, membuat pikirannya terasa kacau.
Malvin melihat semuanya? adalah pertanyaan yang langsung terlintas begitu saja di benak Riri.
"Kok lo bisa di situ?" tanya Riri dengan suara agak keras. "Sejak kapan? Harusnya kan kedengeran."
Malvin menyengir lebar. Satu kakinya naik di dahan, punggungnya bersandar ke batang pohon, kepalanya miring ke kiri menatap Riri di bawah sana.
"Burung hantu aja bisa terbang tanpa suara, masa gue sebagai manusia nggak bisa naik pohon tanpa suara?" tanya Malvin.
"Ya, tetep aja. Secara logika harusnya gue atau pun Kak Gafi sadar ada orang yang diem-diem di pohon." Suara Riri memelan saat melihat cowok itu turun dari pohon. Riri menahan kakinya agar tidak segera kabur dan membiarkan cowok itu mendekat, memicu degup jantung Riri yang kian cepat.
"Tahu nggak?" tanya Malvin, sedikit menunduk menyejajarkan tatapannya dengan Riri. "Gue cemburu."
DEG
Riri memandang Malvin terkejut. Jantungnya semakin bergemuruh dan dia sudah tak tahan lagi berada lama-lama di hadapan cowok itu. Dia berbalik badan,
Tetapi berhenti saat Malvin menarik buku hariannya.
"Lo mau pergi?" tanya Malvin pelan. "Padahal gue kangen."
Riri menarik keras bukunya hingga terlepas dari genggaman Malvin. Dia memandang Malvin kesal. "Ngomong apa, sih?"
Lalu Riri pergi begitu saja meninggalkan Malvin sendirian.
"Ngomong kangen?" ujar Malvin yang masih Riri dengar dari jauh.
***
Javas bersedekap. Sejak tadi dia memberi wejangan kepada Gafi karena Gafi memberitahukan sesuatu yang membuat Javas tak habis pikir. Gafi bilang akan menjauh dari Riri. Itu jelas melanggar aturan yang dibuat oleh Tigris. Javas benar-benar terlalu taat pada aturan yang satu itu karena selama Tigris membuat aturan, dia juga tidak pernah mengecewakan janjinya kepada yang lain.
Javas merasa beruntung baru dia yang diberitahu soal itu. Javas tak bisa membayangkan bagaimana Gafi akan berakhir di hadapan Tigris jika Tigris tahu akan hal ini. Maka, di ruang teater itu dia menutup pintu dan menguncinya untuk menyidang Gafi. Tak peduli dengan suara betina yang sejak tadi mendobrak pintu dari luar dan meneriaki nama Javas.
Gafi hanya duduk santai di kursi. Berbeda dengan Javas yang berdiri sambil bersedekap, urat-urat di lehernya sampai terlihat karena menahan kesal.
"Kenapa lo ngikutin kemauan si Riri, sih?" tanya Javas hampir teriak.
Gafi tersenyum miring. "Awalnya, gue udah hanyut sendiri dalam permainan itu. Dengan cara nyeritain hidup gue ke dia buat ngambil simpati biar deket, tapi kasihan juga, sih. Kalau gue ngejauh, gue ngeringanin bebannya."
"Lo nggak takut dimarahin Tigris?"
Gafi menggeleng. "Sejak awal, permainan ini cuma berpusat antara Riri, Malvin, Erfan, Ruby, dan Vernon."
Javas mengernyit heran.
"Semua udah diatur sama Tigris sejak awal. Jadi, berkontribusi enggaknya gue di permainan itu Tigris bakalan bodo amat. Tigris pengin nguji Malvin dan Erfan. Vernon? Kenapa dia ikut? Karena dia satu-satunya yang punya cewek selain Sean yang jelas udah berhasil lolos dan bebas bareng ceweknya itu. Makanya Ruby berdampak di permainan ini." Gafi menaikkan alis, berpikir sebentar. "Ada bedanya juga dengan game over lain. Harusnya nama Mega Elinel yang diambil jadi inisialnya M, bukan R yang cuma nama panggilannya. Karena itu juga harusnya Malvin dan Riri gak dalam satu permainan yang sama karena inisial mereka sama-sama M. Jadi, ya, segala aturan atau syarat yang Tigris buat kayak cuma tempelan, doang."
"Dari mana lo tahu? Ah, bahkan gue nggak tahu apa-apa."
"Cuma belajar dari antusiasnya Tigris ke beberapa pemain aja." Gafi menggerakkan tangannya. "Polanya selalu sama sejak permainan Game Over pertama."
"Terus, Orlando?" tanya Javas penasaran.
"Balas dendam."
Javas kaku. "Balas dendam? Waduh, ini gimana, sih. Balas dendam ke Tigris?"
"Bukan, lah."
"Terus ke siapa, dong?"
"Dia pengin ngancurin seseorang. Kalau lo kepo lagi soal siapa orangnya, cari tahu aja siapa pacar Orlando satu-satunya sekarang ini. Udah, kan, ya? Gue banyak urusan." Gafi berdiri menenteng tas ranselnya.
"Uuu, sok sibuk, lo."
"Hati-hati, bisa-bisa orang yang deket sama lo saat ini bakalan jadi target selanjutnya." Gafi berhenti di dekat pintu sebelum memegang gagang pintu. Dia menoleh kepada Javas yang sedang termenung. "Dan kalau orang yang deket sama lo dijadiin target, udah dapat dipastiin lo yang bakalan jadi salah satu pemainnya. Yah, polanya akan selalu kayak gitu dan sejak awal juga syarat Game Over bisa dia ubah tiba-tiba. Kapan pun. Sesuai keinginannya."
Gafi membuka pintu dan bertemu dengan Ella yang menatapnya tajam. Javas melirik dari dalam ruangan.
"Mana si comberan?" teriaknya kesal, lalu melewati Gafi sampai tak sengaja menyambar bahunya.
Ella berjalan kaku sambil menggigit kuku. Javas diam memandang tampang cewek itu, lalu Ella bicara kepada Javas dan mengatakan dia baru menyadari bahwa tadi dia terlalu terkejut berhadapan dengan Gafi sampai tak sengaja memarahi cowok yang dia puja-puja selama ini.
Javas menoyor jidat Ella dengan telunjuknya, membuat Ella merenggut kesal dan memandangnya cemberut.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over: Bull's Eye
Teen Fiction[2] TERBIT 📖 - Game Over adalah nama lain dari taruhan. Game Over sedang berlangsung, tetapi tidak ada yang tahu tentang Game Over bayangan. Riri dihadapkan oleh sesuatu yang tidak biasa, yang tidak disadarinya. Tentang permainan aneh bernama Gam...