PART 16: TERKURUNG

24.4K 3.9K 429
                                    


by sirhayani

part of zhkansas

...

Kelas X IPA 5 duduk dengan rapi di bangku masing-masing sembari menunggu guru mata pelajaran pertama datang. Belasan menit terlewati, tetapi tak ada seseorang masuk di kelas itu. Barisan cowok yang memang sejak awal sedikit berisik, kini semakin berisik.

Riri yang duduk di bangku kedua bersama Aneta tampak tenang dengan buku paket yang mereka buka bersama.

BRAK

Riri berjengkit. Baru saja seseorang memukul mejanya. Dia mendongak perlahan dan memandang teman kelasnya dengan heran. Dia hanya mengenal muka, tetapi nama yang tertulis di tanda pengenal adalah Elon.

Gebrakan itu keras karena mampu meredam suara berisik beberapa siswa di kelas. Sekarang, Elon dan Riri menjadi perhatian siswa-siswi di kelas itu. Tampang usil Elon yang menghilang karena raut serius, juga apa yang dia lakukan menjadi perhatian beberapa siswi yang memang sering kali mencuri pandang kepadanya sejak hari pertama sekolah.

Riri tak begitu mencerna apa yang terjadi. Siswi yang duduk di hadapannya pindah dan cowok bernama Elon itu menggantikannya. Dia duduk di hadapan Riri, menghadap Riri yang sedang kebingungan dan juga risi karena banyak pasang mata yang menusuknya dari berbagai sisi.

Belum lagi saat Elon hanya diam melipat kedua tangannya di meja sembari menatap Riri dengan serius. Riri sontak menjauh. Dia meneguk ludah.

Sumpah. Sebelumnya, dia tidak punya masalah kepada siapa pun.

"Eum, kenapa, ya...?" tanya Riri agak ragu. Hanya itu pertanyaan yang terlintas.

Elon masih serius memandangnya, lalu dia berdiri tiba-tiba dan tak mengatakan apa-apa selain kembali ke bangkunya merenung di sana.

Para siswa yang merupakan teman Elon di kelas itu langsung heboh dan mendorong-dorong Elon. Elon mengamuk di sana.

"Cewek, piuiwit!" seru seorang siswa, kemudian bersiul.

"Eh, itu namanya siapa yang tadi disamperin Elon?"

"RIRI!"

"Riri! Riri! Salamnya Elon, tuh!"

"Kagak bangsat!" seru Elon.

Riri sama sekali tak bisa bergerak di tempatnya.

***

Hari-hari yang terlewati belakangan ini terasa sangat melelahkan. Riri janjian dengan Aneta untuk membawa bekal dan makan bersama di kelas. Riri hanya menghindar dari Arandra karena Arandra, yang selalu bersama Orlando belakangan ini.

"Tadi kenapa ya Elon tiba-tiba muncul di depan lo?" gumam Aneta sembari mengaduk nasi gorengnya.

Riri menggeleng-geleng. "Gue pengin ngelupain itu."

Aneta bertopang dagu. Dia menatap Riri dari samping sambil tersenyum menggoda. "Jangan-jangan Elon suka sama lo?"

"Hah." Riri menggeleng kencang. "Belakangan banyak hal yang nggak masuk akal. Serba tiba-tiba. Beberapa cowok ... tiba-tiba ... eum, deketin... argh!"

"Tiba-tiba beberapa cowok deketin lo?" Aneta mendekat dan berbisik. "Maksud lo, bisa jadi ini ada hubungannya dengan ... Game Over?"

"Gue semalaman nyari tahu soal itu dan nggak mungkin. Target merujuk ke kelas tetangga. Kadang gue ngerasa apa yang terjadi belakangan kebetulan aja."

"Gini, lupain soal target kelas sebelah. Gimana kalau emang bener lo itu target? Apa rencana lo ke depan?" tanya Aneta.

Riri mengetuk-ngetuk jemarinya di meja. "Enggak." Riri menggeleng untuk kesekian kalinya. "Dengan gue mikir kayak gitu, gue makin stres. Jadi, gue nggak perlu mikirin semua yang berkaitan dengan game over."

"Ri."

Riri melirik Aneta.

"Nyadar nggak? Cewek cantik yang jadi primadona sekolah bahkan bisa dideketin sama belasan cowok, ah puluhan, cuma yang berani deketin tuh bisa dihitung jari doang. Kenapa dideketin banyak cowok? Karena cantik. Lo juga nggak mau mikir ke arah itu?"

"Mikir apa?"

"Kalau lo dideketin banyak cowok karena lo cantik?"

"Itu lebih nggak mungkin lagi!" Riri frustrasi mendengar pertanyaan Aneta. "Kalau gue cantik kebangetan sampai dedeketin lebih dari dua cowok dalam waktu berdekatan, SMP gue juga udah ngalamin hal yang sama. Kita satu SMP, kan? Lo pasti tahu gue gimana? Cuma cewek ansos yang ngomong sama cewek aja jarang apalagi sama cowok?" Riri menggeleng sambil menghela napas. "Astaga ini kita bahas apa? Kayaknya terlalu jauh gue mikir Game Over. Gue inget-inget lagi pertemuan gue dengan mereka itu nggak senga...." Riri langsung bungkam saat melihat seseorang yang celinguk di ambang pintu kelasnya.

Mata Riri melebar. Aneta ikut menatap siapa yang berhasil membuat Riri terkejut.

Erfan, tampak cool berdiri di ambang pintu sambil bersandar di sana. Senyumnya melebar saat sempat bertatapan dengan Riri.

Riri tak bisa ke mana-mana lagi. Dia pikir kelas adalah tempat teraman. Ternyata dia salah.

Erfan memasuki kelas itu dan para siswi mulai bergosip. Sebagian dari mereka menjerit tertahan melihat sang Ketua Basket idaman sekolah memasuki kelas.

"Oh, jadi ini kelas lo. Ternyata mantan kelas gue, nih," kata Erfan sambil melihat ke penjuru kelas. Dia berhenti di dekat meja Riri dan menatap Riri sambil tersenyum. "Hei, nanti pulang bareng, yuk?"

Riri jadi tak selera makan. Perutnya mulas melihat cowok itu tiba-tiba duduk di hadapannya.

Erfan menatap Aneta sambil mengernyit. "Eh, kayak pernah ketemu di mana. Lo nggak asing."

Aneta mengambil bekalnya dan langsung keluar dari kelas tanpa mengatakan apa pun. Riri menjerit dalam hati ditinggalkan begitu saja.

"Kayaknya dia mantan pacar gue yang gue lupa," kata Erfan asal. Ditatapnya Riri kembali. "Ck, kenapa sih lo selalu takut tiap di depan gue? Sumpah. Demi Allah gue nggak bakalan apa-apain lo."

Riri menutup bekalnya dengan gerakan pelan, lalu menyimpan bekalnya di laci. Dia harus keluar dari kelas ini. Ada beberapa siswi dari kelas lain yang mengintip dari jendela.

Riri langsung berdiri dan melangkah cepat menuju pintu. Namun, sebelum tiba di pintu Erfan menariknya hingga dia jatuh ke pelukan cowok itu.

Pintu ditutup dari luar oleh dua cowok lain. Entah sejak kapan kelas sedang kosong. Sementara Riri tak bisa lagi melakukan apa-apa selain mematung.

"Hehe. Nggak bisa kabur, kan?"

***


 

Game Over: Bull's EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang