by sirhayani
part of zhkansas
...
Beberapa hari ini, Riri banyak menghabiskan waktu di taman. Dia tidak sendirian karena ada Gafi yang selalu menunggunya untuk latihan bersama. Tak ada yang tahu mengenai itu. Taman STARA dipenuhi pepohonan yang tertata rapi juga tumbuhan-tumbuhan yang tingginya lebih dari satu meter membentuk setiap kotak.
Tak ada tanda-tanda keberadaan Gafi setibanya Riri di taman. Biasanya Gafi akan menunggunya di bawah pohon seperti biasa bersama gitar putih miliknya. Riri duduk dan bersandar di pohon, seperti yang diakukannya beberapa hari ini. Sesekali membuka naskah drama yang akan dia perankan di waktu yang belum pasti kapan. Dia dan pemilik peran selain para pangeran berulang-ulang berlatih hal yang sama setiap hari sementara para peran-peran penting yang interaksinya lebih dari lima puluh persen tak pernah hadir dalam latihan itu.
Setiap hari yang Riri lihat adalah kerja keras para anggota dalam membuat perlengkapan panggung per adegannya. Acara itu akan berlangsung seperti apa?
Riri benar-benar putus aja. Baru membayangkannya saja perutnya sudah terasa diputar-putar.
Belakangan Riri tak pernah ke taman ini saat istirahat, terutama di tempat favoritnya karena beberapa kali Riri melihat sepasang cewek dan cowok sedang menempati bangku yang biasa Riri duduki.
Riri melirik pohon yang jaraknya lumayan jauh dari tempatnya saat ini.
Pohon itu tempat Malvin biasanya muncul. Sementara belakangan Malvin tak terlihat. Tak ada gosip apa pun mengenai dia yang berbuat ulah.
Apa mungkin dia tidak ke sekolah?
Riri memejamkan mata dan menggeleng-geleng kesal. Kenapa memikirkan cowok itu?
Pandangan Riri tertuju ke seseorang yang baru datang. Akhirnya Gafi muncul. Tak ada gitar kesayangannya yang biasa datang bersama. Cowok itu langsung duduk bersandar di pohon, tepat di samping Riri yang baru saja sedikit menjauh untuk memberikan Gafi tempat.
Gafi menekuk lututnya naik. Kedua lengannya bersandar di sana, lalu dia menoleh ke samping kiri. "Hai."
Riri mengayunkan kepalanya sambil menaikkan alis. "Hai."
Gafi mendengkus. "Gue ketahuan. Nggak boleh latihan lagi katanya."
"Nggak boleh latihan?" Riri benar-benar terkejut. "Untuk acara pentas yang kelihatannya dibuat seserius ini, dan lo ... nggak boleh latihan? Astaga." Riri menyugar rambutnya, lalu menenggelamkan wajahnya di atas lutut. "Kalau pada jago, kan, nggak masalah, tapi yang mampus juga kan gue."
Riri termangu ketika Gafi menepuk puncak kepalanya dua kali. Riri mempertahankan posisinya agar raut wajahnya tak terlihat.
Setelah beberapa saat, Riri kembali duduk tegak. Gafi sedang bertopang dagu sambil memandangnya. Riri segera menatap ke lain arah.
"Gimana kalau ngobrol-ngobrol aja?" tanya Gafi.
Riri langsung mengiakan itu. "Gimana rasanya jadi terkenal?"
"Beban," jawab Gafi langsung.
Riri tak menyangka jawaban itu yang keluar.
"Dikenal banyak orang. Introver. Kombinasi yang ngebuat gue merasa terbebani." Gafi mengangkat wajah.
"Gitu, ya." Riri mencari-cari pembahasan. Setelah menemukan apa yang tepat untuk dia ucapkan, dia baru menatap Gafi. "Orangtua lo pasti bangga banget. Di usia segini udah bisa ngehibur banyak orang, berprestasi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Game Over: Bull's Eye
Roman pour Adolescents[2] TERBIT 📖 - Game Over adalah nama lain dari taruhan. Game Over sedang berlangsung, tetapi tidak ada yang tahu tentang Game Over bayangan. Riri dihadapkan oleh sesuatu yang tidak biasa, yang tidak disadarinya. Tentang permainan aneh bernama Gam...