PART 21: LIMA PANGERAN

31.1K 4.2K 1.1K
                                    

Ini adalah part terpan~jaaang.

Selamat membaca!

by sirhayani

part of zhkansas

...

Riri tak bisa membaca pikiran orang lain. Dia juga tidak tahu apakah harus percaya pada perkataan Vernon atau tidak. Bahkan saat dia pulang dari sekolah dan kembali ke sekolah untuk berkumpul bersama anggota teater lain, dia masih mencari jawaban sendiri kenapa harus dia yang terlibat dalam urusan Vernon.

Ella, senior kelas XI yang merupakan ketua ekskul teater sudah bicara hampir setengah jam dan Riri ikut bosan mendengarnya bicara. Sejak tadi Ella sangat bangga karena banyaknya anggota yang mendaftar tahun ini. Sudah berulang kali dia mengatakan hal yang sama.

"Lama banget gila," gumam Aneta. Riri langsung mencubitnya hingga Aneta refleks menaikkan bahu. Aneta menatap Riri bingung. "Aw...?"

"Jadi!" Suara keras Ella membuat Riri terkejut dan segera memfokuskan perhatian. "Kalian udah tahu kan kita bakalan buat acara besar tahunan. Anak-anak seni bakalan kerja sama. Teater adalah penutupan. Jadi, jangan sampai kali ini bakalan ngantuk. Ada saran dari temen kita si Javas untuk ngadain kerjasama dengan anak-anak klub bela diri. Apa yang tempo hari kalian lihat di pamflet adalah saran brilian dari Javas." Ella menepuk-nepuk pundak Javas.

Javas melambai-lambai dan mengedipkan matanya kepada Riri.

Riri sangat terkejut.

"Dan dia juga udah ngasih saran cowok-cowok yang jago bela diri plus bisa akting untuk teater kita ini. Nah, masalahnya si anak kurang ajar ini nggak mau ngasih tahu dulu sebelum hari H. Tapi gue udah minta satu hal, temen-temen yang bakalan kerjasama dipublikasiin cuma buat anggota teater. Jadi, kalian semua terutama para cewek, jangan sampai nyebarin para pemainnya," kata Ella menjelaskan panjang lebar sambil sesekali berjalan mondar-mandir dengan pelan. "PAHAM?" teriaknya.

"PAHAM, KAK."

"Paham nggak?" tanya Javas dengan suara pelan.

"PAHAAAM," jawab para anggota teater yang 90% adalah perempuan.

"Tahu apa konsekuensi ngelanggar janji di aturan kami?" Pertanyaan Ella dibalas para anggota dengan gelengan. "Sempak kalian dikibarin di lapangan!"

Semua yang di ruangan itu tertawa.

"GUE SERIUS!" bentak cewek yang rambutnya dicepol asal-asalan itu. "Ini bukan hal yang harus dibalas dengan bercandaan. Gue udah ngobrol bareng Javas, wakil ketua ekskul teater sekaligus salah satu anggota klub bela diri, yah gue juga baru tahu sih klub itu ada, kalau cara ini bagus untuk ngundang banyak penonton ke acara kita. Tahun kemarin ngebosenin banget. Tahu nggak? Kursi-kursi penuh waktu penampilan Fiveone, pertunjukan solo piano, dan beberapa lagi. Sementara persembahan terakhir dari ekskul teater yang nonton cuma berapa biji. Jadi, gue harap kalian semua yang masuk ke ekskul ini bukan sekadar pengin jadi putri kerajaan."

Riri mendengar suara di sampingnya. "Kan tujuan masuk teater emang pengin ngincar posisi itu," kata seseorang.

"Ada pertanyaan?" Ella berhenti di tengah-tengah barisan.

"Kak!" Seorang cowok mengangkat tangannya dengan semangat. Ella mempersilakannya bicara lewat gerakan tangan. "Emang ada klub bela diri, ya? Mau masuk soalnya."

"Nggak tahu. Tanya noh si Javas." Ella menunjuk Javas dengan dagunya.

Javas yang beberapa saat lalu duduk segera berdiri menghampiri Ella. "Diadain aja."

Game Over: Bull's EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang