PART 23: LATIHAN

21.1K 3.6K 1K
                                    

spoiler nggak nih?

di antara dua pemain, ada yang dianggap kakak dan ada juga yang dianggap temen doang.

yang dianggap kakak ada yang bisa nebak?

kalau dianggap temen sama Riri siapa kira-kira?

nantikan!


by sirhayani

part of zhkansas

...

"Hai?"

"Eh?" Riri mengerjap.

Gafi menahan senyum sambil mengulurkan tangannya kepada Riri. "Bisa berdiri atau mau gue bantuin?"

Riri bangkit secepat mungkin, sembari menunduk dia berucap, "nggak usah. Bisa kok ini." Riri semakin menunduk saat ingin melewati Gafi. "Makasih."

"Riri, ya?"

Perkataan itu membuat langkah Riri berhenti mendadak. Riri menoleh cepat. Ada yang aneh di sini. Tentunya, kenapa cowok bernama Gafi itu tahu nama panggilannya?

Ini bukan kejadian aneh pertama yang membuatnya bingung sekaligus takut.

"I ... iya." Dengan perasaan berkecamuk, Riri segera pergi setelah menjawab pertanyaan dari Gafi meski dia terus bertanya-tanya tentang kebingungannya dalam hati.

Dia bahkan tak ingin menoleh untuk melihat apa yang saat ini Gafi lakukan meski dia penasaran setengah mati. Beberapa kejadian ganjil belakangan ini jelas membuatnya tak habis pikir. Jangan sampai semua berhubungan dengan permainan yang sedang orang-orang bicarakan di sekolah.

Ah, itu nggak mungkin, kan?

Setelah melewati gerbang, Riri langsung melihat Arandra yang sedang bersandar di mobil sembari bersedekap. Raut mukanya kesal. Pintu depan terbuka dan Orlando muncul dari sana.

"Kok lama? Tadi ngomong sama siapa?" tanya Arandra dengan mata menyipit. "Suara cowok, loh. Jangan-jangan...."

"Enggak, kok. Tadi nggak sengaja ketemu ... temen lama," balas Riri, berbohong. Dia menyesali itu.

"Teman, ya. Suaranya gue kenal, loh," kata Orlando tiba-tiba.

"Hah?" Riri sontak kaget.

Arandra menoleh bingung. "Kenal?"

Orlando tertawa sambil menatap Riri dengan raut tak terbaca. "Bercanda."

Riri bahkan tak tahu bagaimana cara menanggapi semua kejadian ini.

"Masuk, Ri. Cepet!" seru Arandra. Riri melangkah cepat memasuki mobil itu. Setelah duduk diam di kursi penumpang bagian belakang, dia langsung mengirimkan Aneta sebuah pesan.

"Riri nggak mau ikut dinner bareng?"

Tangan Riri berhenti bergerak. Barusan Orlando mengatakan hal itu dengan lantang.

"Nggak. Riri mau ketemu temannya," kata Arandra dengan cepat. Riri bisa mendengar ada intonasi tak suka di sana.

Sepertinya, Arandra benar-benar terperangkap dalam permainannya sendiri. Riri sudah menyadari itu beberapa hari lalu. Akan tetapi, kenapa harus Orlando? Cowok yang menurut Riri menyeramkan. Meski Riri hanya melihat dari luar saja, tetapi Riri sangat yakin dengan apa yang dia rasaan.

"Yah, mungkin lain kali?" tanya Orlando sembari menatap kaca. Riri mengernyit. Dia semakin tak nyaman dan mengalihkan tatapannya. Sementara Arandra terlihat dari gerak-geriknya, suasana hatinya sedang buruk.

"Kak Orlando bercanda aja kali, Ran," kata Riri, memberanikan diri.

"Haha." Orlando tertawa. Riri meneguk ludah saat bertatapan dengan Orlando di cermin dan melihat raut wajah penuh arti cowok itu. "Tumben ngomong, Riri?"

DEG

Demi apa pun, setiap gerak, suara, tatapan, apa pun yang dilakukan cowok itu terlihat sangat menyeramkan. Dia memiliki aura negatif atau hanya pikiran Riri saja?

"Yang! Kamu bikin aku cemburu tahu?" kata Arandra dengan suara keras.

Orlando tersenyum. "Masa cemburunya ke adik sepupu sendiri?"

"Ya, gimana pun Riri kan cewek!" teriak Arandra.

Orlando mengusap kepala Arandra, kemudian mengacak-acak rambut cewek itu.

Iyuh, batin Riri, lalu dia menatap ke luar jendela.

***

"Kau mau ke mana?"

Riri menghentikan langkahnya. Dia melihat Javas berjalan dengan langkah pasti ke arahnya. Riri langsung memalingkan wajah kesal. "Aku ingin ke taman, Ayah."

"Oh. Begitu. Beberapa hari lagi sayembara berlangsung. Puteriku yang sangat cantik ini tak ada rencana untuk kabur dari istana, kan?"

Riri risih ketika jarak Javas sangat dekat darinya.

"Boleh Ayah memelukmu sekali saja?"

"JAVAS T*I!" teriak Ella menggelegar. "Sempat-sempatnya lo modus, ya! Itu nggak ada dalam naskah!"

"Ehehehehe."

"Pakai ketawa segala. Lo pikir ketawa lo santun masuk telinga gue?" Ella bersedekap. Napasnya pendek-pendek karena emosi. Tatapannya lalu beralih kepada Riri yang berdiri seperti patung di antara Ella dan Javas. "Ri, lo istirahat aja dulu. Mau minum, makan, boker, terserah."

Riri tertawa kikuk.

"Oh, iya. Salah satu adegannya nanti taman, kan? Nah, lo bisa tuh pakai taman di sekolah buat latihan. Salah satu adegan di naskah kan lo bakalan ketemu pangeran 2," kata Ella sebelum menghajar Javas dengan kedua tangannya.

"Oke, kak." Tanpa berpikir panjang Riri langsung menuju ke taman sekolah. Awalnya dia ingin memanggil Aneta, tetapi rasanya saat ini sendiri lebih baik.

"Pangeran 2?" gumam Riri di tengah perjalanan sambil membaca naskah. "Bahkan nama-namanya nggak ditulis siapa yang jadi pangeran 1, 2, 3, 4, 5. Ck."

Apa yang tertulis di naskah tidak mencantumkan siapa saja yang menjadi pangeran 1 dan seterusnya. Jadi, Riri tidak tahu dengan siapa dia akan berinteraksi di adegan-adegan tertentu. Riri tidak tahu dengan siapa dia akan berinteraksi di taman.

Jangan sampai Orlando. Riri membenci cowok itu hanya karena aura menyeramkan yang dia miliki. Kemarin saja Riri tak nyaman di sepanjang waktu. Saat pulang dari rumah Aneta pun, ternyata Arandra bersama Orlando yang datang menjemputnya.

Dia memiliki adegan terbanyak bersama Pangeran 2.

Vernon? Terakhir bertemu dengannya saat di perpustakaan.

Gafi? Cowok itu terlalu terkenal. Shinta bisa akan membenci Riri. Bukan hanya Shinta, satu sekolah bisa menyerbunya.

Erfan? Cowok itu ke mana, ya?

Malvin...?

"Astaga." Riri menutup wajahnya dengan naskah.

Tiba di taman, Riri langsung mengintip ke sana kemari sembari berjalan menuju tempat favoritnya. Langkahnya memelan mendengar suara alunan gitar dan nyanyian seseorang yang tak jauh darinya.

Riri berhenti melangkah. Suara itu semakin jelas sampai dia tak sadar bahwa cowok yang sedang bernyanyi itu sedang menatapnya dari bawah pohon.

"Hai, lo yang kemarin, ya?"

Ya. Gafi. Si vokalis band Fiveone.

***


 

Game Over: Bull's EyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang