29. Akankah?

174 17 16
                                    

"Aku akan mencintaimu dengan caraku."

Raina

Raina membayangkan bagaimana nanti setelah ini, bagaimana jika keputusannya akan menyakiti Raka, dan bagaimana Raina bisa tahan dengan keadaan dia menyakiti perasaan orang lain.

Sampai kini pun Raina masih belum membalas pesan Raka lagi, dia hanya ingin membuat Raka terbiasa akan ketidak hadiran dirinya, seperti dulu. Yang hanya saling berbicara jika sedang membahas OSIS dan urusan organisasi lainnya saja, tidak lebih.

Dan memang sebenarnya hubungan mereka sendiri tidak memiliki status.

Berbicara tentang komitmen?

Raina tidak percaya itu, apalagi komitmen untuk saling menunggu atau menjaga perasaan dan hati satu sama lain padahal tidak memiliki ikatan sama sekali, apa itu bagus?

Justru itu sama saja seperti tidak membebaskan keduanya untuk memperbaiki diri satu sama lain, bagaimana bisa memperbaiki diri sedangkan kita saja menggantungkan harapan pada orang yang berkomitmen dengan kita.

Apa penjagaan Allah tidak cukup?
Haruskah kita saling berkomitmen untuk bisa saling menjaga agar pasangan kita tidak jatuh kepada pelukan orang lain. Kenapa tidak serahkan saja pada sang Maha cinta, dan Allah lah sebaik-baiknya penjaga, jika kita minta maka akan Allah kabulkan.

Jadi menurut Raina untuk apa adanya komitmen, apa kamu tidak percaya Allah, sehingga membuat kesepakatan dengan orang lain, dan apa kamu tidak percaya Allah? Jika Allah mampu menjaganya untuk kita tanpa kita mengekang dan membuat kesepakatan yang belum tentu Allah ridhoi.

Sudah cukup Raina salah langkah, sudah cukup ibadahnya sia-sia hanya karena hubungannya dengan Raka, sudah cukup dirinya membohongi semua hal.

Bagaimana tidak?

Membohongi diri sendiri dengan meyakinkan nya bahwa itu diperbolehkan, bahwa itu tidak dilarang?

Apalagi?

Semua hanya menyesatkan diri, meruntuhkan keimanan, dan menghancurkan dinding yang sudah dibuat sangat kokoh hanya karena rayuan, gombalan dan semacamnya.

Merasa malu dengan diri sendiri, Raina malu pada dirinya. Mana bisa dia melukai Abi-nya yang dari kecil mengajarkan nya tentang agama, yang mengenalkannya dengan Rabb yang maha pengasih, yang memberinya peringatan bahwa jangan pernah mendekati zina, dalam bentuk apapun itu. Zina mata, zina hati, zina pandangan, zina tangan.

Dan untuk Ummi-nya, yang sudah membesarkannya dengan rasa sayang dan cinta, yang selalu menasihatinya bahwa perempuan itu sangat dimuliakan oleh Islam, maka harga dirinya yang paling penting, rasa malunya adalah mahkotanya, dan dirinya sebagai madrasah pertama untuk anaknya kelak.

Bahkan Ummi dan Abi-nya selalu tersenyum ketika mengingat Raina yang masih kecil tidak sengaja bersentuhan tangan dengan Ali dan dia menangis sejadi-jadinya karena dia tahu itu tidak boleh, dan mereka bukanlah mahram. Ummi-nya sangat senang, karena dengan itu dia yakin bahwa didikannya selama ini selalu Raina laksanakan.

Raina tersadar, cukup jauh rupanya dia melamun dan merenung, "Aku harus ketemu Raka."

"Lambat laun Raka harus mulai terbiasa tanpa aku, begitupun aku."

"Lagi pula kenapa sih Rai, kenapa sampai seperti ini? Kenapa sampai sejauh ini?" Tanya Raina pada dirinya sendiri.

Dia cukup menyesal dengan perbuatannya.

Dilahirkan dari keluarga yang sudah mengenal erat agama, maka mau tidak mau Raina harus terbiasa dengan keadaan, yang tidak memperbolehkan Raina untuk pacaran, dan melarang Raina untuk membicarakan orang, juga untuk selalu menjadi anak yang ingat pada Tuhannya.

RAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang