31. Nasihat Papa

215 17 12
                                    

"Apa yang bisa Papa dengar?"
Tanya Papanya yang sudah duduk di tepi kasur milik putranya itu.

Tuan Biantara memang pria yang sangat mengayomi dan juga menerima dengan baik apapun yang ingin disampaikan oleh kedua putranya.

Rafa menghadapkan wajahnya pada Raka, entah apa yang ada dipikirannya kali ini.
"Lo mau cerita atau gue aja yang cerita?"

Raka menghela napas malas, "kan yang punya masalah gue."

"Yakin lo bakalan rinci jelasinnya, yang ada lo ogah-ogahan."

Dia menatap Rafa serius. "Ini masalah hati, beda."

"Giliran soal perbucinan aja lo so iye, yaudah buruan kita mau denger." Ucap Rafa tidak sabar.

"Ya sabar dong."

"Lama lo!"

"Lo nya aja yang gak sabaran." Raka memberikan tatapan sinis nya.

"Buruan gue pengen denger." Rafa terus saja mendesak Raka agar cepat menceritakan semuanya.

"Keluar aja lo sana, ngapain ikut." Ujar Raka geram.

"Ngusir nih?"

"Iya!"

Tak ada yang mau mengalah, memang kelakuan adik kakak ini tidak ada habisnya selalu saja bertengkar.

"Papa masih di Belgia."

Dengan tiba-tiba Papanya berucap, dengan wajah datar tanpa menatap keduanya.

Raka begitupun Rafa menatap Papanya dengan kening mengkerut. "Maksudnya?" Tanya keduanya bingung.

"Kalau kalian masih mau berdebat silahkan, Papa masih di Belgia!" Ucapnya dengan nada menyindir.

"Iya-iya."

Akhirnya keduanya berhenti berdebat, dan mulai tenang.

"Jadi gimana?" Tanya Tuan Biantara.

"Jadi gini. Papa tahu kan sekarang-sekarang ini aku lagi dekat sama cewek, ini benar-benar first banget, ya Papa sendiri pernah lihat se gimana deketnya aku, dan se berapa sayangnya aku sama dia, Bunda bahkan bang Rafa aja udah tahu. Jarang kan aku suka sama perempuan sampai kalian tahu bahkan sedetail ini, bahkan gak pernah, selama ini aku sibuk dengan banyak hal, tapi bukan tentang cinta." Jelas Raka.

"Iya emang so kayak profesor lo." Balas Rafa.

"Bodo!"

Memang tak pernah ada yang mau mengalah, selalu seperti itu.

Papanya menghela napas berat. "Udah gak usah berantem lagi. Terus gimana, lanjutkan."

"Oke. Gak sedikit cewek yang aku tolak kan, dan gak sedikit cewek yang nyatakan rasa suka mereka bahkan rela nembak aku duluan, datang kerumah bawa barang-barang mahal, deketin Papa, Bunda, sama bang Rafa hanya demi jadi pacar aku. Tapi sekarang, kayaknya semua itu berbalik, semenjak aku kenal Raina lebih dekat, bahkan sebenarnya dulu aku deketin dia hanya karena mau membuktikan bahwa gak ada cewek yang gak tertarik sama aku, sampai akhirnya aku sendiri yang benar-benar gak mau kehilangan dia." Lanjut Raka, semuanya mendengarkan dengan seksama.

"Papa paham, sangat paham. Ini benar-benar pertama kali kamu seperti ini, Papa gak akan menyalahkan atau menghakimi kamu, karena yang namanya rasa suka gak bisa di tolak."

Papanya menepuk pundak putra keduanya itu.

"Putus cinta, ditinggal orang yang kita sayang itu hal yang biasa terjadi, gak masalah kamu sedih atau kesal bahkan kecewa, itu manusiawi. Tapi disini poin pentingnya adalah ikhlas, keikhlasan itu sulit untuk orang orang yang merasa dirinya hebat, mereka yang menganggap dirinya yang mampu untuk mendapatkan sesuatu hal tersebut, dan kalau kamu gak bisa menerima kenyataan bahwa kamu memang harus seperti ini berarti kamu menganggap diri kamu hebat, dan orang yang menganggap dirinya hebat sebenarnya bukanlah orang yang hebat."

RAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang